Prolog

693 69 21
                                    

Pemakaman hari itu diiringi gerimis. Seolah langit ikut bersedih atas kepergian seseorang. Bintang masih di antara rasa percaya dan tidak percaya. Semua yang terjadi bagi Bintang terasa begitu singkat. Ia tidak sempat menghitung berapa lama kebersamaannya dengan lelaki itu. Seberapa banyak lelaki itu membantunya. Seberapa banyak perasaan lelaki itu untuknya bahkan Bintang belum sempat diberi kesempatan untuk merasakan bahkan membalas perasaan lelaki itu.

Kamu bodoh, karena sudah banyak menghabiskan waktumu untukku.
Kamu bodoh, karena sudah menyelamatkanku.
Kamu bodoh, karena kamu mencintaiku, di saat aku belum bisa mencintaimu sepenuhnya.

Dia bodoh. Bintang selalu mengucap kata tersebut berulang kali. Di saat semua orang berlalu meninggalkannya. Di saat itulah tangis Bintang pecah. Lututnnya yang terasa lemas membuat dirinya berlutut pada tanah.

Pertahanannya roboh. Ia tidak sekuat yang ia kira. Di dalam hati ia berdoa agar seseorang mendekapnya untuk memberi kekuatan. Tidak lama setelah itu Bintang dapat merasakan sebuah lengan mendekapnya.

"Maafkan dia yang meninggalkan mu hari ini. Maafkan aku yang sempat pergi beberapa saat darimu. Dan terakhir, maafkan dirimu dan perasaan mu sendiri. Tidak ada yang menguatkan kamu selain memaafkan dirimu sendiri." Lelaki itu mengeratkan dekapannya.

Seolah menghipnotis, ucapan lelaki itu membuat Bintang mengehentikan isakannya. Ia membalas dekapan itu.

"Maafkan aku. Maafkan dia. Aku mencintaimu," ucap Bintang dalam dekapan lelaki itu.

Dan beribu maaf dariku untukmu, karena di saat ini aku masih mencintainya, bukan kamu yang bahkan merelakan hidupmu, untukku. Beribu maaf dariku, karena perasaan ini tidak pernah berubah. Ucapnya dalam hati pada seseorang yang sudah meninggalkannya hari itu. 

In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang