FIRST

330 7 0
                                    

Ceris, Dila, dan aku berjalan memasuki auditorium yang menyediakan enam ratus kursi di dalamnya. Auditorium ini terbagi menjadi tiga sisi, sisi kiri, tengah, dan kanan. Kami memutuskan untuk duduk di sisi kiri baris kelima dari depan. Kebetulan aku menempati kursi yang paling pinggir, dekat dengan jalan. Seorang cowok yang berdiri di bagian jalan antara baris kedua dan ketiga dari depan berjalan menghampiriku.

"Isi bagian dalam dulu," katanya singkat sembari menunjuk kebagian dalam baris kursi, maksudnya agar orang yang masih berdatangan dapat dengan mudah mendapatkan tempat duduk.

Sudah hampir satu jam berlalu, acara Meet and Greet untuk para mahasiswa yang terpilih menjadi pendamping mahasiswa baru selama satu semester ini tak kunjung mulai. Setelah beberapa kali melihat kesekeliling, mataku terhenti pada seseorang yang masih berdiri ditempatnya, mengatur beberapa orang yang masih berdatangan mencari tempat kosong.

"Cer, La, lihat cowok yang berdiri disana deh," kataku sedikit berbisik tidak ingin orang lain mendengar perkataanku selain kami bertiga. Cowok yang kumaksud adalah yang tadi menghampiriku. "Wajahnya mirip pemeran utama salah satu drama favorit kita deh, ia tidak ?"

"Ia benar," respon Ceris. Tapi dia tak terlihat excited seperti diriku.

"Dari samping mirip, dari depan tidak begitu sih," sambung Dila.

Tanpa kusadari, aku mulai memperhatikan dirinya. Matanya begitu mirip dengan pemeran utama itu. Badannya tinggi dan sedikit berisi, tetapi masih terlihat proporsional. Rambut hitamnya yang cukup tebal terlihat sangat pas dengannya. Dia terlihat dewasa, keren dan tidak banyak gaya, mungkin orangnya agak cuek dan dingin. Sampai aku meninggalkan tempat ini, tak pernah kulihat dia memamerkan senyumnya ataupun tertawa karena candaan pembicara di depan.

"Kejadian ini cukup membuat pikiranku agak rumit, meskipun pada akhirnya aku cukup mengerti."

HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang