Our first

7 1 0
                                    

Pagi cerah berganti gelap. Angin seketika berhembus membuat pepohonan rindang didepan tempat menimba ilmu ini beriringan melambaikan dahannya mengikuti arah angin berhembus. Kemudian di ikuti dengan rintikan hujan satu-persatu yang membuat ketenangan seisi lapangan yang hening, seketika pecah dengan suara kecil dari tiap-tiap barisan.
"Ih, lo diam dikit kek. Bacot deh. Hujan dikit juga." Ucap Naila kesal menjawab kekesalan yang dilontarkan Rena. "Duh. Udah hujan Nana, masa Pak Ali gak ngerti. kalo sampe besok gue demam, gue santet tu guru, ngeselin amat. Yang bacot itu dia kali. Daritadi amanatnya gak kelar-kelar."
"Yaudah lo gausah pecicilan. Gue paling depan nih. Ntar yang kena marah mah gue bu--" belum lagi selesai menjawab, ada suara keras lantang dari sebuah speaker yang terdengar di telinga setiap orang di lapangan itu. "Kamu! Tau sopan santun tidak?! Kesini kamu." Pak Ali bersuara lantang membentak Naila. "Aduh! Tuh kan lo sih. Tanggung jawab ni." Mereka berdua, saling tolak-menolak untuk mengikuti instruksi. Namun murid lain mendesak Naila untuk maju karena hujan semakin banyak yang jatuh membasahi lapangan tersebut. Mau-tidak mau, Naila harus mengikuti instruksi Pak Ali. Ia lalu maju berdiri menghadap orang yang saat itu menjadi pembina upacara. "Kamu! Anak pintar itu gak cukup kalau tidak tau rasa saling menghormati satu sama lain. Jangan anggap kamu pinter sampai-sampai tidak menghargai orang lain. Seperti ini tidak patut dicontoh anak-anak. Mentang-mentang sudah mau kenaikan kelas, sudah punya rasa angkuh, sama guru pula." Seru Pak Ali marah, seakan berbicara tanpa adanya tanda baca, sambil memegang lengan baju Naila. "I-iya Pak. Maaf. Saya gak maksud gak hormat Pak maaf." Kata Naila dengan suara gemetar. Naila adalah orang yang  suka gugup saat berada di depan orang banyak. Apalagi satu sekolahan melihatnya dan lagi, ada satu-dua orang yang melepaskan huraan pada Naila. Pak Ali lalu memberi instruksi pada Naila untuk kembali ke barisan.
"OK. Anak-anak. Ini saja arahan dari saya. Cuaca juga kurang mendukung. Jadi sekian dan terimakasih atas perhatian kalian." Kata lelaki tua itu. Semua murid menepuk tangan-tepuk tangan menyindir-dan juga lega. "SAJA katanya?" Teriak audrey dari barisan ketiga. Seketika orang-orang sekitarnya memberikan instruksi diam padanya.
Upacara pun berlangsung singkat karena hujan yang turun semakin deras. Lalu murid-murid kembali menuju kelas masing-masing, membawa langkah kaki basah yang membuat tiap kotak lantai di kelas kini kotor seketika.
"Ardi, Dona, Mei, Naila, Yeni, tugas piket hari ini, beresin kelas. Diluar lantai kotor semua." Kata Sena, ketua kelas XI IPA 1. Naila adalah siswa kelas sepuluh jurusan ipa. Ia berada di kelas XI IPA 1 yang terkenal sebagai anak-anak pintar seangkatan mereka, selain kelas XI IPA 3. Persaingan mereka sangat berat di sekolah ini. SMA Pancasila. Sekolah menengah atas yang terkenal dengan prestasi gemilangnya.
Sementara Naila dan kawan-kawannya melaksanakan tugas piketnya, terlihat siswa-siswi yang mendapatkan hukuman di sebuah tempat-lumayan besar beratap- karena keterlambatan mereka. Ia melihat satu persatu ditanyai Bu Wiwi yang punya tugas piket Senin ini. Naila menebak bahwa Bu Wiwi pasti menanyakan apa alasan keterlambatan mereka. Murid-murid yang terlambat lalu distrap di bawah bendera yang ada di tiang bendera kecil. Sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mata Naila tertuju pada Tesa, teman duduknya yang juga sedang mengikuti hukuman. "Dasar kebo. Pasti ni anak tidur malem karna film Korea lagi ni." Ucap Naila dengan nada kecil. Lalu mata Naila bergeser menemukan wajah yang dikaguminya dalam diam, seorang lelaki bertubuh jangkung berdiri dengan penampilan seragam tak lengkap. Seorang lelaki yang selalu tebar pesona pada wanita-wanita di sekolahnya. Sudah wajar kalau dia terlambat. Karena sikap dan kelakuannya serta penampilannya memang tidak mencerminkan anak yang turut akan aturan. Nikko, namanya Nikko. Yang terkenal dengan otak cerdas namun kelakuannya yang berantakan. Ia seperti tidak memanfaatkan kepintarannya semasa hidupnya. Ia seperti tidak menghiraukan anugrah yang diberi dalam otak pikirnya. Ia seperti tidak mempunyai pola pikir untuk memanfaatkan kecerdasannya yang tak dimiliki orang lain. Ia lebih mementingkan wajahnya yang menawan untuk menarik hati perempuan. Ia nakal, namun tidak mempunyai niatan jahat sama sekali bagi orang-orang sekitarnya.
Naila mengaggumi ketampanannya. Entah sejak kapan Naila mempunyai perasaan itu. Dan entah sejak kapan matanya terbelak, tak lepas dari lelaki itu. Tatapan itu terbalas sejak beberapa detik yang lalu, dan ia masih ada dalam lamunannya. Niko lalu mengernyitkan dahinya, memikirkan mengapa Naila menatapnya. Lalu sadarlah Naila dari lamunannya. Ia terkaget dan langsung mengalihkan pandangannya kepada sapu yang ia pegang. "Duh. Mana mungkin. Mana mungkin?! Gaboleh Nay, kata mama belum boleh." Naila spontan mengucapkannya dalam hatinya. "Hoi. Nyapu gak bersih tapi lama banget sih nana jelek." Teriak Rena. "Anjay lu ngeledek?"
"Nggak kok, ngehina doang dikit. Btw gue lihat-lihat daritadi lo merhatiin cecep ya? Ciecie." Tukas Rena sambil mencubit pipi halus Naila.
"Gila kali lu ya, gak lah, lo kira mata gue karatan?"
"Gaboleh gitu. Gitu-gitu dia juga manusia kali." Jawabnya yang tak lama ia lanjutkan lagi "hmm, kalo gitu lo lagi liatin Nikko ya? Hayo jujur."
"Nggak ishhh Rena. Gue lagi liatin si Tesa kali." Jawabnya malu-malu.
"Yaudah. Tapi kok muka lo merah gitu sih?" Tanyanya lagi yang membuat Rena makin malu dan spontan menginjak kaki Rena.

----------------------------------------------

Bel penjang pertanda istirahat berbunyi. Banyak anak-anak yang berlarian keluar setelah Bu Lia keluar meninggalkan kelas. Alasan mereka berlarian keluar dengan kecepatan super adalah karena takut nasi kuning Bu Susi habis. OK, emang cuman nasi kuning buatan Bu Susi yang paling maknyus diantara nasi kuning yang di jual di seluruh kantin sekolah ini.
Naila tetap berada di kelas karena ia membawa tempat makan berisi roti tawar yang dilapisi selai coklat, kesukaannya. Ia melahap habis roti coklat itu tanpa menghiraukan teman-temannya yang meminta cubitan gratis roti tersebut. "Gaboleh. Gue lapar banget." Begitulah kata Naila menolak setiap permintaan teman-temannya.
"ORANG PELIT KUBURANNYA SEMPIT." Teriak Audrey jahat sambil keluar kelas mencari pandangan yang enak dilihat.
"Temannya Naila kan? Kasihin ini buat dia ya. Bilang aja dari Nikko." Audrey heran melihat orang yang didepannya memberikan sekotak Chocolatos yang masih penuh yang ingin ia berikan kepada Naila. "Lo gak salah?" Tanya Audrey bingung. "Kasih aja kali."
"DIH. Dasar lo emang tukang tebar pesona." Teriak Audrey kepada Nikko yang kini berlari ke arah kantin. Tak lama kemudian Ia memberikannya kepada Naila. "Nih Na, buat lo. Dari si Niko." Tak lama terjadi serangan di otak Naila yang menimbulkan berbagai tanda tanya. Memikirkan sesuatu yang aneh. "Udah. Gausah malu-malu sama gue. Emang gitu dianya. Suka tebar pesona. Gue liatin dari tadi waktu gue dihukum bareng dia, lo liatin dia terus yakan? Nah. Itu sebabnya dia tebar pesona sama lo. Dia fikir lo suka sama dia, jadi gampang digebet buat jadi pacar." Cerocos Audrey yang hanya dibalas dengan anggukan kecil Naila. "Emang kenapa lo perhatiin dia terus dari tadi? Jangan bilang lo tertarik sama dia?" Tanya Audrey lanjut. "E-nggak kali ih. Gamungkin. Lo kan tau sendiri gue gapernah suka sama orang." Jawab Naila berbohong, sambil memperbaiki model rambut indahnya agar tak terlihat berbohong.
"Ya kali aja lo kesambet apaan gitu. Soalnya lo kayak orang gak normal sih. Masa gak pernah jatuh cinta. Menurut gue si lo kelewatan deh." Ejek Audrey.
"Serah lo mau ngatain gue apaan. Bodo. Yang penting gue happy!" Jawab Naila kesal dengan ejekan Audrey yang tak habis-habis.

"Eh, ape lo kate? Berarti bener ya lo suka ya sama Nikko?!!!!" Audrey menanyakannya dengan gemas.

"ENGGGAAA! POSESIF AH!" Naila menjawab dengan muka mengejek lalu berbalik belakang meninggalkan Audrey.

----------------------------------------------
Thanks for perhatian kalian ya guys. Jangan lupa di like. Like kalian sangat Berharga serius deh wkwk💕

My InsecuritiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang