Farel membolak balikkan aplikasi di ponselnya. Tidak ada yang berubah dalam hidupnya. Bahkan kehidupannya sekarang lebih buruk dibanding sebelumnya. Tidak ada lagi kendaraan yang dapat ia gunakan kecuali motor matik yang akhir-akhir ini selalu menemaninya kemanapun ia pergi.
Farel membuka aplikasi musik dan memutarkan lagu No More Bad Days dari This Wild Life. Ia tersenyum karena ada satu hal yang akhir-akhir ini menarik perhatiannya. Perempuan yang menolongnya kemarin lusa. Lagu ini benar, dunia ini memiliki cara memilih hari terburuk untuk merobohkan dan menarik seseorang. Tetapi disetiap pintu yang tertutup, terbukalah jendela baru. Ia yakin kalau ia hanya iseng dengan perempuan itu, ia tidak benar-benar menyukainya. Perempuan itu sangat lucu bagi Farel, dan itu membuatnya berterimakasih karena hidupnya masih bisa diselingi oleh kelucuan seperti keadaan tempo hari. Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulutnya membuat dia hanya bisa tertawa geli diatas kasur. Betapa bodohnya saat itu melontarkan pertanyaan mengenai pacar.
"Rel." Farel langsung menengok ke arah sumber suara. Disana terdapat Alfin yang sedang senyum-senyum diambang pintu.
"Mau apaan? Kalo lo minta gua buat bersihin kamar lo, wah gua tolak tuh."
"Sensi banget sih. Siapa juga yang mau nyuruh lo bersihin kamar."
"Ya terus apaan?"
"Dengerin gua dulu." Farel hanya bergeming bersiap mendengarkan perkataan sepupunya lebih lanjut.
"Kita jalan-jalan yuk. Gua traktir!" Alfin mendekati Farel yang sedang bersantai diatas kasur.
"Ye tuyul! Gua pikir apaan." Farel menatap ke langit-langit kamarnya, "Ga ah Yul, males gua."
"Kok Yul?" tanya Alfin bingung.
"Kan tadi gua panggil lo Tuyul."
"Bego! Jangan panggil gua Tuyul ah Rel. Jelek amat."
"Terus apaan?"
***
"Setan! Gua ga bakal panggil lo Tuyul lagi. Tapi setan!" kesal Farel yang langsung melihat kearah luar jendela.
Alfin hanya tertawa melihat raut wajah sepupunya yang kesal bukan main. Saat terakhir berdebat di kamar Farel tadi, Alfin selalu mencoba berbagai macam cara agar sepupunya itu mau ikut pergi bersamanya.
Dan cara yang berhasil Alfin lakukan adalah dengan cara memanggil Rani-- tetangga Alfin dari jendela kamar Farel. Rani adalah perempuan yang sangat fanatik dengan Farel. Saat pertama kali Farel pindah ke rumah Alfin, Rani selalu tersenyum ramah kepada Farel. Namun, Farel selalu menyebut itu adalah senyuman setan. Senyum setan yang dimaksud adalah senyuman maut yang menyeramkan. Setelah beberapa hari Farel berada di Rumah Alfin, Farel selalu dihantui Rani. Seperti misalnya selalu dikirim surat bercap bibir dengan polesan lipstik dibagian nama pengirimnya.
Waktu itu juga Rani berani masuk ke dalam Rumah Alfin dengan alasan ingin mengobrol hal yang penting, ternyata Rani masuk ke dalam kamar Farel dan melihat Farel yang baru saja keluar dari kamar mandi. Hanya menggunakan handuk khas lelaki, Rani tersenyum bangga sedangkan Farel terkejut bukan main. Farel langsung berteriak dan datanglah Alfin yang langsung menarik Rani agar keluar dari kamar Farel. Semenjak kejadian itu, Farel begitu takut bahkan tidak ingin melihat Rani lagi kapan pun dan dimana pun.
"Nyesel gua punya sepupu kayak lo!" Farel selalu mengulang kalimat itu setiap kali Alfin berbuat ulah padanya.
"Rani, Rani. Kenapa ya dia bisa naksir sama lo. Padahal lo itu judes banget jadi cowok!" Alfin tertawa puas karena selalu teringat kejadian dimana Rani yang berada di Kamar Farel dan melihat Farel hanya mengenakan handuk.
"Kalo gua bisa nentuin takdir. Bakal gua biarin dia naksir sama lo! Sepupu setan!" Alfin makin dibuatnya tertawa. Sepupunya itu gampang sekali dibuat kesal. Jadi, tak heran kalau dalam hal memaksa Alfin selalu menang.
Ponsel Farel berdering menandakan ada telepon masuk. Farel langsung mengambil ponselnya di saku celana dan melihat nama Rendy sudah tertera di layar ponselnya.
"Hm?" sapaan pertama dari Farel.
"Apa kabar sob?"
"Seperti biasa. Ga ada yang berubah." jawab Farel cuek.
"Bagus deh. Oh iya, lo dimana?"
"Di mobil, bareng sepupu gua. Kenapa?"
"Wet, boleh dong dikenalin ke gua." terdengar suara kekehan dari sebrang sana. Farel hanya membalas dengan senyum liciknya, "Boleh."
"Wih, mantap. Dapet lampu ijo nih." suara Rendy terdengar bahagia, "Namanya Alfin." ucap Farel kemudian.
"Anjing! Lo pikir gua homo apa?" Farel tertawa dibalik ponselnya. Dia mengerti sepupu yang dimaksud Rendy adalah sepupunya yang perempuan.
"Kenapa homo? Emang kalo kenalan harus mandang homo atau enggak?" tanya Farel dengan nada yang dibuat datar. Seolah polos dan tidak mengerti dengan apa yang maksud temannya.
"Gua kan kepengin kenalan sama sepupu lo yang cewek itu."
"Nama sepupu gua yang cewek itu Viera. Gua ga setuju lo sama dia, ga level bet."
"Sialan lo. Udah pindah kota juga tetep aja sikapnya begini." Farel terkekeh menanggapi ucapan Rendy yang mulai frustasi.
"Udah ya Ren, ga enak banget teleponan sama cowok lama-lama. Jijik." Farel langsung memutuskan telepon dengan sebelah pihak. Memang ini menjadi kebiasan Farel setiap menerima telepon dari orang yang dikiranya tidak terlalu penting dalam perbincangannya dengan orang itu.
"Siapa Rel? Ada nama gua dah " tanya Alfin heran.
"Rendy."
"Gua pikir Rani." ejek Alfin yang langsung menutup mulutnya menahan tawa agar tidak meledak.
"Rani lagi kan lo. Sampe naksir, tau rasa deh lo." Farel bergidik ngeri mengingat kejadian tempo hari
"Kalo jodoh lo ternyata Rani, gimana Rel?" Alfin langsung menatap Farel dengan tatapan serius. Tidak lama kemudian Alfin langsung tertawa, tak kuasa melihat perubahan raut wajah Farel yang ketakutan ketika diberi pertanyaan seperti itu.
"Diem Setan! Nyesel gua punya sepupu kayak lo!"
-----
Fiuh! Udah bikin 3 chapter nih!
Yang baca sekalian vote sama komen dong. Kasih saran juga, soalnya masih baru banget bikin cerita begini.
Semoga sukaak!
-S
YOU ARE READING
Derel (Dera Farel)
Teen Fiction"Jujur, sebenernya gue suka sama lo." Aku Farel. "Tapi gue suka Reon." Jawab Dera sedikit ragu. "Iya, gua tau itu." "Iya." "Yaudah." "Yaudah?" "Gua ga tau harus ngapain. Ga mungkin, gua paksa lo biar suka sama gua. Gua gila?" jelas Farel. "Enggak." ...