Bagian 1

55 8 1
                                    

(Backsound; Could It Be; Raisa Andriana)

Yeah!

Ini sudah kesekian kalinya dia tersenyum padaku. Aih, kalau boleh, rasanya aku ingin berteriak di depan umum sambil mengatakan kalau aku begitu menyukainya.

Hei ini wajar, ya, walaupun yang namanya cinta itu tidak pernah bisa membuatku bersikap wajar. Tapi seseorang bernama Raka Adriano telah membuktikan kalau cinta bisa segila ini.

Aku berlari kencang menuju kelasku dan langsung berteriak-teriak macam orang kesurupan. Teman-temanku hendak memanggilkan ustad untuk me-ruqyah-ku, tapi akhirnya aku berhenti sendiri karena rahang yang pegal karena teriak-teriak.

Revi dan Fica menghampiriku. Oh, iya, mereka berdua ini sahabatku, dan apa kalian tahu, salah satu temanku yang biasa dipanggil Fica ini, sebenarnya punya nama yang unik, Pacifica, menurut ceritanya, Mama Fica melahirkannya saat di pesawat, di samudra Pasifik, jadi karena itulah orangtuanya memberinya nama Pacifica. Aku yakin, Mamanya akan memberinya nama Atlantica kalau-kalau dia lahir di samudra Atlantik. Lumayan, Tika.

Sedangkan gadis berkacamata disampingnya--alias Revi--terlahir dengan nama Revita Tanjung Prastiwi. Aku curiga, kalau kedua orangtua mereka bersekongkol dalam memberi nama untuk anaknya. Untung kami bertiga bukan saudara, kalau iya mungkin namaku bukan lagi Gita Adara, tapi Gita Semenanjung Indocina.

"Gita! Lo gila! Kuping gue sampai dengung nih!" cerocos Fica. Ya, walaupun nama mereka terkesan kelaut-lautan, tapi informasi nih ya; mereka itu berisik! Tidak ada tenang tenangnya seperti lautan di nama mereka.

"Kalau lo belum ngerti rasanya jatuh cinta sih." jawabku asal.

"Emang kalau kita udah ngerti rasanya jatuh cinta lo mau apaan?" tanya Revi--yang selalu--sarkas.

"Ya lo pasti tahu lah, rasanya tuh kek ada manis-manisnya gitu."

"Udah, Rev, gak usah diladenin anak ini mah, namanya aja Gita, mendekati gila, huahahahahaha....." sahut Fica.

Revi terkikik sedangkan aku menggerutu mendengar ucapannya. Biarkan saja, toh, mereka juga bakal tahu bagaimana rasanya.

☆☆☆

Stalking stalking stalking. Seperti malam-malam sebelumnya, aku selalu stalking Instagram Raka.

Ahh, dia ini. Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta sedangkan dia selalu menawan? Bayangkan saja, tampan, berwibawa, berjiwa pemimpin, berhati baik, bertubuh atletis, apalagi Raka itu ketua klub KIR*, pasti akan semakin sempurna kalau dia juga menyukaiku. Ahh, indahnya rencana Tuhan.

Pasti Raka juga menyukaiku, bahkan aku berani bersumpah, akan memotong telinga kananku sendiri kalau sampai Raka menolakku. Hey! Aku sudah bilang kan, aku yakin kalau dia juga menyukaiku, lalu apa salahnya?

Lagipula, Vincent Van Gogh saja bisa hidup tanpa telinga kanan.

Dan untuk Raka, tunggu sayang, aku akan menyatakan cintaku padamu.

☆☆☆

Atur napas! Tarik napaaaas, hembuskan.

Tarik napaaaas, hembuskan.

Tarik napaaaas, hembuskan.

Sebentar lagi Rakamu akan datang, Gita. Tenang.

Seseorang melintas tepat di depanku, senyum manisnya dia tebarkan seakan dia tak punya beban dalam hidupnya, dan, ini saatnya.

"RAKA!"

Aku mencegat Raka.

"S-saya, saya suka sama Raka, Raka mau nggak jadi pacar saya?"

Senyum menawan yang selalu mengiringi bibir manisnya itu seketika luntur, tergantikan raut wajah bingung.

"Gita, aku--"

☆☆☆

KIR = Karya Ilmiah Remaja

Cerita kedua author. Mohon sumbangannya (vote)

Sedikit cerita, sebenernya kenapa Gita panggilnya saya-Raka? Karena memang sebelumnya mereka belum pernah bercakap-cakap. Ya, Raka itu emang satu angkatan sama Gita, tapi jarak kelas mereka berdua amat sangat jauh banget (kagak efektif).

Kalau Raka sih emang udah terbiasa ngomong aku-kamu.

Ilusi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang