"Kamu mau terus ada dalam posisi kaya gini, Yang?" goda Jeje berbisik dengan bibirnya yang masih-aakhhhh!
Aku segera bangkit dari atas tubuh Jeje, menatap keluarga serta sahabatku yang kini menatapku horor. Ya Tuhan, masalah satu belum selesai sudah datang masalah yang lain.
"Anu-Yah, Bun..." Aku bingung menjelaskan apa yang terjadi, lagi pula kenapa mereka pada ke sini sih? Bukannya tadi pada di ruang tamu?
"I-ini nggak seperti yang kalian lihat kok!"
Ayah melotot ke arahku, yang langsung membuatku menundukan kepala, takut. Kalau sudah urusan hubungan antar pria dan wanita yang sepantasnya menurut Ayah, beliau memang akan sangat protektif padaku. Terlebih ini-aduh aku bingung harus menjelaskannya bagaimana.
Kulirik pria di sampingku yang kini asik nyengir sambil mengusap tekuknya-Tunggu! Apa yang dia lakukan?! Tersenyum?! Sakit jiwa! Jeje benar-benar sakit jiwa! Dia bisa-bisanya tersenyum disaat seperti ini?
"Hehe maaf, Yah, Bun. Anu.. tadi ada sedikit kesalahan teknis."
A-apa? Barusan pria ini bilang apa?! Ya Tuhan, rasanya aku ingin sekali mencekik pria di sampingku ini. Sejak kapan Jeje jadi seperti ini? Ini bukan Jeje yang aku kenal! Tapi pria mesum yang entah berasal dari mana dan mengambil alih tubuh Jeje. Tapi, bukankah Jeje memang mesum dari dulu kan?! Terbukti dengan korban gombalannya yang ratusan di kampus. Yah, meski aku tahu jelas sahabatku ini hanya bakat menggombal, tidak pernah bisa lebih dari itu. Masalahnya, dulu dia tidak pernah bersikap seperti ini padaku!
"Papa mengeri gejolak muda kalian, tapi sepantasnya kalian melakukan hal yang seperti itu kalau sudah resmi menikah. Sebaiknya kita percepat saja pernikahan mereka, Danu."
"Iya, Pa, kami tahu. Tapi mau gimana lagi? Udah kejadian juga."
What? Sakit jiwa! Sumpah ini orang udah nggak waras kali ya? Bisa-bisanya Jeje mengucapkan hal seperti itu dengan tampang malu-malunya!Ih, rasanya pengen jambak rambut Jeje, injek kakinya sekuat tenaga! Sebel! Kesel! Dongkol!
Tiba-tiba suara tawa tertahan terdengar berasal tak jauh dariku. Saat andanganku mengarah pada asal suara itu sudah dapat kutebak Cicit si menyebalkan sudah terkikik memegangi perutnya. Sementara para sahabatku dan suami mereka menatapku dan Jeje dengan tatapan yang tidak dapat kuartikan untuk saat ini.
Kupelototi Citra yang masih tertawa diantara suasana canggung yang menurutku mencekam saat ini. Kedua orangtuaku dan orangtua Jeje sedang mendiskusikan sesuatu sejak beberapa waktu lallu, meski kami masih di beranda dengan posisi tidak bergerak sejak tadi.
"Baiklah kalau begitu, pernikahan kalian akan dilaksanakan 2 bulan dari sekarang. Ayah rasa itu cukup untuk mempersiapkan semuanya."
Nafasku hilang mendengar putusan yang diucapkan Ayah dengan ringannya.
"Tu-tunggu, Yah! Nggak bisa gitu, Meta kan belum bilang mau nerima lamaran Jeje!" seruku panik.
Tanpa sadar ucapanku menarik perhatian Mama dan Papa sepenuhnya. Mereka menatapku dengan tatapan kecewa.
"Terus mau kamu gimana sih, Ta? Udah jelas tadi kita lihat kalian dalam posisi yang nggak seharusnya. Apalagi kamu yang-astagfirullah, Ayah malu, Meta, malu! Kamu itu anak gadis tapi kok kelakuannya kayak gitu?!"
"Tapi, Yah. Ini nggak seperti yang kalian lihat. Aku sama Jeje nggak-" kulirik Jeje yang memasang wajah santainya, membuat emosiku tersulut hingga lupa dengan pengendalian diri. Kuinjak kakinya sekuat tenaga, tidak peduli Mama dan Papa yang akan menganggapku bagaimana. Habis anaknya ini kok bisa nggak punya hati sih?! Udah tau aku lagi kelabakan karena presepsi mereka yang salah, dia malah asik-asik pasang tampang sok ganteng dan nyengir-nyengir gaje! Astaga, ingatkan aku untuk menjambak rambutnya nanti. Kurasa dengan begitu otaknya mungkin bisa bekerja seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Crazy [END]
Romance[Cerita ketiga yang Saki buat di Wattpad, tahun 2014, masih sangat belajar waktu itu. Maka dari itu maaf kalau alay dan gaje. Manusia hidup nggak langsung dewasa, kan?] ??? Meta itu sudah kenal Jeje sejak anak itu masih ingusan. Meta itu kenal Jeje...