12. Home Sweet Home

557 96 41
                                    


Pertunjukan berdarah yang disaksikan Benny semalam membuat anak lelaki itu tidak seratus persen yakin bagaimana pendapatnya akan si kembar sinting.

Mereka berdua mengalahkan sekelompok orang dewasa bersenjata. Dengan pisau kecil yang tidak lebih besar dari bolpoin. Benny melihat aksi mereka dari dalam tenda dan meskipun ngilu menyaksikan darah terciprat, Benny diam-diam terkesima.

Benny tidak yakin harus merasa bagaimana terhadap si kembar sinting itu. Takut? Kagum?

Mungkin seharusnya Benny merasa takut.

Tapi, tidak, dia justru diam-diam mulai mengagumi kedua makhluk aneh ini, meskipun Benny tetaplah Benny yang tidak ingin mengakui bahwa dia memandang tinggi seseorang.

"Kenapa wajahmu?"

"Berkelahi?"

"Heheheheheh."

"Heheheheheh."

"Tidak kenapa-kenapa," gerutu Benny. Dia nyaris tanpa sengaja menggaruk lecet di tulang pipinya. Luka itu sudah mulai mengering dan terasa gatal. "Yang lainnya belum datang?"

"Belum."

Setelah dipikir lagi, Benny merasa Stan dan Bark mungkin tidak akan kemari lagi. Keduanya dekat dengan Key dan Benny yakin si anak kolong jembatan yang banyak omong itu sudah bercerita pada Stan dan Bark soal kejadian kemarin. Key akan menambah-nambahi ceritanya supaya terdengar fantastis dan dua anak lainnya akan jadi takut datang ke tempat ini.

Sayang sekali. Benny sebenarnya tidak membenci anak-anak itu. Rasanya malah jadi seperti punya adik kalau ada mereka.

"Mereka tidak bakal datang lagi kurasa," sambung Benny.

"Kenapa?"

"Ya, kenapa?"

Benny mengangkat bahu. "Key melihat kalian membantai orang-orang itu dan pasti dia sudah cerita ke Stan dan Bark. Stan dan Bark itu biasanya percaya pada ceritanya Key."

"Kami tidak membantai siapapun, heheh."

Nate menunjuk bagian dada jaketnya. "Mereka menusuk kami duluan, ingat?"

Keduanya terkekeh pelan.

"Bagaimana caranya dada kalian tidak bolong setelah ditusuk seperti itu?" Benny duduk bersila di rumput dan mengambil makanan untuk dirinya sendiri.

Si kembar menyeringai dan menarik ujung jaket masing-masing.

"Jaket ini tahan peluru," kata Nate.

"Dan tahan api," sambung Chloe.

"Plus, tahan tusukan."

Benny menatap mereka tak percaya. Pada titik ini sebenarnya sukar untuk tidak mempercayai kata-kata si kembar. Mereka sudah menunjukkan bahwa mereka lebih dari mampu melakukan hal-hal di luar nalar.

"Kalian bisa kaya raya kalau menjual jaket itu," kata Benny.

"Tapi sebaiknya tidak. Eheheh."

"Ya, sebaiknya tidak. Heheheheh."

"Kenapa?" tanya Benny.

"Ada banyak pertimbangan."

NaClTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang