1: Siput dan jerapah

65 3 0
                                    

Seorang gadis kecil berwajah polos dengan senyuman yang terangkat sepenuhnya tengah menari di bawah derasnya hujan. kedua tangannya terangkat ke atas lalu dijatuhkannya lagi dengan anggunnya dan kemudian melambai-lambai turun naik searah dengan rintikan hujan yang mengguyurnya hingga basah kuyup. Kedua kelopak matanya menutup membayangkan dirinya terbang dengan mengepakkan sayap dipunggungnya, lalu ia melakukan putaran-putaran layaknya seorang penari balet profesional yang indah nan cantik. Rambutnya tergerai lepas dari ikat rambutnya dan ikut memutar seiring dengan gerak lincah dirinya.

Gelapnya langit malam yang mencekam, petir-petir yang bergemuruh menambah rasa terkejut ditambah was-was takut-takut bila tersambar, dan hujan yang begitu lebatnya menusuk suhu tubuh yang kian waktu kian menurun seakan ikut berduka akan kesedihannya atas kepergian ayah dan kakak yang sangat disayangi gadis itu. Kedua orang yang selalu mengukir kenangan dalam hati dan pikirannya telah pergi ditelan tanah merah yang terkadang longsor dan terdapat pula berbagai hewan-hewan menjijikkan yang pasti akan memakan mayat hingga bersisa tulang. Seraya menatap langit malam yang bergerumul, ia berharap kepada angin yang dengan kerasnya menghembus agar membawanya ke suatu tempat dimana ia dapat bertemu dengan ayahnya dengan keadaan seperti sedia kala.

Dia menyanyi ditengah hati dan pikirannya dipenuhi emosi tak terhingga seolah meluapkan, segala perasaan marahnya, rasa kecewa, dan rasa rindu yang berkecamuk menyatu dalam tarian balet penuh penghayatan.

Tiba-tiba ia merasakan sentuhan dibahunya. Pupil matanya melebar, lalu ia yang ketika itu sedang melakukan loncatan tinggi langsung terjatuh dijalan aspal. Dia sedikit merintih pelan karena lutut kakinya jatuh ke jalan aspal dengan rasa perih yang kian perdetik waktu semakin bertambah.

"Oh, maaf aku mengagetkanmu. Aku kira kamu itu hantu." ucap seorang anak laki-laki yang tadi menggapainya. lalu menelunjurkan lengannya memberi isyarat agar gadis itu menariknya untuk berdiri.

"Lagipula, mana ada hantu berwajah cantik sepertiku." ucapnya lalu membangkitkan dirinya sendiri. Dia menyapu pelan belakang dress hitamnya seolah membersihkan gaun hitamnya yang membeku diterpa angin dan hujan saat dia pertama datang.

"Bukan seperti itu! Kamu memakai gaun hitam panjang dan kakimu itu lepas dari kainnya. Kupikir itu kaki potong bekas kecelakaan kemarin!" ucap anak laki-laki dengan tinggi menjulang bagi seukuran anak berusia 13 tahun bermata biru terang dan wajah ke eropaan dengan histeris.

Gadis itu tertawa terbahak-bahak, "Mana ada yang seperti itu!" ucapnya lalu menarik lengan anak laki-laki itu.

"Namaku Sela, Sela Frederica Val. namamu siapa?" ucap gadis yang kini telah diketahui namanya Sela sembari terus mengajaknya berputar-putar dibawah deras hujan.

"Namaku Lenka, Abelard Lenka Verga." ucapnya masih dengan wajah kakunya. Dari raut wajahnya terlihat bahwa ia kini sedang amat gelisah akan apa yang harus dilakukannya. Namun, tanpa diduga Sela yang kini berada dihadapannya itu menarik kedua ujung bibir Lenka, hingga membentuk suatu senyuman sama seperti dirinya.

"Ayo kita menari!" ucap sela senang lalu menarik kedua pergelangan tangan Lenka dan berlari berputar.

"Ini bukan menari, tetapi berputar-putar. Lepaskan tanganmu, aku tidak suka air!" ucap Lenka sembari mencoba untuk berhenti dan melepaskan genggaman erat dari Sela. Namun sela tak mengindahkan apa yang diucapkan Lenka, ia tetap asik berputar-putar.

Akhirnya Lenkapun menuruti Sela. Dan untuk pertama kalinya Lenka merasakan suatu kesenangan yang benar-benar membuatnya senang bukan hanya tipuan. Ia lalu memperkeras putarannya. Ia tertawa. Dia merasa sangat nyaman dan bebas dari apa yang selama ini mengekangnya erat.

"Haahahahahhh ... Lebih cepat lagi, jangan lambat seperti siput!" ucap Lenka sembari terus menambah kecepatan putarannya. Namun, sela berhenti, ia membalik dan mengejar Lenka.

Last Story At RainbowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang