by: rdhnurjanah
...
"Don't you remember to this strawberry cake? If you don't, then do you remember me as your bestfriend?"
...
Orang tuaku selalu mengajarkanku agar aku selalu menjadi malaikat bagi orang lain. Setidaknya, walaupun harus aku yang bersimbah darah, selama orang lain merasa bahagia aku harus merasakan hal yang sama juga. Walaupun aku bukan orang yang memiliki banyak harta, setidaknya aku harus memberikan hartaku kepada teman yang sedang sangat membutuhkannya. Intinya, kami harus memberi prioritas yang lebih besar kepada orang lain.
Kakakku selalu mengatakan bahwa kami tidak realistis, mana bisa ada orang di zaman sekarang yang memiliki hati semulia itu. Yah, aku mengerti kenapa dia mengatakan itu, dia hanya ingin melindungi kami. Dia memang terlihat berandal, tapi dia akan selalu menjadi orang pertama yang mengulurkan tangannya jika temannya sedang menderita. Tapi dia berubah saat dia merasa hanya dimanfaatkan oleh temannya. Jadi ia membenci kami yang masih terus berusaha menjadi sesosok malaikat.
"Hei, aku pinjam buku tugasmu, ya?" Seorang anak laki-laki dari kelas lain datang menghampiriku dengan gayanya yang cuek.
"Tugas apa?" suaraku pelan, entah kenapa aku selalu takut jika ada seseorang yang mengobrol denganku.
"Matematika," ia mulai duduk berhadapan denganku. "tenang saja, aku tidak akan sembarangan menyontek, setelah aku menyalinnya aku akan langsung mempelajarinya." Ia memasang senyumnya sambil terus merengek.
"Sebentar." Aku mengambil buku tugasku dari loker, entah kenapa dari tadi aku merasakan Seong Woo yang duduk di belakangku selalu memerhatikanku. Apa ada yang salah dengan penampilanku?
"Aku akan mengembalikannya saat istirahat, oke?" Ia berjalan santai keluar kelas sambil tersenyum kecil.
Aku sudah biasa melakukannya. Teman-teman sering meminta buku tugasku untuk mempelajari tugas yang dirasa kurang dimengerti oleh mereka. Dan aku tidak pernah merasa itu salah dan menggangguku, justru aku merasa menjadi orang yang berguna bagi orang lain.
Tapi walaupun aku memiliki banyak teman, mereka hanya ada di saat-saat akan ujian seperti sekarang ini, tapi untuk hangout? Tidak ada satupun yang mau menemaniku. Wajar menurutku, lagipula mana ada orang yang mau menghabiskan liburan musim panasnya hanya berada di dalam perpustakaan kota? Atau mungkin duduk di kafe hanya untuk menikmati buku yang baru dibelinya.
Aku yang aneh. Bukan mereka.
"Seo Bora," Seong Woo memanggilku dengan nada yang sedikit mencibir. "apa kau yakin bukumu akan kembali dengan selamat?" Nadanya semakin mencibir.
"Ya, aku yakin," walaupun sebenarnya aku menjadi tidak terlalu yakin karena ia mengatakan hal itu. "memangnya kenapa?" aku memang polos, nada bicaraku juga memang aslinya seperti itu.
"Sebentar lagi musim ujian, pasti mereka sedang memikirkan cara untuk menjatuhkanmu." Ia tersenyum, tapi aku tidak suka caranya tersenyum kali ini.
"Tidak mungkin." Aku juga tersenyum dan membalikkan badanku lagi.
"Berani taruhan?" Suaranya terdengar sangat jelas di telingaku. "Besok dia akan datang dan meminta maaf padamu karena bukumu hilang." Ia berbisik dengan suara yang semakin pelan.
Aku tidak menggubrisnya sama sekali. Dia hanya seseorang dengan pikiran yang selalu negatif, aku tidak suka jalan pikirannya yang sangat pendek seperti itu. Aku kembali fokus dengan soal-soal fisika yang sebenarnya sedikit sulit untuk dikerjakan. Sebenarnya aku mulai sedikit memikirkan kalimatnya, bagaimana kalau itu benar terjadi? Tugas itu, kan, harus kukumpulkan besok, apa yang harus kulakukan?
YOU ARE READING
Cake the Series (Wanna One's Fanfiction)
Fanfiction"Terkadang kamu tertipu oleh warna warni yang ditawarkan oleh sebuah kue, kau sampai lupa untuk memikirkan rasanya. Bukahkah itu mirip dengan cinta?" . . "Tidak peduli bagaimanapun rasanya kue itu, selama kau yang membuatnya, rasanya akan selalu sam...