Prolog

37 1 4
                                    



Kala itu, semuanya baik-baik saja. Semuanya tersenyum. Hari-harinya terisi dengan berbagai macam senyum bahagia. Dan sekarang semuanya bahagia dengan apa yang Lay raih. Bukankah ini lebih dari sekedar surga ? Serutan senyum yang terurai di sekelilingnya membuat dia semakin bangkit menuju impiannya menjadi seorang Manager. Sejak kecil Lay menginginkan agar dia bisa menjadi Manager yang hebat kelak, maka dari itu banyak sekali dukungan dari orang sekitar sehingga dia tak segan-segan untuk belajar dengan tekun dari berbagai literasi. Namanyapun selalu terngiang di telinga orang-orang karena sikapnya yang sopan santun serta dermawan. Dengan postur tinggi rata-rata lelaki, warna kulit yang begitu putih serta wajah yang bisa dibilang masih telihat baby face membuat sederet wanita tak tahan untuk melirik sejenak seorang Lay. Apalagi jiwa kepemimpinan sudah tergambar sejak dia menjadi kapten basket di timnya dulu.

Tapi siapa sangka seorang Lay menerima ruang terpuruknya disaat yang kurang tepat. Sangat tidak tepat. Saat dimana seharusnya dia menyuarakan kebahagiaannya dengan mengulas senyum lebar di depan khalayak, malah sebaliknya.

Dia, seorang dengan ruang hati yang kosong.

Dia, seorang dengan keterpurukan yang pedih.

Dia, seorang dengan dunia yang hampa.

Perkenalkan ...

Lay Xioverio.

Special "D"Where stories live. Discover now