01

3.8K 179 9
                                    

Kesedihan diciptakan bukan untuk dipelihara dan dihayati, tetapi kesedihan diciptakan untuk melengkapi kebahagiaan.
***
Arabelle melangkahkan kakinya memasuki sebuah caffe kecil dipinggir persimpangan rumahnya.caffe ini adalah tempat favoritenya untuk menghabiskan waktu setelah kamarnya.

Dengan gaun putih lengan panjang dengan panjang gaun hingga mata kaki, rambut sepinggul yang dia ikat kesampimg dan hiasan bunga melati yang berbentuk bendo bertengger indah dikepalanya. Menandakan kalau dia belum bisa lepas dari bayangan masa lalunya.

Ting

Lonceng yang terdapat dipintu caffe berbunyi, matanya mengedarkan pandangannya kepenjuru caffe mencari tempat yang masih kosong. Jangan harap dia memiliki bangku khusus di caffe ini, karena kenyataannya hampir 3 tahun dia berlalu lalang disini dia sama sekali tidak pernah memiliki patokan dimana dia harus duduk. Baginya duduk dimanapun tidak masalah yang penting tidak ada yang mengganggu ketenangganya.

Setelah mendudukkan bokongnya dikursi, dia langsung memesan secangkir teh dengan berapa jenis makanan ringan khas caffe itu.

Menunggu pesanannya Arabelle mengeluarkan secarik foto dari tas selempang miliknya, ia menatap foto yang dimana ada gambar dirinya dan Jason mantannya.

Sudah tiga tahun Jason pergi meninggalkannya, sudah tiga tahun pulak dia belum bisa merelakan kepergian Jason. Dia begitu mencintai pria berkulit sawo matang itu. Jason dengan senyum berlesung pipitnya dan matanya yang biru benar-benar mampu membuat Arabelle begitu mengaguminya.

"Apa saya bisa duduk disini?" Arabelle memasukkan kembali selembar foto yang tadi kedalam tasnya. Matanya menyipit tidak suka melihar sosok pria itu sudah duduk didepannya dengan senyum menyebalkan.

"Kau tidak perlu bertanya kalau kau sendiri tidak butuh jawabannya." ujar Arabelle ketus, dia membuang pandangannya pada penjuru ruangan caffe untuk berniat mencari meja lain, tapi kesialan masih berada dipihaknya caffe ini penuh.

"Kau terlihat manis dengan muka berengut begitu,"

"Diamlah, mulutmu itu mengganggu ketenanganku."

"Aku hanya mengatakan fakta,"

"Tapi aku tidak butuh mendengar FAKTA yang kau ucapkan." Arabelle menatap jengkel pria berambut kriting sebahu itu, hidungnya kembang kempis menahan amarah yang sudah siap dia tumpahkan. "Diam dan nikmati pesanannmu tanpa harus menggangguku," ujar Arabelle sengit ketika pesanannya dan pria itu sudah berada didepan mereka.

Setelah Arabelle mengucapkan itu, suasana hening menghampiri mereka. Pria tadi sibuk dengan ponselnya dan Arabelle sendiri sibuk menikmati secangkir teh yang dia pesan.

"Apa kau baru saja berduka?" Arabelle mendongak melihat pria tadi menaruh ponselnya diatas meja dan saat ini mata biru itu kembali menatapnya."Apa kau baru saja kehilangan?" tanya pria itu lagi.

Arabelle menghembuskan nafasnya gusar. "Jadi begini, aku mengizinkanmu duduk disini bukan berarti kau bisa menanyakan apapun kepadaku." ujar Arabelle.

Pria tadi tersenyum dan menyandarkan punggungnya dibangku dengan kedua tangan bertengger dibelakang kepalanya.

Senyum itu membuat hati Arabelle menghangat, senyum dan lesung pipit itu mengingatkannya kepada seseorang yang masih setia mengisi rorong hatinya.

"Jack,"

"Heum?"

"Namaku Jack," ujar pria itu lagi. "Kalau kau mau mengumpat atau bahkan mengagumiku kau bisa menyerukan namaku 'Jack'" ujar pria bernama Jack itu.

"Namamu tidak penting bagiku," sengit Raina.

Jack tertawa dan berdiri, "Jangan terlalu larut dalam kesedihan disaat kebahagian sudah menantimu." ujar Jack mengacak rambut Arabelle. "Bye nona pemarah," ujarnya dan berlalu pergi meninggalkan Arabelle yang terdiam menatap kearah luar caffe dimana terlihat Jack berjalan dengan santai dan sesekali mengga gadis yang berlalu lalang.

Senyun dan lesung pipit itu membuat Arabelle merasa damai dan tenang.

Jack, lirihnya membatin dan merapikan rambutnya yang berantakan akibat ulah Jack tadi.

Setelah merasa waktu semakin sore, Arabelle memutuskan untuk pulang. Dia takut keluarganya akan mengkhawatirkannya.

"bilnya sudah dibayar nona," ujar wanita berambut pendek sebahu itu ketika Arabelle ingin membayar tagihan pesananya.

"siapa yang bayar?"

"Tuan yang duduk bersama nona tadi," ujar wanita itu menjawab pertanyaan Arabelle dengan nada ramah.

Arabelle mengangguk dan mengucapkan  terimakasih sebelum beranjak pergi untuk pulang dan menikmati hidangan makan malam yang  sudah menanti dirumahnya.

#tbc

#thxlove 😍😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Arabelle RaimondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang