Prolog

1K 74 0
                                    

Pintu ruang IGD terbukan dan terlihat seorang pria yang mengenakan jas hitam. Pria tersebut mencoba memeriksa dan memastikan keberadaan seseorang pada petugas medis yang berada di sekitar kerumunan keluarga pasien.
"Sudah ketemu?"
"Tidak ada," kata petugas tersebut.
Pria itu mengembuskan napas panjang saking leganya. Embusan napasnya itu bahkan terdengar jelas seantero ruangan. Saat itu, mendadak tersengar sirene ambulans yang semakin mendekat. Pria itu menoleh lalu meminta petugas medis memastikan, siapakah pasien yang diturunkan dari ambulans.

Di bagian belakang ruang ambulans, tampak seseorang terluka parah yang seakan sedang mengigau. Orang itu berusaha mengatakan sesuatu tapi tak terdengar jelas.
"Seorang perempuan."

Mendengar informasi itu, pria tersebut bergegas mencari jalan untuk menembus kerumunan. Ia melihat seorang wanita yang tak sadarkan siri. Ia mendekati wanita itu sembari berteriak dan menangis karena shock melihat wajah dan keadaan wanita tersebut. Wajah wanita itu terrutupi darah yang mengalir dari kepala.

"Ada apa denganmu? Kenapa sampi melakukan hal seperti ini?!"
Wanita itu tidak menjawab. Darah terus mengalir dari kepalanya, membuat kulit putihnya menjadi bewarna gelap. Pria tersebut menatap si wanita dengan iba, lalu mengelap darh dengan tangannya. Tak sedikit pun ia mengalihkan pandangan, hanya terus memegang erat tubuh wanita tersebut. Beberapa kali tubuh lemah itu bergetar, lalu kelopak matanya terbuka.

"Taeyeon-ah, ternyata kau datang. Taeyeon, aku bisa mendengar suaramu..."
Dengan sekuat tenaga wanita itu berusaha berbicara sembari mengangkat sebelah tangannya. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Taeyeon langsung menggengam tangan sang wanita.

"Aku bahagia. Begitu bahagia, sampai takut kau akan melarikan diri. Bisa melihatmu berada di dekatku seperti ini saja sudah membuatku senang. Terima kasih..."
Air mata Taeyeon menetes.

Dua tahun yang lalu, ia lulus kuliah. Tak lama kemudian, ia bertunangan. Wanita sekarat yang darahnya terus mengalir itu adalah tunangannya, Bae Joo Hyun. Meskipun mereka bertemu dan bertunangan karena kepentingan bisnis keluarganya, mereka bisa memposisikan diri dalam hubungan di mana masing- masing saling mendampingi satu sama lain. Namun kini bagi Joo Hyun, bayangan gelap kematian sudah mendekatinya. Terlihat jelas kalau wanita itu semakin ketakutan.

"Tak ada orang lain yang mencintaimu selain aku, dan itu kembuatku bahagia. Meski dengan terpaksa, kau tetap berada di sampingku. Kalau aku meninggalkanmu seperti ini, kau tidak akan bisa bahagia. Jadi... aku ini istimewa, kan?"

Melihat mulut Joo Hyun yang mengeluarkan darah saat berusaha berbicara, Taeyeon terpaksa menjawab dengan sebuah kebohongan.
"Istimewa. Bagiku kau istimewa."
Taeyeon memaksakan diri mengucapkan kata 'istimewa' untuk kedua kalinya sebagai jawaban. Darah Suzy mengalir semakin tak terkontrol. Sesaat, semyum samar tampak pada wajah Joo Hyun yang terlihat pucat. Setelah menarik napas panjang, Joo Hyun kembali membuka mulutnya.

"Hiduplah tanpa mencitai seseorang...," kata wanita itu.
"Sulit... betul- betul sulit. Aku tidak menyangka kalau mencintai itu ternyata sesulit ini. Kalau aku pergi dengan cara begini, rasanya tak adi bagiku... Aku tidak bisa berada disampingmu dalam waktu yang lama, aku juga tidak bisa mendapatkan cintamu. Cuma akulah... wanita... yang akan mengucapkan apapun sesuai kata hatiku. Maafkan aku. Jangan... katakan... kalau kau mencintaiku... aku pun membenci diriku yang... egois ini."

Di sela-sela ucapan Joo Hyun, darah masih saja keluar dari mulut wanita itu. Namun, ia tak berhenti berbicara sampai akhirnya tak dapat lagi bergerak. Taeyeon mengangguk lemah padanya.

"Aku mengerti. Aku tidak akan mencintai siapapun," ucap Taeyeon.
Joo Hyun yang mengalami pendarahan dikelapa akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sambil menggengam erat tangan Taeyeon. Tak ada lagi ucapan yang bisa didengar dari tubuh yang terkulai lemas itu. Pada akhirnya, jawaban dari penantian panjang Joo Hyun beru terucap setelah wanita itu meninggal dunia. Dengan lemas, Taeyeon meletakkan tangan Joo Hyun di atas ranjanh, lalu menutup mata wanita itu dengan salah satu tangannya.
"Pergilah dengan tenang. Maafkan aku."














***





Bae Joo Hyun, putri tunggal senator Bae Yong Joon dari partai oposisi, sore hari ini mengalami kecelakaan di jalan tol km 88 lajur kelima. Kecelakaan terjadi pada pukul 16.30 KTS. Ia sempat mendapatkan perawatan di ruang IGD, tapi nyawanya tidak dapat tertolong. Bae Joo Hyun merupakan penerus Grup Sin Sung dan juga tunangan Kim Taeyeon. Ia juga seorang pegawai magang yang di tempatkan di Majelis Nasional Republik Korea Selatan. Saksi kecelakaan menyatakan bahwa Bae Joo Hyun dengan sengaja menabrakkan mobilnya. Senator Bae meminta publik untuk tidak berasumsi sendiri tentang penyebab kematian anaknya serta hal- hal lain terkait peristiwa tersebut. Meninggalnya Bae Joo Hyun membuat posisi sebagai penerus Grup Sin Sung pun diserahkan kepada tunangannya, Kim Taeyeon. Upacara pemakaman serta masa kabung untuk putri tunggalnya itu dilakukan selama tiga hari. Selama masa itu, semua agenda senator Bae dibatalkan.




















***

Lima tahun kemudian, di rumah abu.


"Sudah lama, ya?"
Ini pertama kalinya Taeyeon datang ke rumah abu Joo Hyun, setelah wanita itu dikremasi. Taeyeon berdiri di depan rumah abu tersebut. Di dalam lemari kaca tampak foto pertunangan mereka serta sepasang cincin pertunangan yang dipenuhi abu, membuat warnanya terlihat pudar.

"Aku tidak tau kalau waktu bisa membuatnya pudar begini. Bararti aku perlu menyuruh orang membersihkan serta menjaga tempat penuh kenangan ini."

Taeyeon membuka lemari kaca, mengeluarkan sepasang cincin yang terdapat di sana, dan mulai membersihkan debunya. Melihat barang-barang dari masa lalu membuat memori yang semakin lama semakin terlupakan, perlahan muncul kembali.

"Tak kusangka, sudah lima tahun kau pergi. Waktu terasa begitu cepat." Di tempat yang sepi itu, Taeyeon berbicara seorang diri.
"Aku tidak punya orang yang kucintai. Kupikir, karena aku tidak mencintaimu maka aku juga tidak akan bisa mencintai siapapun. Aku merindukan dirimu yang seperti anak kecil. Aku merindukan sosokmu yang tersenyum ceria. Tapi... itu bukan cinta. Saat ini pun aku terus merasa bersalah saat memikirkanmu. Sampai kapanpun, sepertinya aku tidak akan pernah bisa mencintai seseorang. Apa kau puas?"

Selesai membersihkan debu di cincin itu, dengan hati- hati Taeyeon meletakkannya kembali didepan foto pertunangan mereka. Pertanyaannya tadi tenti saja tak akan pernah terjawab. Selama apapun ia menunggu, hanya kekecewaanlah yang akan ia dapatkan. Taeyeon pun beranjak pergi. Namun, tiba- tiba ia berbalik, lalu menyentuh lemari kaca Joo Hyun. Dengan ragu, ia berbicara dengan hati-hati, mengucapkan kalimat terakhir sebelum meninggalkan rumah abu tersebut.

"Sepertinya... aku akan menikah. Mungkin ini berat untukmu, tapi tolong beri aku ucapan selamat."

TBC



Cerita ini adalah coveran dari novel yang berjudul sama. Karena saya tidak ada kontak si author yang sebenarnya untuk meminta izin jadi di sini saya akan meminta izin untuk mengcover cerita ini ala TaeNy.
Semoga kalian suka dengan ceritanya.
Terimakasih.

a new writer.

The Perfect MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang