What Can I Do For Someone?

379 23 6
                                    


Setelah sepuluh menit menangis dalam pelukan Mario, juga sepuluh menit menetralkan gejolak perasaanku, serta sepuluh menit terdiam, akhirnya aku mulai tenang dan menatap lekat wajah Mario yang terlihat sangat lelah, rambut yang mulai panjang tak beraturan, juga badannya yang jauh lebih kurus sejak terakhir pertemuan kami, lima bulan lalu. 

Sementara Mario menampakkan wajah gelisahnya, peluh mengucur deras melewati pelipisnya, juga helaan nafas yang terasa berat. 

"Kenapa? Apa ada yang kamu sembunyiin dari aku?" tanyaku sangat pelan. 

"Banyak. Banyak yang aku sembunyiin dari kamu." Jawab Mario, kegelisahan terpancar jelas dari sorot matanya. 

"Tapi, aku pengen mulai dari yang paling penting" lanjutnya. 

Perasaan khawatir mulai muncul, kali ini sepertinya Mario sangatlah serius. Mario kemudian mengeluarkan ponselnya, serta earphone yang sudah terpasang dan memberikannya padaku.

 "Buat apa?" tanyaku. 

"Ada yang harus kamu denger" aku lalu memakai earphone tadi, sementara Mario sibuk dengan ponselnya. 

"Kamu siap?" Mario bertanya seolah-olah ini tentang hidup dan matiku. 

Aku hanya mengangguk untuk mengiyakan. 

Samar-samar mulai terdengar suara, seperti seseorang yang sedang menangis. Aku familiar dengan suara ini, pikiranku langsung menerawang terhadap si pemilik tangisan. Alicia! Ini suaranya!



"Ayana, sahabatku. Kalau kamu denger ini, berarti kita udah gak akan ketemu lagi." 

Ini benar suara Alicia, dia baru saja berbicara dengan lembut dalam isakan tangis. 

"Maaf, aku gak bisa berada disamping kamu lagi. Maaf aku gak nepatin janji untuk jadi bridesmaid di pernikahan kamu, maaf malah aku yang ninggalin kamu, maaf untuk semua omongan aku yang mungkin bikin kamu jengkel, marah, bahkan sampai benci.

Alicia masih setia dengan tangisnya. 

"Aku inget, kita selalu ketawa lepas cuman karena dapet foto jelek, kita marahan cuman karena aku gak balikin pensil kamu, kita lari-lari dikejar anjing karena bolos sekolah, kita tukeran orangtua cuman karena ide konyol Kak Dyo yang pengen punya adik yang cantik kayak aku, kita di-bully cuman karena pake sepatu dengan brand dan warna yang sama, indah banget ya?

Tanpa sengaja, cairan bening kurasakan dipipiku. 

"Kamu selalu belain aku sejak dulu, walau aku salah kamu bakal bela aku didepan orang lain, dan marahin kesalahan aku belakangan. Kamu selalu ngebolehin aku jadi thirdwhile antara kamu sama Mario, meski kadang aku liat kamu risih. Kamu selalu jambak rambut Kak Dyo kalau dia mulai rese soal penampilanku. Sementara aku berpikir, apa yang udah aku lakuin buat kamu?" terdengar Acha menghela nafas panjang. 

"Ayana, belakangan aku aneh sendiri kenapa aku suka deg-deg an kalau liat Kak Dyo. Bahkan Kak Dyo selalu memperlakukan kita sama rata, dengan kata lain Kak Dyo menganggapku sebagai adiknya juga. Tapi hatiku menuntut lebih, aku ingin menjadi prioritasnya. Sama halnya Mario yang memprioritaskan kamu, exactly my heart belongs to him. Maaf aku gak pernah jujur, bahkan Kak Dyo sama sekali gak tau kalau aku selama ini memendam perasaan untuknya.

Acha! Disaat seperti inipun kamu masih bisa bercanda. 

"Aku udah tau apa yang bakal aku kasih buat kamu, kalau aku tiada aku ingin kamu yang menjadi pemilik jantungku. Entah kenapa, belakangan ini kematian seperti mengejarku. Terkadang aku melihat bayangan putih yang mucul, entah didalam mimpi atau keseharianku. Bayangan itu seolah mengajakku pergi ke langit, seperti berkata 'ayo ikuti aku! Disana kamu akan lebih nyaman, aku sudah menyiapkan tempat terbaik untukmu' gitu kurang lebih. Sampai akhirnya hari ini, aku benar-benar melihat bayangan itu selalu disampingku. Bahkan aku bisa merasakan kehangatan dan juga sentuhannya.

Dareka no Tameni [COMPLETED]Where stories live. Discover now