Moment IV

10 0 0
                                    

Saturday, April 11th 2014

08.59 pm.

**

"Mama, bisa kita berhenti nanti?"

Menegakan tubuhku kemudian memutar pinggangku 90 derajat, menciptakan suara retakan, dan tubuh yang melemas. Aku menguap dan kembali menyenderkan tubuhku.

Aku, Chloë, dengan Mami dan Mama menggendong Candace satu persatu keluar dari dalam mobil. Tubuhku rasanya remuk setelah menempuh 9 jam perjalanan menuju Amsterdam. Malvin sang supir pun langsung menuju restoran kecil untuk mengistirahatkan dirinya.

Aku sibuk memilih cemilan untuk dirumah Papi nanti. Aku terus menggerutu karena Mami yang terlalu sibuk dengan ponselnya. Kalau aku salah membeli cemilan yang terlalu mahal atau bagaimana biasanya Mami akan marah. Tapi ini tidak. Mami langsung memberikanku dompetnya dan menyuruhku untuk mengantri dikasir.

Dingin! Tubuhku terlonjak dan aku langsung terkesiap dengan tangan besar yang tiba-tiba melingkar diperutku. Aku sudah siap untuk menghadang orang mesum ini dengan tangan kuatku yang sudah terlatih dengan ilmu karate. Dan kemudian aku urungkan niat ekstrim dan memalukan itu.

Dia teraenyum manis dan membuka tangannya lebar-lebar. Menunggu untuk sebuah pelukan. Langsung, aku menghambur dalam pelukannya. Mami berdeham sambil mengangkat ponselnya. Oh, ternyata Mami mencoba untuk bekerja sama dengan suamiku untuk menemuiku, setelah tidak bertemu selama tiga minggu sehari setelah hari pernikahan.

"Apa yang kau lakukan disini? Mereka tidak mencarimu?" Tanyaku, dia membantuku membawa belanjaan cemilanku.

Ia menoleh, "Ke Amsterdam." Katanya pelan, tidak menjawab pertanyaan keduaku. Aku tersenyum, malu dan terpesona.

Dia akhirnya ikut ke Amsterdam dan bergabung dengan kami. Aku yang tadinya duduk dijok penumpang didepan, pindah menjadi di jok penumpang paling belakang bersama dia. Mami yang mengaturnya. Dan Chloë yang duduk didepan sekarang.

Aku merindukannya. Sangat. Bagaimana tidak, dia langsung mendapat panggilan tugas untuk kembali kesatuannya sehari setelah pernikahanku. Kita sama sekali belum apa-apa. Aku menghela nafas panjang mengingat betapa susahnya bersuamikan pria sibuk. Tapi tidak apa-apa, itu membuatku akan terus rindu padanya. Bukan berarti aku tidak bersyukur!

"Aku ingin mendapatkannya nanti, setibanya disana." Ia berbisik, suara serak dan beratnya berdengung ditelingaku. Aku tahu apa yang dia maksud. Bibirku berkedut dan dia mencubit pipiku pelan.

-

Kita sudah sampai di Amsterdam tiga hari yang lalu. Aku dan dia tidak bisa apa-apa karena Chloë tidak ingin berjauhan denganku dan selalu mengikutiku kemanapun aku pergi.

Hari ini sabtu malam, kita semua baru saja pulang dari makan malam bersama kolega Papi. Papi satu mobil dengan Mami dan Mama, sementara aku dengan dia, Chloë dan Candace. Aku tidak sadar, aku ketiduran!

Bunyi nyaring sebuah musik mengusik tidurku. Tertera nama Judy, sekertaris atasanku. Aku melirik kanan dan kiriku. Mobil sudah terparkir manis digarasi dengan mesin masih menyala. Dan aku mendapati dia sedang bermain dengan ponselnya. Dari tadi seperti ini kah?

Ia menoleh dan tersenyum padaku. "Aku sudah menunggu cukup lama untuk kau bangun dan momen ini." Katanya, menatapku dalam.

Aku memegang kepalaku, pening. Dan segera aku mengangkat telfon dari Judy dan aku langsung menjawabnya dengan ketus. Untuk apa dia menelfonku selarut ini hanya untuk menanyakan posisiku. Bodoh.

Dengan mata yang masih sulit terbuka aku mematikan hubungan telfon dan kembali bersender pada jok. Tangannya mengganjal punggungku saat akan kembali tertidur. Aku menegakan tubuhku, memandangnya sebal.

Ia mendekat dan mencium ujung pipiku, menuju rahangku dan beralih ke leher bertubi-tubi. Tangannya sudah ada dipunggungku. Aku terkesiap ketika tangannya secara perlahan bergerak naik turun mengikuti garis tulangku melewati dress malam hitamku. Tubuhku sedikit melengkung dan nafasku pun menderu. Dia tersenyum disela-sela ciuman.

Aku sudah tidak mengantuk lagi. Aku bisa terjaga sampai pagi kalau berada didekatnya seperti ini. Aku melepaskan ciumannya dan berbicara dengan nafas terengah. Bibirnya kembali di leherku. "Kenapa tidak membawaku kekamar? Kenapa tidak membangunkanku?" Kataku pelan. Tanganku menyentuh lengan kekarnya sambil menahan geli yang diciptakan oleh bibirnya.

"Menghindari Chloë.." Katanya setengah tertawa. Aku melepas ciumannya. Turun dari mobil dan mematikan mesin.

Kemudian tubuhku berubah menjadi ringan. Tangan kekarnya memeluk paha dan pundakku. Aku memekik pelan dan megisyaratkan dia untuk jangan berisik kalau tidak ingin membangunkan Chloë didalam.

Ia menggendongku sambil menatapku mesra. Aku gugup dan yang aku lakukan hanya menunduk. Pipiku merona. Setelah 5 tahun berpacaran, hari ini adalah hari dimana aku sangat terpesona dengan pesonanya. "Aku juga ingin mengigit bibir itu, lieve.." Aku mengatupkan bibirku. Sedari tadi sambil memperhatikan wajahnya aku tidak sadar kalau aku mengigit bibir bawahku. Aku tertawa pelan dan menciumnya mesra.

Ia meletakanku diatas ranjang dan hal yang pengantin baru lakukan pun terjadi. Jangan tanya aku bagaimana prosesnya. Dia bercinta denganku dengan cara yang tidak pernah kalian bayangkan. Dia akhirnya memilikiku seutuhnya. Setelah penantian yang lama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What I FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang