Perjalanan ku dalam menempuh arah yang sudah lama ku putuskan untuk ku nikmati, mempertemukan ku dengan seseorang yang mungkin selamanya akan ku kenang. Seseorang yang telah menempatkan dirinya di lubuk hati yang paling dalam. Seseorang yang telah mengukirkan wajahnya dengan pahat emas di relung hati ini. Seseorang yang pernah memberi makna akan kebersamaan yang menumbuhkan kenyamanan dan kebahagian, meski sesaat namun akan tetap abadi selamanya.
***
Karena merasa lelah dengan semua hal yang kutemui dalam menempuh perjalanan yang panjang nan sepi ini- meski aku tau aku bukanlah satu-satunya orang yang berada di jalur ini, membuat ku tergoda untuk mengistirahatkan raga yang rapuh ini di sebuah taman di tengah kota yang belum lama ini selesai dipercantik. Hampir semua orang yang berada di taman tersebut menikmati malam yang tak terlalu dingin di awal tahun di musim penghujan, juga malam yang tak terlalu panas di tengah pemanasan global yang entah sampai kapan membuat cuaca tak menentu.
Aku duduk menikmati suasana di sekitar, memperhatikan orang-orang yang tengah sibuk dengan kesenangan mereka sendiri; berfoto, mengobrol, menjajakan suaranya untuk mendapatkan uang, bermesraan, dan lain sebagainya. Aku mengeluarkan kotak rokok dari saku celana Jeans biru tua yang sudah lapuk dimakan usia tapi tetap terasa nyaman saat ku kenakan. Namun keinginan ku untuk menyalakan sebatang rokok dialihkan oleh seseorang yang tengah duduk tak jauh dari samping ku. Seseorang yang entah dengan pesona apa mampu membuatku tertarik padanya hanya dengan melihat senyumnya saat memperhatikan layar Handphone-nya. Aku pun berusaha memalingkan pandangan ku saat dia menyadari aku tengah memperhatikannya.
Aku yakin jarak kami tak lebih dari satu meter sehingga aku mampu mecium wangi parfumnya yang membuat ku makin menyadari pesona yang ditimbulkannya dari perpaduan antara kesempurnaan fisik dan aroma tubuhnya. Aku pun merasa tertarik padanya.
Seakan rasa ketertarikanku ini terbalaskan, dia melemparkan senyumannya saat aku kembali memandangnya untuk kedua kali. Aku pun membalas senyumannya seramah yang aku mampu.
Dan aku memberanikan diri untuk mendekati lalu menyapanya.
Seolah bagai kawan lama yang telah saling mengenal satu sama lain, perbincangan pun mengalir begitu saja sesaat setelah kami memperkenalkan satu sama lain dan aku benar-benar merasa kebersamaan ini setara dengan kenyamanan andai saja hanya ada kami berdua di taman itu.
Berlalunya orang-orang dari tempat kami berada menyadarkan kami berdua bahwa malam telah semakin larut dan memaksa kami untuk mengakhiri kebersamaan ini meski sebelumnya kami sepakat untuk kembali kesini di waktu yang sama keesokan harinya. Aku pun mengucapkan salam perpisahan sementara dengan berat hati.
***
Sesuai dengan janji yang telah kami sepakati di hari sebelumnya, aku kembali berada di taman bunga ini keesokan harinya, meski hujan yang turun berkali-kali sempat mengurungkan niat ku untuk mendatangi tempat ini namun keyakinan akan keberadaannya di sana menguatkan tekad ku untuk kembali merasakan kenyamanan yang membuatku mulai merasa merindukannya.
Tanpa kesulitan aku pun langsung mengenali dirinya yang kembali duduk di tempat yang sama mengenakan celana jeans dan sweater rajut hitam.
Anehnya kerinduan itu tak serta merta hilang dari perasaan ku meski aku kini tengah bersamanya, bahkan aku sudah mulai merindukannya saat masih berada di sampingnya.
Perbincangan kami pun berlanjut. Perbincangan yang dimulai dengan menceritakan kisah kami masing-masing, beraalih ke pandangan kami terhadap dunia dan hal-hal yang kami rasa cukup menarik perhatian.
Selebihnya, aku lebih banyak terdiam karena aku suka sekali mendengar dia berbicara. Seringnya, aku tak tau harus berkata apa jadi selalu ku biarkan dia mendominasi perbincangan.
Pandangannya terhadap kehidupan, benar-benar menakjubkan. Aku mungkin sedikit lebih tua dari umurnya, namun aku merasa malu karena terkadang aku hanya lebih memikirkan diriku sendiri dibanding orang-orang di sekitarku. Tapi bertukar pikiran dengannya, menyadarkan ku akan pentingnya menjaga perasaan orang tua yang terkadang aku sepelakan.
Baginya, kebagahagian kedua orang tuanya lebih penting daripada kesenangannya sendiri, berbanding terbalik dengan apa yang aku yakini selama ini.
Dia merupakan sosok pribadi yang menghargai teman-temanya, sedangkan aku hanya sesekali saja menghubungi teman-teman ku terutama disaat aku butuh bantuan mereka.
Terlebih lagi yang membuatku mengaguminya, adalah keteguhannya terhadap apa yang selama ini diyakininya, dia tidak pernah berusaha untuk membalas mereka yang pernah menyakitinya. Aku tau dia mungkin seorang pendamai, tapi bukan itu, hanya saja dia memiliki hati yang bersih.
Keyakinannya terhadap kehidupan di masa depan, menjadikan dirinya seorang pemimpi namun juga pekerja keras. Memiliki cita-cita yang sangat besar untuk menjadi seseorang yang mampu dikenang masa.
Tiba-tiba saja, di tengah perkataannya yang tak sepatah kata pun ku lewatkan, ada keinginan meski pun tak terlalu besar, untuk merengkuhnya ke dalam pelukanku. Betapa aku yakin bahwa dia lah orang yang tepat yang selama ini aku harapkan keberadaaanya dalan hidup ku. Orang yang tepat untuk ku habiskan waktu sampai nanti ajal menjemput. Tapi tidak, aku salah besar, karena dengan segera dia menyadarkan ku bahwa ini hanyalah sebuah mimpi yang pada akhirnya harus berakhir ketika aku terbangun dan membuka mata dan harus kembali ke dunia nyata, tak peduli seberapa indah kebahagian yang aku rasakan saat itu.
Dia berdiri, menjulurkan tangannya, namun masih belum dapat ku mengerti maksudnya.
Tanpa sempat ku jabat tangannya dia segera berlalu, melangkahkan kaki selangkah demi selangkah, tanpa sempat membalikkan badannya untuk memandangku.
Aku masih tak mengerti dengan apa yang baru saja terjadi. Apakah ini sebuah perpisahan, atau hanya selamat tinggal sementara, aku pun tak mengerti. Namun kelak setelah beberapa hari berlalu aku kini menyadari bahwa mungkin, aku tak akan pernah lagi melihatnya di kehiupan ini. Karena tak peduli seberap sering aku mengunjungi tempat ini, seberapa lama aku duduk dan menunggunya dia di sini, di tempat yang sama, di waktu yang sama, aku tak pernah lagi mendapati keberadaanya.
***
Sama halnya dengan orang-orang yang memberimu luka yang patut kau hargai, karena orang-orang seperti itu memberimu sebuah pelajaran. Orang-orang yang sempat memberi mu kebahagiaan, meski itu hanya sesaat, juga pantas mendapatkan ruang di dalam ingatan mu karena mereka telah memberimu sebuah kenangan. Kita, tidak pernah dengan tidak sengaja bertemu dengan seseorang. Apa pun yang sempat mereka tinggalkan, adalah sesuatu yang patut kita syukuri keberaaanya, luka atau pun bahagia, tangis maupun tawa, itu semua hanya akan membuat mu lebih dewasa dalam menjalani kehidupan ini.
Begitu pun dengan dia. Dia yang meski tanpa sengaja ku temui di sebuah taman di pusat kota, dia yang tak pernah ku ketahui nama atau nomor teleponnya, dia yang tak pernah bertanya padaku seperti apa perasaan ini telah dibuatnya, berhak bertahta dalam hati dan ingatanku. Dia tak hanya pernah memberi kebahagiaan meski hanya sesaat, tapi juga sempat menorehkan luka di hati ini, meski kecil dan tak terlalu dalam, tapi aku yakin ini akan ada selamanya disana, bersama kebahagiaan dan kenangan yang sampai kapan pun, abadi, tersimpan rapi dan tak akan ada orang yang mampu menandinginya. Terima kasih untuk luka dan tawa ini, terima kasih untuk pelajaran dan kengangan, terima kasih untuk segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sesaat Namun selamanya
RomancePerkenalan dan perpisahaan, kedatangan dan kepergian, sedih dan tawa, duka dan bahagia adalah siklus yang terkadang harus kita jalani dalam kehiupan di dunia ini. Semua itu bukanlah kesengajaan, selalu ada alasan dalam setiap kejadian. Begit pun den...