First Heartbreak

613 70 15
                                    


Cause for the first time I get worried

When I'm lookin' in your eyes

That one day you might leave me

And it keeps me up at night

(First Heartbreak – Tori Kelly)

Bintang terbangun dari tidur ketika mendengar bel pintu masuk apartemennya berbunyi berulang kali. Ia melirik jam yang tertera di layar ponsel. Masih pukul 5 pagi hari. Ia bangkit dengan malas kemudian berjalan dan mendapati seseorang mengenakan pakaian serba hitam dan topi hitam.

Ia terkejut mendapati orang tersebut berdiri di depan pintu apartemennya. Bukan terkejut karena takut, melainkan karena ia tidak mempercayai orang itu mendatanginya setelah satu minggu tidak menemuinya.

"Bas!" teriak Bintang lalu merengkuh badan lelaki itu. Ia melepaskan diri dari Bastian dan mendapati lelaki itu tersenyum. "Kamu kapan pulang? Terus sehari kemarin kenapa gak ada kabar sehari kemarin? Trus..."

Bintang tidak melanjutkan kalimatnya ketika Bastian menangkup wajahnya. "Chill, babe. Kita masuk dulu, ya. Aku haus."

"Kamu memang flight jam berapa dari Inggris?" tanya Bintang setelah membiarkan Bastian minum dan duduk di sebelahnya.

"I have no idea. Yang terpenting sekarang adalah..." Bastian merangkul pinggang Bintang dan menyembunyikan kepalanya di leher Bintang. "I'm here. With you," bisik Bastian.

Saat Bastian merengkuhnya, Bintang merasa tenang. Ketika napas lelaki itu menyentuh lehernya, Bintang merasakan semua perasaan yang menyiksanya selama satu minggu tidak bertemu pun hilang. Bintang tidak percaya hal magis. Namun, apa yang dilakukan Bastian padanya seperti sebuah magis. Dan Bintang menyukainya.

Bintang menyisir rambut Bastian. "I'm glad you here, Bas."

"Hari ini kamu gak ada kelas mengajar, kan?" tanya Bastian yang direspon oleh gelengan kepala.

"Kamu lupa kalau aku udah berhenti mengajar privat karena aku sudah melamar untuk mengajar di All Star School of Performing Arts and Music?"

Bastian menegakan tubuh. "Kamu udah diterima di sana?" tanya Bastian penuh harap. Bintang pernah bercerita bahwa ia ingin memiliki kesempatan untuk mengajar di sekolah musik terbaik di Jakarta tersebut.

Bintang menggeleng dengan wajah dibuat sedih. "Belum. Seharusnya sih ada pemberitahuan tiga hari yang lalu. Tapi aku gak menerima apapun. E-mail maupun telepon."

"Mungkin aku gak lolos," lanjutnya.

Bastian menatapnya tidak percaya. "Tapi kamu kan lulusan UQ. Di sana banyak yang menerima lulusan musik dari luar negri."

Tidak ada yang bisa Bintang jawab selain mengangkat bahunya. Masih dengan wajah sedih, hanya saja bibirnya semakin mengerucut.

Giliran Bastian yang merengkuh tubuh Bintang. "Mungkin belum jodoh kamu di sana." Ia benar-benar tidak tahu bagaimana memberikan ucapan yang menenangkan.

"Sehari ini berarti kamu gak ada kegiatan?"

Bintang kembali menggeleng.

"Sama. Aku juga. Aku temenin kamu seharian, ya?"

"Janji?"

"Janji."

Bintang pun tersenyum.

Memang Bastian tidak bisa memberikan Bintang ucapan yang menenangkan. Namun Bastian memang paling tahu bagaimana membuat perasaan Bintang membaik.

In BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang