Bagian 1
Tidak seperti hari-hari sebelumnya, suasana sekolah lebih tenang, para siswa sibuk dengan buku-buku di tangannya, banyak pula yang teriak mengulang-ulang hafalannya. Angin berhembus kencang, kadang pula hening, terlihat pepohonan mulai mengering, sepertinya beberapa bulan kedepan debu akan menebal disiang hari, semoga saja prediksiku keliru. Di ruang kelas siswa terdiri dari 2 angkatan, berisikan 20 orang, ada yang gabungan kelas X dan XII, ada pula kelas XI dan XII. Tanpa disengaja ini juga merupakan upaya meningkatkan rasa persaudaraan senior dan junior, yang awalnya tidak pernah bertutur sapa, akhirnya bias saling mengenal. Kebiasaan ini telah menjadi tradisi sekolah saat ujian berlangsung, sepertinya telah menjadi pertimbangan sejak lama demi menghindari kecurangan dan meminimalisir keributan di dalam kelas yang sewaktu-waktu terjadi. Sebab bukan lagi rahasia jika saja saat ujian bagi yang tanpa persiapan, sering kali mengharapkan jawaban teman dan membuat keributan ketika tes berjalan. Sepekan terakhir ini kertas bergaris yang telah terstempel nama, kelas, mata pelajaran tengah menjadi hal mendebarkan dan tengah di nanti bagi si rajin belajar.
Sebagai siswa yang masih terkategori baru, ku analisa berbagai kebijakan sekolah yang patut dipertahankan. Alhamdulillah, para guru mengajar dengan baik, menjalankan amanahnya dengan semangat, sehingga para siswa pun terlatih disipilin tanpa terus menerus di arahkan. Hasilnya, ujian semester pertamaku kujalani dengan nyaman, beban tiada terasa, belajar dengan semangat, semoga hasilnya tidak jauh dari prediksiku.
Pukul 10 pagi, saat ujian pertama telah diselesaikan, ada jeda istirahat 30 menit, aku berjalan ke ruang kelas di atasku, aku yang terdaftar sebagai siswa kelas X3 paling senang keliling kelas lain. Kali ini kelas yang aku tuju kelas X2, disana siswa lain tengah bercengkrama dengan beberapa senior yang tengah numpang ujian. Langsung nimbrung dengan mereka, maklum saja jika tidak ada tanda warning tidak jadi masalah saling berbaur. Mereka berbicara banyak hal, mulai dari ujian hari itu, hingga diluar dugaanku terdengar nama cowok meski masih samar-samar dan sama sekali sulit kupahami inti pembicaraannya. Beberapa menit dalam ruangan 5X7 meter, berwarna kuning dengan ornament sederhana di cat sesuai keinginan penghuni kelas, ya ciri khas sekolah dimana tiap ruangannya di bebaskan mengubah warna cat sesuai keinginan mereka. Tidak berselang lama teman SMP ku, Ainah saapaan akrabnya memasuki ruang ujiannya, cukup lama juga rasanya aku tidak berbicara banyak dengannya, terlebih mengulas bebebagai perasaan kami di sekolah beberapa bulan belakangan. Mungkin karena dia sibuk dengan teman barunya, begitu pun denganku tengah melakukan pendekatan mengakrabkan diri satu sama lain. Belum banyak yang berubah darinya, seperti ketika SMP dulu, Ainah selalu punya teman dekat didalam kelasnya, dan kali ini dia mengajakku berkenalan dengan sahabat barunya, namanya Suci dan Aini.
Seperti inilah kehidupan di abad 20, era modernisasi kadang kala menjadikan kita sebagai makhluk invidualis, sebenarnya bukan karena kesulitan bergaul tapi lebih pada malas bergaul. Tidak dipungkiri, dalam pergaulan terdapat sekat yang membatasi kita sehingga yang muncul adalah perpaduan kaku dan membuat jarak. Meski seangkatan, parahnya nyaris 5 bulan terakhir aku baru mengetahui jika Aini seangkatan denganku, dan ini adalah hari kenalan pertama kami. Entahlah, saya atau dia yang jarang bergaul selama ini, tapi aku senang berkanalan, menambah teman baru agar tidak kaku.
Lanjut dari pembicaraan senior, Ainah dan temannya nampak akrab menyambung percakapan, lebih tepatnya kabar yang kudapati kali ini ternyata buah bibir siswa beberapa hari belakangan adalah teman sekelasku sendiri, namanya Alif masuk dalam kategori idola baru senior dan teman seangkatanku.
Membahas tentang Alif komentar pertama mengenai dirinya adalah tampan, berpostur tubuh ideal, berkulit putih, bersih dan banyak cewek kalah dengan gaya pakaiannya yang rapi. Aku sendiri pun malu yang acak-acakan, hanya di depan cermin saja sebelum ke seskolah terlihat rapi, maklum lah perjalanan telah mengurangi kerapian, hehe. Jika di pikir-pikir wajar juga sih Alif memiliki banyak fans, karismanya sebagai seorang lelaki terlihat memikat dan punya kelebihan tersendiri dibandingkan yang lain. Singkatnya, selepas ujian semester aku selalu berkunjung ke kelas sebalahku. Letaknya 10 meter dari kelasku, harus menaiki 5 anak tangga untuk sampai ke seberang.
Masih terkategori sekolah yang berpusat di kecamatan, terlihat sederhana, tapi jangan salah banyak dari sisiwanya berprestasi dan tidak kampungan seperti anggapan orang kebanyakan. Sekolah dengan luas 2 hektar, berada di dataran tinggi, dekat dengan tempat pariwisata, suasana nyaman yang asri, dekat dengan pohon pinus, di dalamnya dihuni orang ramah dan baik hati, jauh dari polusi dan tentunya selalu rindu dikunjungi. Di daerahku masih dikatakan sekolah favorit yang menjadi incaran anak SMP di 3 kecamatan terdekat. Meski sebelumnya ke dua kecamatan lainnya masih tergbung menjadi satu, mungkin untukmengoptimalkan otonomi daerah belasan tahun belakgan akhirnya dimekarkan menjadi 2 kecamatan baru. Dikarenakan persaingan masuk SMA lumayan, sering pula banyak yang kecewa saat pengumuman masuk daerah membuat kebijakan baru setelah membangun sekolah SMA di setiap kecamatan. Siswa dalam kecamatan itu tidak diperbolehkan keluar sekolah ke kecamatan lain, selain utnuk menghemat biaya juga untuk memenuhi kuota sekolah baru.
Aku yang berasal dari kecamatan seberang banyak bersyukur masih diperbolehkan bersekolah di SMA ku saat ini. Sekalipun jarak cukup jauh, sudah menjadi kewajiban untu berangkat ke sekolah pukul 6 pagi, bias dibayangkan dinginnya mandi pagi dan angin perjalanan yang kadang kala membuatku kedinginan. Wajar saja jaket menjadi andalan bagi anak sekolah sepertiku, selalu di cari dan dinanti desain-desain barunya. Jika tidak sedang kebut-kebutan normalnya perjalananku untuk sampai ke gerbang sekolah emmakan waktu 30 menit. Saat mengisi bensin premium hingga tangkinya full hanya di pakai 2 hari lebih dan syukur-syukur 3 hari. Meski begitu, orang tuaku tidak pernah mengeluh, sekalipun kondisi ekonomi kami pas-pasan.
YOU ARE READING
Sahabat dan Cinta
Non-FictionIni merupakan kumpulan dari pegalaman baik dari penulis, lingkungan sekitar dan orang-orang di sekelilingnya. Sebagai pengingat sejatinya setiap yang terlewati selalu tersimpan hikmah besar bagi mereka yang ingin mengambilnya. Dikarenakan sebab ter...