28

13.5K 343 2
                                    

Ardita duduk dikursi paling depan, dia mengutak atik ponselnya. Pandangan nya tidak jelas tertuju kemana, ada pikiran yang terlintas di otaknya.

Didepan pintu kelasnya, Arnold sudah berdiri memandang Ardita.

"Ngelamun mulu" Ardita menoleh lalu tersenyum paksa "Kemaren udah beli sepedanya?" Tanyanya sambil berjalan. Arnold hanya mengangguk

"Kemaren gue ketemu Bagas" Ardita mengangguk "Terus? Bukannya dia temen smp kan?" Arnold menyilangkan dua tangannya "Iya si, cuma ya dia nyuruh gue buat balik lagi ke motor"

Ardita menghela napasnya "Yaudah ikutin aja selagi ga negatif,tapi inget jangan ngerokok" Arnold mencubit pipi Ardita "Bawel dasar" Ardita mengaduh kesakitan, sedangkan Arnold menjauh seolah menyelamatkan diri.

Arnold memang tipikal terbuka, selalu cerita mengenai kejadian yang dia lewati. Kadang ada yang ingin dia tutupi, namun tetap saja sulit.

<<<>>>

"Arnold ada yang invite lo" Beritahu Maldeo "Siapa yo?" Maldeo memperlihatkan ponsel Arnold "Asha Saviar" Arnold mengangguk "Acc aja"

Maldeo hanya menaikan sebelah alisnya, dia hanya mengikuti perintah Arnold.

Arnold berpikir mungkin Asha hanya ingin berkomunikasi lagi dengan Arnold, karna hubungan mereka semakin renggang.

Maldeo berjalan sambil memberikan ponsel "Nih, Asha nge ping elo" Arnold antusias menoleh ke arah Maldeo "Santai aja kali, kaya kucing dikasih ikan aja" Sindir Maldeo

Entah kenapa, jantung nya lebih berdegup cepat mendengarnya.

Arnold membalas setiap chat Asha, memang isinya hanya menanyakan kabar dan jadwal mereka sering berkumpul. Tapi tidak ada yang mustahil ketika 2 orang bersahabat berlawan jenis tidak menyimpan rasa lebih.

Waktu berjalan semestinya, Arnold bersiap pulang padahal waktu masih jauh dari kata pulang.

"Kemana lu?" Arnold terkekeh "Siap-siap balik bos" Maldeo menggelengkan kepalanya "1 jam lagi bego, masih lama" Arnold tertawa sinis "Ribet lo ah"

Dibilang teladan itu jauh untuk Arnold, dia berbanding terbalik dengan Ardita. Jika disandingkan impiannya belajar mereka seperti air dan api. Untung saja Ardita selalu paham dan mampu mengajak Arnold lebih benar walaupun terkadang itu menjadi masalah untuk mereka berdua.

Kring.. Kring

Benar saja persiapan Arnold, hari ini memang pulang cepat.

Arnold masih saja duduk sambil menalikan sepatunya, Ardita sudah berdiri jelas di depannya.

"Cepet kamu" Ardita tertawa "Tadi ada kaka osis yang masuk kelas?" Arnold menyipitkan matanya "Ada. Kenapa?" Ardita memperlihatkan lembaran kertas formulir "Nih gue ikut osis, minggu besok ada tes" Arnold diam.

Sepanjang jalan menuju parkiran dia masih diam.

"Atraa ih, lo bonceng Batu bukan si" Ardita mulai. Protes "Ta, yakin ikut osis?" Ardita menoleh "Yakinlah, loh tuh harusnya seneng kalau gue osis. Gue bisa punya kegiat-" Arnold memotong pembicaraannya "Sibuk. Intinya lo bakal sibuk ta, gue bakal balik sendiri. Dari dulu gue gamau punya pacar osis ta" Ardita menunduk "Kalau lo gasuka bisa berentiin gue disini tra, gue punya kaki buat jalan. Dan gue punya hak buat memilih"

Dear MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang