DUA

73 6 0
                                    

"Na, anterin ini ke rumah Tante Ira, ya." Tanti—Ibu Alana—menyodorkan sebuah tupperware berisi masakan yang ia buat tadi. Tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan antara ibunya dengan ibunya Bian terjalin dengan sangat baik. Bertetangga selama lebih dari sepuluh tahun membuat mereka kerap kali mengirimkan masakan satu sama lain hampir setiap akhir pekan.

Alana berjalan menuju sebuah rumah bercat kuning di sebelah rumahnya. Halaman rumah mereka cukup besar. Dipenuhi dengan aneka pepohonan diantaranya pohon mangga dan pohon jambu. Kali ini Alana hanya memakai celana pendek dan kaos pink polos. Rambutnya pun hanya diikat asal. Pasalnya, Bian sudah terlalu sering melihat Alana dalam keadaan bangun tidur. Pernah sekali Alana benar-benar merapikan penampilannya sebelum datang ke rumah Bian tiga hari setelah keduanya resmi berpacaran. Yang ada, Alana hanya mendapat gelak tawa dan cibiran Bian. "Na, kamu mau ngapain ke rumah aku aja mesti siap-siap? Aku udah sering, kali, liat kamu bahkan belum cuci muka masih ada ilernya." Dan sejak saat itu, Alana tidak pernah lagi memperdulikan penampilannya tiap kali ia pergi ke rumah cowok itu.

"Tante Iraaa!" panggil Alana begitu ia sampai di teras rumah Bian. Terasnya dipenuhi dengan tanaman hias kesukaan Tante Ira. Berbeda dengan teras miliknya. Teras rumahnya kosong hanya berisi kursi dan beberapa patung kesukaan ayahnya.

"Eh, ada Ana! Hari ini mama masak apa, Na?" Ira terseyum manis begitu melihat Alana dengan sebuah tupperware di tangannya.

Cewek itu langsung menyodorkannya dan menjawab. "Tumis tempe sama gurame asam manis." Alana mencuri-curi pandang ke dalam rumah Bian. "Bian nya udah bangun, tan?"

"Kayaknya sih, udah. Masuk aja."

Alana melangkahkan kakinya masuk ke rumah yang sudah sangat familiar baginya. Terlihat seorang perempuan sedang duduk santai di ruang tv sambil memakan serealnya. Abel, adik Bian, menyapa Alana yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. Penasaran dengan apa yang sedang ia tonton.

"Kakak lo udah bangun belom, Bel?" tanya Alana.

"Kayaknya sih udah, tadi sempet dengar suara-suara rusuh di atas." Jawab Abel. Adik Bian itu seumuran dengannya. Karena Bian sebenarnya satu tahun lebih tua dari Alana. Tapi Abel tidak berada di sekolah yang sama dengan Bian dan Alana. Tidak tahu apa alasannya.

"Ya udah gue ke atas ya." Alana menaiki tangga.

Matanya langsung tertuju pada salah satu pintu yang terletak di sebelah kanan tangga. Tampak depannya sudah tidak beraturan akibat stiker yang ditumpuk-tumpuk. Mulai dari stiker Batman—karakter kesukaan Bian waktu kecil—sampai stiker band-band yang ia sering dengarkan sekarang. Alana tidak terlalu hafal namanya dan lagunya karena sejujurnya ia termasuk perempuan yang mainstream. Suka menonton drama korea dan hanya mendengarkan lagu-lagu populer saja.

Belum sempat ia mengetuk pintu, Bian muncul dari kamar mandi dengan rambutnya yang setengah basah. Terlihat habis mandi. Untung saja cowok itu sudah mengenakan baju dan celana di kamar mandi. Kalau tidak, bisa-bisa Alana melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat.

"Kesambet apa hari minggu udah mandi jam segini?" tanya Alana heran sambil melirik jam dinding. Siapa tahu ia salah melihat jam dari tadi. Dan benar, jam masih menunjukan pukul delapan pagi.

Bian mengacak-acak rambutnya. "Gak apa-apa sih, protes aja."

Alana menyipitkan kedua matanya. "Pasti kemarin gak mandi ya?" tebaknya langsung. Ia sudah hafal tabiat Bian. Jika ia mandi di pagi hari saat libur, maka itu artinya ia tidak mandi sehari atau dua hari sebelumnya. Alasannya selalu sama: hemat air.

Yang ditanya hanya nyengir. "Kamu kok udah disini lagi? Pasti nganterin makanan ya? Hari ini Tante Tanti masak apa, Na?"

"Kesukaan kamu, tuh, gurame asam manis."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bitter BrewTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang