Bab 3: Katakan Selamat Tinggal! Kau Sahabatku Kan!

79 6 1
                                    


"Kau masih sibuk?"

Arin tersentak dan meninggalkan buku bacaannya untuk menoleh ke arah belakang di mana orang itu berdiri di ambang pintu kamarnya. "Ehm ... p-pr ku masih belum selesai. Tunggulah di bawah, Woojin."

Orang itu merengut lucu saat ia melirik setelah menghadap bukunya kembali, "Mau dibantu? Aku sudah menyelesaikan semuanya tadi."

"Tidak apa-apa. Aku akan coba sendiri."

"Hei ... kau tau aku jenius, 'kan–"

"Keluarlah!" nadanya meninggi tiba-tiba yang membuat dirinya sendiri juga bingung. Apa yang terjadi denganku? "T-tolong...," kini ia meminta dengan nada memohon tanpa melihat ke belakang.

"Terserah kau," kata Woojin di belakangnya dan ia mendengar pintu tertutup lumayan keras.

Arin tahu Woojin sakit hati dengan teriakannya yang jarang sekali ia gunakan. Tapi ia harus melakukannya atau—atau...

Arin menjatuhkan kepalanya pada tangan yang terlipat di atas meja lalu berkata sebelum memejamkan mata, "Kau ... membuatku bingung."

.

.

.

Bab 3:Katakan Selamat Tinggal! Kau Sahabatku Kan!

.

.

.

Dua Tahun Yang Lalu...

"Aku tidak akan berhasil! Teman sekelasku sudah memberikan cokelat pada seluruh siswa laki-laki," Arin menjatuhkan kepalanya pada meja kantin selama jam istirahat. Ini tanggal 14 Februari, hari yang menurutnya tidak realistis. "Kenapa aku harus memberikan cokelat kesayanganku?" Nah, cokelat dan Arin tidak bisa dipisahkan.

"Kalau kau tidak mau, ya tidak usah," celetuk sahabatnya yang sedari tadi duduk di hadapannya. Woojin sedang mendengarkan musik dengan headphone merah kesayangan orang itu, tidak bosan-bosannya orang itu menyumpal telinga dengan musik-musik keras.

"Itu akan membuatku diejek, Jin!" Arin mengencangkan suaranya agar Woojin mendengar. "Ingat waktu kita SMP? Itu semua karena aku mengikuti saranmu. Kalau aku berbohong, mereka akan mencari tahu dan aku tidak akan punya teman lagi...," Arin mendesah mengingat itu. "Aku tidak ingin masa SMA sama seperti SMP dulu...." Ia bahkan sudah merubah rambut kepangannya dulu menjadi terurai dan betapa terkejutnya ia ketika orang-orang terdekatnya menyukai itu, tapi Woojin tidak berkomentar tentang rambut waktu itu seperti menganggap dirinya biasa saja, tidak terkesan dengan perubahannya seperti yang lain.

Woojin menurunkan headphonenya. "Sini!" tangan Woojin terjulur tiba-tiba dan ia bingung.

"Apa?"

Woojin mendesah, membuat ia yakin kalau dirinya pasti begitu lambat dalam berpikir. Memang apa yang Woojin inginkan? "Cokelatmulah. Mana?"

Arin segera meluruskan punggungnya, "Mau apa? Kau tidak boleh meminta yang ini, Woojin. Ini spesial!" ia mengingatkan lagi.

"Pabo," Woojin langsung merebut cokelat itu dari Arin yang membuahkan protes. "Ini," kata Woojin sambil melambai-lambaikan sebatang cokelat Arin, "Akan aku berikan pada siswa pria yang aku kenal dan mengatakannya darimu." Lalu berpikir, "Tapi kalau orang itu tidak mau bagaimana?"

Arin yang tadi senang dengan gagasan sahabatnya jadi murung lagi, "Ya sudah, untukmu saja."

Woojin terlihat diam sejenak sebelum menjawab, "Baiklah." Lalu Woojin pergi dari hadapannya, berjalan ke pojok kantin dimana terdapat meja berisi kumpulan kakak kelas mereka yang terkenal sangat keren.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Garis Tipis (remake) (Park Woojin  x Arin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang