PART 12
Haiiiiiiiiiiiiii akhrirnya kelar juga UNnya dan bisa balik lagi sama urusan wattpad. Ini kelanjutan ceritanya buat kalian yang udah mau nungguin kelanjutannya. Semoga kalian suka sama ceritanya yaaaa. Happy Reading!!!
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Nessa POV
Aku bisa merasakan nafas sesak Adams di wajahku. Aku yakin ini bukan yang Adams inginkan. Tapi kenapa cerai? Kenapa dia meminta kami untuk bercerai? Apa salahku? Aku baru saja mencintainya dan sekarang dia sudah memnitaku unutuk menghilangkan perasaan itu. Sungguh sesuatu yang tidak bisa aku terima. Adams melepaskan ciumannya dan kembali menatapku dengan tatapan yang sulit kubaca.
“Aku bakal urus semuanya Nes. Aku bakal ngehubungin pengacara aku sekarang juga.” Kata Adams sabil langsung mengambil handponenya yang tergeletak di atas meja kantor miliknya.
“Tapi aku gak mau cerai sama kamu Adams.” Kataku sambil terus mencoba menghentikan tangisan ini. Tangisan yang benar-benar sulit untuk dihentikan. Tangisan yang sama saat Dhavi meninggalkanku karena harus menikahi Katie.
“Ini yang terbaik buat kita Nessa.”
“Ya tapi kenapa? Salah aku apa?” Adams selalu mencoba untuk menghindari mataku yang ingin membaca apa yang dia rasakan sebenarnya. Ini bukan Adams yang aku kenal. Ini benar-benar bukan Adams.
“Kamu akan tau alesannya nanti Nessa. Percaya sama aku! Kamu pasti akan lebih bahagia pas kita pisah nanti.” kata Adams yang langsung keluar dari ruang kerjanya sambil terus sibuk dengan handponenya tanpa memikirkanku sama sekali. Apa yang harus aku lakukan? Aku mencintainya sekarang.
Tidak ada yang bisa aku lakukan sekarang. Aku hanya bisa terdiam memikirkan nasibku yang harus berpisah dengan Adams. Aku terus bertanya pada diriku sendiri apa yang sebenarnya telah aku lakukan sehingga Adams menceraikanku. Kenapa jalan ini yang dipilih Adams? Apakah tidak bisa dibicarakan terlebih dahulu? Keputusan Adams benar-benar sudah bulat dan tidak ada yang bisa merubah rencananya.
Tepat saat aku baru saja selesai membersihkan diri aku mendapati sebuah map beserta pulpen di atas nakas kamarku dengan Adams. Perasaanku mulai tidak enak. Firasatku mengatakan ada sesuatu yang buruk di dalam map itu. Air mataku tidak dapat kuhindari lagi. Air mata ini mengalir begitu saja tanpa kuminta. Aku terus menarik nafasku agar aku bisa lebih tenang menerimanya. Kubuka map itu dan firasatku benar. Itu surat perceraianku dengan Adams dan sudah tertera tanda tangan Adams di atas nama jelasnya. Nafasku sesak, bulu kudukku merinding dan kepalaku benar-benar terasa berat melihatnya. Aku mengambil handponeku yang berada di dekat map itu dan mendial nomer Adams.
“Halo Adams. Ini maksutnya apa? Kamu bener-bener mau nyeraiin aku?” tanyaku saat Adams baru saja mengangkat telfonnya.
“Iya. Aku serius mau kita cerai Nes. Jadi, tolong kamu tanda tanganin surat itu.” Adams serius? Adams bener-bener mau kita cerai? Aku benar-benar tidak bisa merasakan apapun selain sedih dan menyesal karena telah membuat Adams ingin menceraikanku.