Haloha.... Saya datang lagi nih! Membawa kisah antara pangeran Changyi dan si Kaisar berdarah dingin.
Ets! Tunggu dulu! Sebelum mulai, saya mau kasih peringatan nih buat temen-temen.
Bahwasanya... Saya melarang keras, bagi siapapun untuk meniru adegan atau kelakuan apapun yang negatif dari sini. Karna semuanya hanya fiktif belaka dan hanya diperbolehkan terjadi di dunia hayal kita. Sekali lagi... 'Don't try this at home!' *Elah.. Sok Inggris gue! 😱*
Langsung aja!
3
2
1
Cekidot!Bulu mata indah Changyi yang mulai bergerak naik turun, menandakan bahwa kesadarannya sudah mulai kembali.
Dengan rasa sakit yang menggerogoti sekujur tubuhnya, Changyi berusaha keras mengumpulkan kesadarannya dan membuka matanya secara perlahan.
Memandang berkeliling, ia hanya mendapati pemandangan asing di sekitarnya. Membuat rasa sakit yang semula tersebar, menjadi terkumpul pada satu titik di sekitar dadanya.
Sekelebat kejadian buruk yang dialami oleh keluarganya, kembali terputar ulang di kepalanya.
"Pangeran Changyi! Anda sudah sadar?! Anda sadar!" seruan bahagia dari seorang gadis, membuyarkan lamunan Changyi.
Changyi berbalik, menatap si pemilik suara tersebut.
"Chang! Cong!" seru Changyi tertahan, menatap dua bersaudari-kembar-yang selalu bersamanya dan melayaninya sejak kecil, berdiri tepat di samping tempat tidurnya dengan raut khawatir.
Sebuah harapan bahwa kehancuran negara dan keluarganya hanya sebuah mimpi buruk, mulai tumbuh di dasar hatinya. Melihat Chang dan Cong yang baik-baik saja.
"Pangeran Changyi... Bagaimana keadaanmu?" tanya Cong pelan, dengan wajah nanar menghampiri Changyi.
"Tempat apa ini? Dimana ibu, kakak Jianheng, kakak Fengying dan... Ayah Raja?" tanya Changyi cepat, tidak menghiraukan pertanyaan pelayan yang sudah seperti saudarinya sendiri itu.
Tidak ada jawaban. Hanya isak tangis keduanya yang terdengar mencekam dalam ruangan yang sangat luas dengan desain indah tersebut.
"Chang... Cong... Tolong... Katakan sesuatu..." Changyi mulai merasa debaran jantungnya tak beraturan, nafasnya tersengal dan fikirannya terasa kacau. "Tolong... Katakan bahwa mereka baik-baik saja... Tolong... Katakan bahwa..."
"Pangeran Changyi!" seorang pemuda bertubuh tinggi yang baru saja muncul, memotong perkataan Changyi dan menghambur ke arahnya. "Bagaimana keadaanmu Pangeran? Apa yang kau rasakan saat ini?" tanyanya tidak kalah cemas dengan Chang dan Cong.
"Chang! Cepat pergi dan hangatkan obat untuk pangeran Changyi. Cong! Segera siapkan bubur Hangat untuk pangeran!" perintah pemuda yang juga adalah pelayannya sejak kecil itu.
Chang, Cong dan zhaoyang adalah pelayan sekaligus teman bermain yang dihadiahkan oleh kedua orang tua Changyi saat masih berusia 4 tahun. Kala itu, Changyi mengeluh kesepian karna kakak-kakaknya selalu sibuk dan tidak punya waktu untuk menemaninya.
Sejak kecil, Changyi sangat mudah sakit dan punya tubuh yang lemah. Raja Yongsheng dan Permaisurinya sangat menyayangi dan memanjakan Changyi. Hingga mereka bahkan tidak mengizinkan putranya itu melakukan hal-hal yang berat seperti kedua kakaknya. Tidak ada pelajaran bertarung dan tidak ada latihan perang. Changyi hanya diberi kasih sayang melimpah dan perhatian penuh, agar kondisi tubuhnya tetap terjaga.
Ketiga pelayan itu dipilih untuk menjaga dan menemani Changyi. Perbedaan usia mereka tidak terlampau jauh, agar mereka bisa bergaul dengan baik.
"Zhaoyang! Dimana ayah Raja? Aku ingin bertemu dengannya." tanya Changyi lagi, kali ini mencengkeram kuat tangan Zhaoyang dengan posisi terduduk di ranjangnya dengan tubuh gemetar.
Chang dan Cong sudah tidak lagi di ruangan itu dan telah pergi untuk melaksanakan tugas mereka.
"Hamba minta maaf pangeran." Zhaoyang menunduk dalam. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa saat Raja Yongsheng mengakhiri hidupnya sendiri dalam perjalanan menuju ke kerajaan ini. Tepat saat anda jatuh sakit dan tidak sadarkan diri, Yang mulia Raja Yongsheng menggigit lidahnya sendiri untuk mengakhiri... hidupnya."
Changyi terpaku sesaat, mencerna setiap kata dari penuturan pemuda yang duduk menunduk tepat di sampingnya.
Ternyata semua kejadian buruk itu benar-benar terjadi dan bukanlah sebuah mimpi.
Changyi menyembunyikan wajahnya pada kedua telapak tangannya yang tampak dibalut perban. Mencoba meredam tangis pilu, yang saat ini menghancurkan hatinya. Pertama kali dalam hidupnya, ia merasakan kesedihan sedalam ini. Ia merasa dirinya adalah lelaki tidak berguna yang tidak mampu melakukan apapun saat kerajaannya di serang dan keluarganya dibantai tepat di hadapan matanya.
"Lalu... Bagaimana dengan kakak Fengying?" tanya Changyi beberapa saat, setelah ia mampu untuk sedikit mengendalikan emosinya.
"Sebaiknya pangeran makan terlebih dahulu, anda pasti merasa sangat lemas karna sudah tidak makan selama lima hari dan tidak sadarkan diri." Cong yang baru saja kembali, meletakkan sebuah meja kecil-dengan semangkuk bubur hangat dan beberapa sayuran-tepat di hadapan Changyi.
"Aku tidak ingin makan apapun." gumam Changyi, sedikit mendorong meja kecil yang saat ini berada diantara kakinya.
"Kalau begitu minum obatnya saja pangeran. Tabib bilang tidak apa-apa meski anda tidak makan apapun asal anda mau minum obat, penyakit sesak nafas anda tidak akan kambuh." kali ini Chang menyodorkan semangkuk cairan berwarna kehijauan berbau tajam untuk Changyi.
"Bagaimana kalian bertiga bisa ada bersamaku saat ini? Bukankah mereka menangkap kalian waktu itu?" tidak menghiraukan obatnya, Changyi menatap ketiga pelayannya bergantian dengan tatapan kosong yang dipenuhi rasa sakit.
Betapa kurus dan lemahnya tubuh pangeran mereka saat ini. Bahkan Chang yakin bahwa untuk berdiri saja akan sulit untuk pangerannya itu. Kulitnya yang putih, kini terlihat semakin pucat, bibirnya yang saat ini pecah-pecah, bahkan tidak kemerahan lagi seperti biasanya.
"Kaisar Xianfeng membawa kami kemari untuk melayani anda. Hanya kami yang sangat mengetahui kondisi dan keadaan pangeran. Kami rela mengabdi padanya dan kerajaan Tang asal bisa tetap berada di sisi anda dan menjaga anda, pangeran." jelas Chang dengan pipi yang telah basah.
"Ahh... Begitukah?" gumam Changyi pelan, sedikit merasa lega karna ketiga sahabat sejak kecilnya tidak dibantai oleh sang pemilik mata kejam dan penuh dendam itu.
Mengingat ia-yang menyebutkan namanya saja Changyi tak berani-membuat tubuh Changyi meremang dalam ketakutan. Bagaimana jika... 'laki-laki itu juga merenggut nyawa satu-satunya keluarganya yang tertinggal?'
"Bagaimana kondisi kakak Fengying?! Apa yang terjadi padanya?! Apakah dia baik-baik saja?!" tandas Changyi mulai kembali panik. Tubuh yang semula sangat sulit digerakkannya, tiba-tiba memiliki kekuatan untuk menggoyangkan bahu Zhaoyang. Menuntut pemuda itu agar segera menjawab pertanyaannya.
"Pangeran Fengying... "
"Dia masih baik-baik saja! Setidaknya, kepalanya masih belum terpisah dari lehernya!"
Suara muram yang memotong ucapan Zhaoyang, membuat Changyi gemetar hebat. Ketika kepalanya bergerak sendiri untuk melihat si pemilik suara yang baru saja masuk ke dalam kamarnya dengan jubah kuning berukiran naga, mata mereka bertumbukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Changyi
Historical FictionBercerita tentang Changyi, pangeran ketiga dari kerajaan Shu yang harus rela menjadi selir dari Kaisar Xianfeng yang terkenal berdarah dingin dan telah membantai hampir seluruh anggota keluarganya. "BALAS DENDAM!" itu motif awal dan tujuan pemuasan...