7

1.4K 91 8
                                    

Senin ini terasa panas. Amanat yang diberikan sang pembina upacara terasa amat panjang di telinga Desyca. Belum lagi suara bisik - bisik anak - anak disebelahnya yang sedang membicarakan penampilan pembina upacara itu makin membuat kepala Desyca pusing. Rasanya semua terasa berputar - putar dan semakin lama tubuh Desyca pun oleng. Tak ayal, dia pun ambruk mengenai teman sebelahnya. Sontak semua teman sekelas Desyca panik dan berusaha membangunkannya.

"Desyca!! Bangun Des!."

" Des, sadar Des."

"Dirga!!! Woi Sipit! Dia kemana sih? Desyca pingsan tau." ucap Irene, teman Desyca.

"Ren, kok lo panggil Dirga? Dia kan lagi pergi sama Pak Zam." ucap teman Desyca yang lainnya.

"Oh iya, gue lupa." ucap Irene. Tiba - tiba dia melihat sosok pemuda yang sedang mendekati mereka.

"Ada apa? Siapa yang pingsan?." tanya pemuda itu.

"Desyca kak. Tolong bantu saya bawa dia ke UKS." ucap Irene sambil berusaha mengangkat Desyca namun langkahnya dihalangi pemuda itu.

"Biar gue aja, lu cewek gak akan kuat bawa dia. Lu lanjutin aja upacaranya aja, biar gue yang bawa dia. "

"Tapi kan Desyca lebih tinggi dari kakak." Celetuk Irene tanpa menyadari ucapannya barusan bisa berakibat fatal untuknya.

"Gue cowok jadi gue pasti kuat gendong dia." ucapnya sambil menggendong Desyca di punggunya.

"Ooo, kuat ya, kirain gak kuat." komentar Irene.

"Diem lu, junior kampret!." Pemuda itu pun pergi sambil membawa Desyca ke UKS.

Yee, woles dong Bang. Gitu aja marah. Batin Irene.

************************************

Irene sedang menemani Desyca di UKS. Pemuda yang tadi membawa Desyca ke UKS mencarinya di lapangan dan menyuruhnya menemani Desyca yang masih pingsan karena dia sendiri juga sedang ada urusan lainnya. Sebelum pergi dia berpesan padanya untuk berhati - hati jika ada orang bernama Riza Alfian masuk ke UKS.

"Siapa pula itu Riza Alfian. Gue gak kenal. Bodo amat sih, tapi lumayanlah, gak ikut upacara. Senior tadi galak sih, tapi cogan euyy. Kalau gak salah namanya Juna ya?. Yap, betul!. Namanya Juna. Beruntung banget sih lo Des, pingsan ditolong cogan." ucapnya sambil terkikik macam kambing keselek. Yup, Irene memang pecinta sejati cogan. Setiap ada cogan lewat, dia langsung teriak - teriak gaje kayak orang kesurupan. Jika ditanya alasannya, Irene hanya menjawab sedang mengagumi ciptaan tuhan. Dasar sengklek.

"Desyca." sebuah suara membuyarkan lamunan Irene tentang oppa Korea yang dia lihat tadi malam. Dia pun menoleh ke sumber suara tersebut.

Seorang pemuda jangkung bertubuh atletis dengan jaket bomber hijau ditangannya sedang menuju ke arahnya.

"Maaf, kamu siapa ya?. Kok kenal Desyca?. Temannya ya? Namanya siapa?" tanya Irene bingung.

"Gue Genta Rafandra. Pacarnya Desyca." ucap pemuda itu dengan penuh percaya diri.

What the hell?. Desyca itu gak punya pacar, lo siapa sih? Batin Irene.

"Sorry to say, tapi Desyca gak punya pacar. Jangan ngaku - ngaku deh. Kalau gak laku bilang aja, gak usah sok ngaku - ngaku jadi pacarnya Desyca." ucap Irene sewot.

"Maksudnya masih dalam proses. Ini gue bawain bubur buat Desyca. Bilang dari Genta." ucap Genta sambil berlalu pergi dan tak lupa memberikan senyuman termanisnya untuk Desyca.

Irene terkejut.
Irene speechless.
Irene baper.
Irene mabuk.
Irene jadi patung. ( Gak kok👌 )

"Untung cogan. Masih bisa dimaafkan. Tapi, gue lebih suka kalau Desyca sama Kak Juna dibandingkan sama Genta. Gue gak ikhlas, gue gak like. Mending Genta sama gue aja, hehehe." ucapnya. Dasar labil. Tadi sewot sekarang senyum - senyum sendiri macam orgil.

Tanpa diketahui Irene, sedari tadi Genta mendengar ucapannya. Senyum licik pun terbit dari bibirnya. Genta juga orang yang selama ini menguntit Desyca jika dia sedang bersama Dirga. Genta yang tahu bahwa Dirga punya perasaan untuk Desyca. Genta yang berencana mengalahkan Dirga demi mendapatkan Desyca. Genta yang jahat.

Target dua, Juna. Locked. Batinnya penuh kemenangan.

**********************************

Dirga sedang melamun di mobil Pak Zam sambil menatap ke luar jendela. Dia sedang memikirkan Desyca. Seharusnya tadi dia tidak menerima tawaran Pak Zam untuk menemaninya mengikuti seminar guru dan murid hari ini dan seharusnya dia menemani Desyca mengikuti upacara mengingat gadis itu tidak sedang dalam kondisi yang sehat.

"Kau memikirkan apa Dirga?." tanya Pak Zam disampingnya.

"Tidak ada yang saya pikirkan Pak."

"Tidak perlu berbohong pada Bapak. Bapak tahu kau sedang memikirkan Desyca, jangan menyangkalnya. Semua orang juga tahu kalau kau punya perasaan kepada gadis itu. Tapi sayangnya Desyca bukan gadis yang peka, jadi sabar saja." Ucap Pak Zam menasihati Dirga.

"Ya, saya tahu Desyca bukan gadis yang peka. Tapi, menurut Bapak, apa Desyca juga punya perasaan ke saya?."

"Untuk urusan itu Bapak tidak tahu. Cinta adalah anugerah terindah yang dimiliki oleh setiap manusia. Ada yang sanggup menunjukannya, dan ada yang hanya bisa memendamnya dalam hati sepertimu. Cinta itu tidak bisa dipaksakan nak, kalau kau tulus mencintainya maka kau pasti bisa tulus merelakannya juga." ucap Pak Zam panjang lebar.

"Merelakan? Maksudnya merelakan dia bahagia dengan orang lain dan bukan dengan kita. Begitu Pak?."

"Benar Dirga. Cinta pertama memang indah. Tapi tak semua cinta pertama itu berakhir dengan indah. Jadi, jika kau siap mencintai maka kau juga harus siap terluka Dirga. Waktu bisa mengubah segalanya. Termasuk perasaan. Jika kau ditolak cinta pertamamu, maka akan datang cinta yang lain untukmu Dirga."

"Ya Pak." jawab Dirga pendek. Dia sudah tak berminat melihat pemandangan diluar jendela mobil.

Siap terluka juga. Apa Desyca akan menolak cintaku?. Aku bahkan nggak tahu Desyca punya perasaan yang sama untukku atau tidak.

(Kalau ditolak silahkan menghubungi saia. Disini menampung cogan - cogan patah hati. //Plakk//)

***********************************


Juna DesycaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang