Bismillahirrohmanirrohim

62 1 0
                                    

Langit ketika itu tidak mendukung sama sekali untuk berpergian. Hujan sedang melanda di satu sudut Taman Kota sejak 30 menitan yang lalu. Ada seorang perempuan teringat Sapardi Djoko Damono di Hujan bulan Juni. Ia teringat bait yang melegenda itu "Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Di rahasiakannya rintik rindunya kepada bunga itu"

Ia tersenyum geli. Sungguh perumpamaan yang memaksa, sebab sekarang bulan Agustus. Bukan bulan Juni.

Ia tengah duduk di Warung Up Normal yang terletak di sudut Taman Kota dengan latte dan sebuah Laptop di atas meja coklat. Baru saja ia menuntaskan satu paragraf yang menurutnya sangat buruk! "Langit ketika itu tidak mendukung sama sekali untuk berpergian. Hujan sedang melanda di satu sudut Taman Kota sejak 30 menitan yang lalu. Ada seorang perempuan teringat Sapardi Djoko Damono di 'Hujan bulan Juni'. Ia teringat kalimat pembuka yang melegenda 'Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Di rahasiakannya rintik rindunya kepada bunga itu'

Tentu di luar sedang hujan ramai. Ia menoleh ke sekitar, barangkali siang ini pengunjung bertambah banyak. Dan rupanya masih sama saat 30 menit yang lalu saat ia memilih menepi di Warung Up Normal. Tumben, katanya dalam hati sembari tersenyum. Tidak biasanya tempat ini sepi pengunjung. Mungkin hujan, katanya lagi dalam hati. "Terkadang hujan bukan pembawa rezki,"

Padahal, pagi pukul 08 ia berangkat masih dalam cuaca cerah. Ia pergi untuk membeli beberapa buku Murakami di Periplus. Lalu mampir sejenak ke Gramed, melihat etalase di TOP-10, tertarik dan mengantongi Dear Nathan (pada awalnya ia tidak tahu mengenai buku itu. Ia tertarik karena mega best seller dan mau di jadikan Film). Di Gramed itu ia menengok ke arah jendela, langit mulai memekat.

Aku ramal, pasti hujan, Dilan mungkin akan berkata begitu. Maka ia segera ke Parkiran dan memacu si Brio merah-bersinggah ke Warung Up Normal untuk sekedar berlindung dari guyuran hujan Agustus yang basah, sehingga ia duduk di sini dengan latte dan sebuah Laptop.

Ia lalu mengeluarkan Dear Nathan dalam bag coklat yang baru saja ia beli. tapi ia hanya sekedar melihat. Tepatnya mungkin menganalisa bagian cover dan blurb. Oh, ya? responnya ketika selesai membaca bagian Blurb. Maka ia berselancar di GR. setelahnya ia membathin, berlebihan.

Ia menghirup nafas panjang, dan meletakan kembali Dear Nathan ke dalam Bag coklat.

Ia kemudian mulai menulis.

*

Di awali dengan ciri-ciri dari seorang Anna: dia seorang gadis 17 yang cantik, keturunan Sunda-Belanda, rambutnya berwarna pirang, dan mempunyai lesung pipit sebelah kiri. Dan yang paling penting dia suka menulis. Ada yang bilang Anna adalah seorang perempuan yang hanya bisa di temui di dunia fiksi. Tapi kenyataanya hal itu terjadi. Ia membawa GEN fiksi ke dunia nyata.

Baiklah, gadis itu kini sedang duduk di sebuah kedai kopi yang terletak di satu sudut taman kota, dengan latte dan sebuah Laptop di atas meja coklat. Ia baru saja menulis beberapa paragraph di Laptop itu.

Di luar hujan.

Ia menoleh beberapa kali untuk memastikan pengunjung apakah bertambah banyak atau tidak. Ada satu waktu yang membuat Anna memicingkan mata. Ia serius menatap seseorang. Seseorang yang ada di pintu masuk.

Seseorang itu adalah lelaki, Anna taksir mungkin usianya sama dengannya. Yang membuat Anna sampai serius menatap seseorang itu adalah, si lelaki masuk ke kedai kopi dengan pakaian yang basah kuyup. Seolah baru saja habis mandi tapi pakai celana dan baju. Bukan hanya Anna yang serius menatap lelaki itu, tapi mungkin hampir kasat mata pengunjung, juga memperhatikan keberadaan si lelaki.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 18, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Fuck Off!Where stories live. Discover now