Rena melepas helm milik Vernon dan turun dari motornya,lalu merapihkan rambutnya yang acak-acakan.Laki-laki itu menengok ke arah Rena sambil tersenyum menahan tawa.
"Sok cantik" ujarnya,Rena memanyunkan bibirnya.
"Emang cantik"
"Mamah lo dirumah?" Rena menengok ke arah rak sepatu dekat pintu rumah,dan melihat ada sepatu milik Mamahnya atau tidak.
"Gak ada,mampir dulu yuk!"
"Gue ga-"
"Ayolaah,jangan alesan gabisa."
"Tap-"
"Ayo udahh"
Rena menarik tangan Vernon agar turun dari motornya,akhirnya ia turun dan menengok ke arah kanan dan kekiri.Rena mengambil kuncinya diatas saluran ventilasi,dan membuka pintu.Ia melepas sepatunya dan menaruhnya dengan rapih.
Vernon? Ia diam hanya melihat gerak gerik Rena.
"Ngapain? Masuk" pintah gadis itu,ia akhirnya melepas sepatunya dan masuk lalu duduk diatas sofa depan TV.
"Mau minum apa?"
"Gausah masih kenyang"
"Kenyang?"
"Gak aus maksudnya"
"Yaudah kalo aus bilang ya"
Rena duduk disebelah Vernon.Canggung dan bingung memutari mereka, harus berbicara apa,mereka berdua diam sambil memainkan jari-jemarinya.
"Ren"
"Iya?"
"Lo masih gamau cerita?"
"..."
"Kenapa si ngumpet-ngumpet?"
Rena diam tidak menjawab pertanyaan dari Vernon.
"Takut gue marah?"
"Takut gue ngancem orang yang bikin lo nangis?"
"Lo malu?"
Ia masih diam,ragu harus menjawab jujur apa berbohong.Apa aku boong aja ya,gapapa kali ya boong demi kebaikan.
"Aku udah bilang,nilai fis-"
"Jangan bikin nilai fisika jadi alasan lo."
"Tolong Ren,jujur"
"Daniel yang bikin lo begini?"
Rena menengok kearah Vernon dengan mata yang agak membulat,bibirnya gemetar.Ia membaca eskpresi dari wajah Rena mencari kebenaran dibalik itu,lalu mendenguskan nafasnya.
"Udah gue duga."
"Ng-nggak! Bukan dia"
"Gausah bohong,gue gasuka kebohongan."
Rena menggigit bibir bawahnya gugup,dan memejamkan matanya sekilas lalu menghela nafas.
"Daniel yang bikin lo gini?" Ulang Vernon,ia menatap mata Rena yang menatap ke bawah dengan gelisah.Gelisah karena ia takut kalau Daniel akan diancam,entah kenapa ia tiba-tiba takut kalau Vernon melakukan hal yang tidak diinginkan kepada Daniel.Kalau ia tidak memberitahu,Vernon akan terus mencari sebabnya walau Rena terus berkata tidak.
"Aku haus mau kebelakang" ujar Rena langsung beranjak dari sofa dan berjalan ke arah dapur,ia mengambil segelas air dan meminumnya.Berharap dengan meminum air tersebut,ia dapat merelaksasikan pikirannya yang kusut seperti benang yang tidak tergulung secara urus.
YaTuhan aku harus jawab apa
Jeon Rena POV
YaTuhan aku harus apa,aku benar-benar gaada tujuan sekarang.
Aku terus berpikir harus jawab pertanyaan Vernon atau tidak,aku gaakan terus menghindar dari pertanyaan dia dan selalu beralasan.Dia bakal terus nanya kalo aku menghindar.
Ak meminum segelas air lagi lalu mencuci muka,dan mengelapnya dengan handuk kecil yang biasa aku bawa kesekolah."Lo gak jawab juga gapapa"
Aku memutar badan ku ke arah sumber suara itu,dari pintu dapur,terdapat Vernon berdiri disana sambil bersenderan dan memasukkan tangan kirinya ke dalam saku.
Aku hanya memilih diam,nggak menjawab apapun."Ren"
Aku menengokkan kepalaku ke arahnya,berharap dia gaakan bertanya soal tadi.
"Iya?"
"Kalo gue anggap lo lebih dari seorang adik gimana?"
"A-apa?"
"Gak,gapenting."
"Maksud kamu anggap aku lebih dari seorang adik apa?"
"Lo denger?"
"...iya.."
"Nggak."
Vernon's POV
"Maksud kamu anggap aku lebih dari seorang adik apa?"
Gue mengerutkan dahi.
"Lo denger?"
Ia diam sejenak.
"...iya..."
"Nggak."
"Kamu anggap aku sahabat juga gapapa,Ver."
Yaelah kurang peka apaansi lo cabe.
Gue menghela nafas,lalu menggaruk tengkuk gue yang sebenernya ga gatel.
"Sahabat atau saudara?"
Rena diem,mungkin dia diem karena lagi mikir bukan ngediemin pertanyaan gue.Udah banyak pertanyaan gue buat dia,tapi 45% dari itu,kebanyakan dia ngejawab dengan kediaman.Entah dia bisu atau gimana tapi ngeselin.
Iya,ngeselin tapi..
"Terserah kamu,aku ikutin."
"Gue anggep lo sahabat gue gimana?"
"Tapi,aku anggap kamu kakak aku gapapakan?"
Gue disitu diem beberapa saat.
"Terserah."
"Yahhh kok terserah sii? Mau apa nggak? Kalo gamau aku anggap ka-"
"Anggep gue apaan?" Tanya gue menatap dia sinis.
"Ng-nggak..yaudah mau apa nggak!?"
Gue tertawa kecil,ngeliat ekspresi dia yang tampak takut.Sumpah,seserem apaansi muka gue?
Seserem seremnya muka gue masih sereman Pak Pandi.
Gue mengangkat dagunya,agar dia ngeliat mata gue secara langsung.Jarak gue sama dia yang tadinya sejauh daratan ke langit,sekarang sedekat kulit dan nadi,saling bertatap-tatapan,bahkan hembusan nafasnya bisa gue rasain.Warna matanya yang biasa gelap,menjadi terang karena terkena sinar cahaya matahari yang menembus dari ventilasi.Membuat gue tersenyum ke arahnya,bibirnya yang kecil berwarna pucat tetap melambangkan kecantikan."Can you hear what i say?It's up to you,princess."