SATU

44.1K 2.3K 148
                                    

Arta berdiri sambil menumpukan tangannya pada tembok pembatas atas gedung, matanya lurus menatap kebawah seakan sinar amarah dimatanya bisa membakar seisi sekolah.

Benar-benar sialan si murid teladan itu, kenapa dia harus memergokinya sedang minum dan merokok gedung tua yang tak terpakai itu. Dan apa maksudnya melaporkan Arta pada kepala sekolah, yang tak lain dan tak bukan adalah paman Arta sendiri.

Akibatnya Arta dipanggil dan harus menerima nasehat panjang lebar yang dipersembahkan oleh pamannya yang Arta rasa adalah orang paling nyinyir disekolah.

Arta tahu kalau hukuman itu masih terlalu baik untuk nya. Kalau murid lain mungkin sudah di DO atau kena skorsing.

Arta tak takut pada pamannya tapi Arta takut hal ini akan disampaikan pada ibunya. Ibu punya jantung yang lemah dan Arta tak mau ibu sakit karena mendengar kenakalannya.
Meski menurut Arta, ibu pasti tahu betapa nakalnya Arta.

Sayup-sayup Arta mendengar bel penanda jam istirahat berakhir. Satu persatu Arta mendengar suara teman-teman nya yang berlarian melewati tangga, hingga Arta tinggal sendirian.

Arta tersenyum sinis, teman, gumamnya. Hanya hadir disaat senang dan kemana mereka saat kita susah.

Arta sebenarnya juga tak perduli, dia lebih suka sendirian, namun jika ada yang bergabung dan datang padanya, Arta tak pernah menolak atau bersikap sombong.

Arta tahu kalau yang mau mendekatinya hanyalah para murid nakal yang yang tak punya modal banyak, dan nompang bersenang-senang dengannya.

Emangnya siapa sih orang baik-baik yang mau dekat dengannya yang berambut pirang dan memakai anting ditelinganya, belum lagi tato sayap malaikat yang memenuhi punggungnya dan bisa dilihat siapapun jika Arta membuka bajunya.

Pada akhirnya dia Sendirian di atap gedung, Arta menghabiskan minumannya hingga tertidur dan pelajaran hari ini lewat begitu saja baginya.

Arta terbangun saat matahari sudah mulai terbenam. Hingga ketempat mobilnya terparkir, Arta tak melihat satu murid pun yang masih ada disekolah.

Sudah pasti juga kalau si murid pengadu sudah pulang. Biarlah kali ini Tasya lolos, tapi besok Arta takkan memberinya ampun.

Sampai dirumah Arta langsung menemui ibunya yang pasti sedang berada diruang kerjanya, sendirian dan ditemani segelas susu sambil memeriksa dokumen yang tak sempat dikerjakannya dikantor.

Arta masuk dan begitu melihat Arta, ibunya langsung tersenyum.
"Pergi kemana, jam segini baru pulang?" tanya ibunya.

Pertanyaan yang sama setiap harinya, meski Arta pulang dengan jam yang berbeda setiap harinya.

"Main sama teman" jawaban yang sama juga keluar setiap hari dari mulut Arta. Teman yang mana?, tanya batin Arta sendiri.

Arta tahu ibunya sibuk, dari kecil Arta dididik jadi pribadi mandiri, dia sudah biasa ditinggal dirumah ini sendirian dengan bertemankan para pembantu dan baby sister, jika para orang dewasa penghuni rumah pergi.

Arta adalah perwujudan anak malaikat kalau dirumah karena tak mau mengecewakan sang ibu yang membesarkannya sendirian setelah ayahnya meninggal.

Arta tahu ibunya lelah, tapi ibu tetap berjuang hingga empat tahun yang lalu ibunya mendapat serangan jantung dan terpaksa bekerja dirumah.

Dan adik Ayahnya yang tamak, mengantikan peran ibu Arta sebagai bos diperusahaan.
Untunglah Ayah Arta sudah menulis wasiat sebelum meninggal.

Nanti saat Arta berumur dua puluh tahun, semua perusahaan dan Harta mereka akan menjadi miliknya secara sah, meski sekarang ibu nya tetap sebagai pengawas dari semuanya. Arta bangga dengan kepintaran Ayahnya.

PEMUJAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang