Hujan itu...

17 2 2
                                    

Jakarta, 2017

Mendung. Satu kata yang bisa di wakilkan sore ini untuk kota Jakarta yang terlihat ramai oleh aktivitas masyarakatnya. Angin yang berdesir dengan cukup kencang, membuat beberapa orang merapatkan jaketnya karena hawa dingin yang menerpa mereka. Beberapa dari mereka ada yang memilih untuk pulang lebih cepat dari kantor, untuk menghindar dari hujan yang sudah di pastikan akan datang malam ini. Sedangkan ada beberapa dari mereka memilih untuk menetap dalam kegiatan mereka masing-masing. Bekerja. Berbelanja. Atau sekedar duduk di cafe sambil melihat tayangan televisi yang menampilkan seorang aktor sekaligus musisi muda berbakat yang sedang menjadi perbincangan masyarakat Indonesia karena beritanya mengenai pertunangannya dengan salah satu designer muda.

"Okay, masih membahas tentang hubungan antara Stevan dengan Dianta." Ucap seorang presenter cantik yang sekarang tengah mewawancarai Stevan.
"Aku yakin, bukan hanya aku yang penasaran, tapi semua orang juga pasti penasaran. Apa sih yang membuat kamu begitu cintanya sama seorang Dianta, sampai mau bertunangan di usia yang cukup muda?"

Stevan tersenyum menanggapi, sambil kepalanya terus berpikir apa yang membuat dia suka dengan Dianta.
"Dia .. cantik ?" Jawabnya ragu. Kemudian dia tertawa canggung sambil menggaruk tengkuknya.
"Well, aku suka semua yang ada pada diri Dianta. Dia adalah perempuan sempurna menurutku. Gadis muda yang berbakat, cantik, pintar. Sempurna. jadi aku menyukainya." Jawab Stevan sambil mengingat sosok Dianta.

Presenter tersebut tersenyum lalu melihat secarik kertas yang di bawanya sebagai panduan untuk mewawancarai Stevan. "Itu sangat menarik. Banyak dari mereka ketika di tanya alasan mengapa mereka menyukai seseorang, mereka terdiam cukup lama sampai akhirnya berkata bahwa pasangan mereka itu baik. Hanya itu. Baik." Ucap presenter tersebut. "Tapi kamu dengan lancar menyebutkan semua kelebihan Dianta sebagai alasan kamu mencintainya. Well, tidak masalah. Tapi aku merasa kamu sepertinya lebih ke memuji daripada memberi alasan." Lanjut presenter yang terkenal dengan gaya ceplas ceplosnya dalam mewawancara seseorang.

Stevan terdiam cukup lama mendengar kalimat tersebut. Cukup tersinggung. Namun dia tidak terlalu ambil pusing, toh memang dia sudah di haruskan menjawab. Dan menurut dia jawabannya sudah yang terbaik.

"Tapi tidak apa-apa. Jawaban tadi sudah bagus." Ucap presenter itu menenangkan. "Okay, seperti biasa, setiap artis atau musisi yang datang ke acara saya, pasti akan mendapat tantangan seru dari saya, tentang bagaimana mereka mengingat orang sekitarnya dengan sebuah kata."

Stevan mengangguk kan kepalanya mengerti. Dia pernah melihat dan mendengar tantangan ini, baik di televisi atau dari beberapa teman seprofesinya yang sudah terlebih dahulu di undang ke acara ini.

"Untuk mengetahui seberapa berarti orang-orang di sekitar Stevan Adipramana, saya mau kasih tantangan sama Stevan. Kalau saya bilang misalnya kata "salju", kamu harus jawab dengan seseorang yang kamu ingat dari kata salju, ngerti ?" Tanya sang presenter sambil tersenyum misterius.

Stevan tersenyum dan sekali lagi mengangguk paham. Kali ini, dia harus berkonsentrasi agar tidak menjawab salah atau bahkan memalukannya.

"Okay, kita mulai." Ucap sang presenter dengan semangat. "Kata pertama : Matahari."

Stevan berpikir sebentar, lalu menjawab, "Mama."

Sang presenter tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Kenapa Mama ?"

"Karena tanpa Mama hidup aku mungkin tidak akan bersinar. Yang selama ini mendukung aku cuma Mama. Papa lebih suka jika aku menjadi pebisnis."

Sekali lagi, presenter tersebut menganggukkan kepalanya, lalu melihat kertas yang ada di tangannya sebentar. "Okay, mataharinya Stevan itu mamanya. Nah, kalau bintang ? Siapa yang kamu ingat ?"

Rainy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang