Garis Takdir

65 16 10
                                    

Bayangan seorang anak lelaki berseragam merah putih terlihat memantul di tembok putih sekolah dasar. Anak itu terus berlari menuju halaman belakang sekolahnya, bahkan sesekali ia terlihat memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri, berjaga-jaga bila saja seseorang yang hendak ia temui, ada di salah satu tempat di sudut sana.

"Alin! Kau kemana saja? Aku dari tadi sibuk mencarimu tau." Akhirnya anak lelaki itu berhasil menemukan tujuannya.

"Aku sedih, sahabatku akan pergi. Pergi meninggalkanku." Dan anak perempuan yang dipanggil Alin itu, masih setia pada posisinya, duduk sambil menekuk lutut di bawah pohon Jambu.

"Maafkan aku, orang tuaku harus pindah keluar kota Lin, dan aku baru saja lulus SD jadi aku tidak dizikan untuk tinggal jauh dari mereka." Anak lelaki itu turut mendudukan dirinya di samping sahabatnya.

"Tapi, kau sudah janji akan terus berada bersamaku Awan," gadis cilik itu mulai menatapi sahabatnya, "Aku harus berteman dengan siapa lagi setelah ini."

"Ayolah Alin, disini masih banyak yang bisa kau ajak berteman. Dan aku tidak mengingkari janji kita, pasti suatu saat kita akan bertemu kembali, aku yakin itu."

"Ya sudah, aku gak sedih lagi kamu pindah ke luar kota, tapi janji, suatu hari nanti kamu bakal kembali dan penuhi janji kita." Alin menyodorkan jari kelingkingnya kehadapan Awan.

"Janji." dan Awan dengan senang hati menyambut jari kelingking Alin, sebagai tanda bahwa janji mereka telah terikat bersamaan dengan terikatnya dua jari kelingking itu.

-
-
-

5 tahun kemudian.

"Liatin apa sih serius banget?" Seorang lelaki berseragam putih abu-abu terlihat menghampiri gadis yang juga menggunakan seragam yang sama.

"Kak Awan?! Apaan sih, ganggu banget deh," gadis itu terlihat kaget karna lamunannya dibuyarkan tiba-tiba.

"Hehehe, Maaf maaf, habisnya kamu serius banget," Awan berucap sembari mengambil alih sebotol air mineral dari tangan adik kelasnya itu, "emang kamu lagi liatin apa deh?"

"Gak ada, serius." Erin --sang Gadis, berusaha menutup-nutupi kekagetannya.

"Yakin, kamu tadi gak lagi merhatiin aku main basket?" Awan mengangkat alis kirinya curiga.

"Idih, pede banget Pak. Udah ah, aku mau kembali ke kelas. Tugas aku nemenin kakak main basket kan udah selesai." Erin hendak beranjak dari kursi yang sedari tadi ia duduki, namun sebelum hal itu sempat terjadi, tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Awan.

"Eh Rin, tunggu dulu. Aku mau ngomong sesuatu."

"Apaan lagi Kak?" Erin tiba-tiba gugup tanpa alasan, namun karna gengsi yang tinggi kegugupan akhirnya tergantikan oleh image sok cueknya.

"Aku mau izin sama kamu. Besok aku harus pulang ke Kota aku, soalnya nenek disana lagi sakit dan mama sama papa aku udah pergi kemarin, jadi sekarang tinggal aku yang ditunggu disana," Awan mencoba menjelaskan semuanya dengan detail.

"Ngapain izin segala coba? Emang aku apanya kakak." Ada sedikit rasa kecewa dihati gadis itu, setelah mendengar penuturan Awan tadi.

"Jadi kamu ngode nih, minta ada apa-apanya sama aku, gitu?"

"Apaan sih, gak jelas." Dan untuk yang kesekian kalinya, sebuah senyuman kembali terbit diwajah cantik Naerin, namun untuk yang kesekian kalinya juga, gengsi masih menempati tempat tertinggi didalam diri gadis itu, sehingga ia lebih memilih untuk beranjak dari kursi dan berjalan menjauh dari Awan.

"Erin, tungguin." Dan sama dengan Erin, Awan juga ikut tersenyum setelah melihat senyuman langka dari sang gadis pujaan hati yang sudah sebulan ini ia dekati.

-
-
-

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Akhirnya Awan sampai juga di Bandara Kota kelahirnya.

"Hai.. Lo Awan kan? Gue Arel, gue disuruh tante Aya buat jemputin lo." Dan bersamaan dengan hal itu, seorang Gadis beriris mata biru datang menghampiri Awan, setelah sebelumnya gadis itu terus-menerus memperhatikan gerak-gerik Awan dari kejauhan.

"Oh iya, gue Awan," balas Awan sambil melepaskan kacamata hitamnya.

"Yaudah, yuk ikutin gue ke parkiran, btw lo bisa nyetir mobil kan?" Arel secara tiba-tiba, langsung melemparkan kunci mobilnya kepada Awan.

Dan Awan segera menangkap kunci itu dengan wajah yang enggak santai, "Wah, ngeremehin ini namanya."

"Hahaha.. Gue kan cuma nanya doang, santai aja kali." Arel masih terus berbicara, bahkan setelah mereka berdua telah berada didalam Mobil.

"Btw, gue baru tau, kalau gue punya sepupu model kayak lo gini." Awan mulai melajukan mobil menuju jalan yang sebelumnya telah di tunjukan oleh Arel.

"Sama, gue juga baru tau tadi. Tapi, katanya tante Aya kita dulu sering main bareng sebelum gue ikut ayah gue ke Belanda."

"Bule toh, pantesan mata lo biru. Terus lo balik kesini sejak kapan?"

"Waktu gue SD, lima tahun yang lalu lah."

"Pas banget, lima tahun yang lalu gue pindah ke Aceh ."

"Jadi, gue datang lo pergi? Lucu banget yah, gak jodoh kita"

"Yoi, coba gue gak pergi waktu itu, pasti sekarang kita udah jadi pasangan sepupu paling populer Se Jakarta," sesekali Awan mengalihkan pandangannya pada Arel, "Secara kan, lo cantik dan gue ganteng."

"Gue sih emang cantik yah, nah lo?"

"Wah penistaan ini, mulai lagi kan," Awan kembali  memasang wajah enggak santainya.

"Hahaha... Lo orangnya asik yah, kita baru ketemu dan kenalan kurang dari sejam, tapi hubungan kita udah kayak orang yang saling kenal bertahun-tahun." Arel tiba-tiba ketawa karna lelucon garing dari Awan.

"Habisnya lo kalau ketawa gitu, cantiknya nambah."

"Halah, ternyata lo emang cowok yah, mulutnya sama aja kayak yang lain," gadis itu hanya bisa memutar bola mata malas.

"Gue serius, lo cantik."

"Iya iya, gue juga serius. Udah ah, nyetir tuh yang bener, ntar nabrak lagi."

"Tenang aja, selama gue yang nyetir semuanya dijamin aman."
"Iyadeh, yang sering jadi sopir pacarnya emang berpengalaman."

"Pacar dari Hongkong."

"Pacar lo orang Hongkong? Woah hebat juga lo."

"Cantik-cantik kok bego, maksudnya itu gue gak punya pacar."

"Ciaa... Jones, untung gue Single bukan Jones," Arel tertawa ringan dengan percakapan tidak berbobot mereka.

"Yang cantik patut diiyain," dan akhirnya Awan hanya bisa menyerah dengan perdebatan mereka, karena sesungguhnya berdebat dengan Arel hanya akan memperpendek umur dan menambah kerutan diwajah tampannya.

Namun dimenit selanjutnya mereka kembali berbicara dengan topik yang berbeda-beda, sebagai upaya pendekatan dan pengusir kecanggungan.

TBC

Blue Rose And DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang