07. Unpredictable Meeting

919 59 3
                                    

Brukk..

Suara jatuhnya kamera itu seakan menyadarkanku dari sesuatu. Kamera bergaya retro dengan tali di ujungnya itu seperti benda yang tak asing lagi.

Bodoh!!

Itu kan kameraku, hadiah dari Cyra. Dan kenapa pula kamera itu bisa ada di tangan Jane. Astaga.. !!

"Itu.. Kamera.. Astaghfirullah.." Aku pun memunguti kamera itu tanpa memperdulikan dua orang yang sepertinya sedang... entah sedang apa mereka aku tak peduli karena yang terpenting saat ini adalah menolong kameraku.

"Angel," panggil pria itu memelas.

Dan mulai dari sini, entah kenapa membuatku menjadi penasaran dengan kejadian selanjutnya. Kupanggil pak Ridwan yang sudah selesai meminjamkan dongkrak dan kusuruh beliau segera menyimpan pecahan-pecahan kameraku ke dalam mobil. Sementara pak Ridwan pergi, aku tak berniat menyusulnya. Aku masih ingin berada di sini dan melanjutkan melihat kejadian apa yang akan terjadi terhadap mereka berdua.

Kemudian pria itu menahan lengan Jane yang hendak masuk ke mobil. "Angel, please! We need to talk."

"No, we don't," tolak Jane sembari berusaha melepaskan lengannya dari cengkeraman pria itu.

"Untuk kali ini saja, Angel. Aku mohon."

"No, Alex. Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Keputusanku sudah bulat."

"But, Angel..."

Oh my... Kenapa pria itu terlihat sangat menyedihkan dengan memohon-mohon pada Jane seperti itu.

"We are over. Just let me go."

"No, Angel.. No.."

Pria itu masih keukeuh dengan permohonannya. Oh.. oh.. Sepertinya mulai detik ini aku punya saingan!!

"How can I let you go, even I'm still loving you."

Dan dengan sekejab mata, pria itu sudah berhasil menarik Jane ke dalam pelukannya... ke-dalam-pelukannya!!

Panas... Men... panass...

"Aku masih mencintaimu, Angel."

Katakan, Jane.. Katakan bahwa kamu tidak mencintainya... please, Jane.. selamatkanlah hatiku yang rapuh ini.

"Aku mohon, Alex, lepaskan aku."

"Tidak, sebelum kita bicara."

"Lepas, Alex.. Lepas!!" Jane pun mulai berontak dari kungkungan pria bernama Alex itu.

"Agatha Jane!!!"

Plaakk ..

Astaghfirullah haladziim.. apa yang dilakukan pria itu, kenapa dia menampar Jane?

"Alex.."

Aku bisa melihat mata Jane yang mulai berkaca-kaca dan perlahan air mata mulai jatuh menuruni pipinya.

"Bung, apa kamu sudah gila!"

"Sebaiknya kamu jangan ikut campur!"

"Kamu tengah menyakiti seorang wanita dan kamu melarangku untuk ikut campur?" Kupegangi kerah kemejanya. Semoga saja dengan gertakanku ini, dia takut. "Lepaskan dia!"

"Menyingkir, ini bukan urusanmu!"

Pria ini menepis kedua tanganku lalu menarik Jane agar pergi mengikutinya. Jane berjalan dengan terseok-seok di belakang pria arogan itu.

"Raziq, tolong!" Jane menoleh ke arahku. Dia menatapku dengan penuh pengharapan.

Ayo Raziq, jangan pernah kamu sia-siakan kesempatan baik ini.

Sebatas Senja [End] Pindah Ke DreameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang