Untitled Part 1

6 0 0
                                    

Masih, Flash Fiction ini adalah tugas pas ngikutin kelas fiksi bersama Cloverline Creative.

Masih belajar, mulai dari nol :) 

___________________________________________________________________________

"Rachel!" Terdengar seseorang memanggilku, aku menoleh ke arah sumber suara. Disana Cecyl sedang berlari-lari kecil menuju ke tempatku berdiri.

"Kenapa Cyl? Ngapain lo ngejar gue?" tanyaku penasaran. Padahal baru saja aku dan Cecyl bertemu di kelas dance. "Nih! Ini punya lo kan Hel?" tanya Cecyl sambil mengangkat tangannya yang memegang handuk kecil persegi panjang, berwarna biru muda bergambar boneka beruang.

"Ng ... iya, punya gue." Aku merebut handuk kecil itu buru-buru dari tangan Cecyl.

"Siapa suruh lo ngejatuhin handuk lo di studio?" sambil dia memperlihatkan wajah pura-pura cemberutnya. Kemudian Cecyl merangkul pundakku. "Hel, pulang bareng gue yuk! gue dijemput kak Excel, tuh dia udah di sana!" sambil Cecyl menunjuk ke arah kakaknya Excel menunggu. Tapi orang yang di tunjuk malah menoleh dan sepertinya tidak tahu.

"Gak usah Cyl, gue mau ke suatu tempat dulu sebelum pulang, lo duluan aja." Tolakku halus. Aku selalu grogi kalau udah berdekatan dengan kak Excel. Dia adalah kakak kelasku, dia cowok populer di sekolah. Dan ada gelayar aneh, ketika secara tidak sengaja kami berselisih jalan atau sekedar beradu pandang di koridor sekolah. Aku tidak mau kak Excel tahu, bahwa aku adalah salah satu dari ratusan fansnya di sekolah.

"Oh, ya udah deh. Gue duluan ya Hel" ujar Cecyl, sambil melambaikan tangannya. Aku membalas lambaian tangannya, kemudian aku melanjutkan berjalan menuju halte bis.

Aku menggenggam erat handuk biru mudaku, handuk ini adalah favoritku, temanku tujuh bulan ini. Handuk ini di kirim seseorang entah siapa, melalui alamat sekolah. Tanpa nama pengirim, tapi jelas-jelas di tujukan untukku.

****

"Rachel!" seseorang memanggilku ketika melewati ruang guru, aku menoleh ke sumber suara. Kemudian aku sedikit membungkukkan tubuhku "Iya Buk, Ibuk memanggil saya?" jawabku sopan, yang memanggilku adalah Bu Metty, Guru Bahasa Inggris.

"Tolong kamu bawa ini ke ruang tata usaha, kasih ke Pak Johan ya!" perintah Bu Metty sambil memberikan beberapa lembar kertas.

"Baik Buk." Jawabku, kemudian berlalu dari Bu Metty dan berjalan menuju ruang tata usaha sekolah di lantai dua.

"Permisi Pak, saya diminta Ibu Metty memberikan berkas ini kepada Bapak." Ucapku sopan kepada Pak Johan.

"Oh, terimakasih ya." Jawab Pak Johan, sambil beliau menyodorkan tangannya mengambil berkas yang ada di tanganku.

Kemudian aku keluar, sebelum aku menuruni tangga sekilas mataku melihat ke surat-surat yang di pajang di balik kaca jendela ruang tata usaha. Membaca nama penerima surat itu satu persatu. Aku terkesiap, rasanya detik itu juga aku akan melayang ke lapisan paling akhir dari langit tujuh tingkat. Namaku tertera di surat deretan ketiga. "Rachelia Phoebe, Kelas 2.4" Begitu tulisan yang tertera di amplop berwarna coklat itu. Kemudian aku kembali masuk ke ruang tata usaha, dan mengambil surat itu, setelah mendapat izin dari petugas tata usaha.

Aku berlari menuruni anak tangga, sampai di ujung lorong sebelum berbelok ke kelasku, aku duduk di bangku panjang yang ada di situ. Aku mengeluarkan surat itu dari saku rokku, kemudian membukanya dengan tidak sabar, dengan jantung melonjak-lonjak tiada henti.

Secarik kertas berwarna putih bertuliskan 'Hy Rachel.' dengan gambar emoticon senyum. Kemudian ada sebuah gelang yang terbuat dari kulit berwarna coklat, ada gambar kunci terukir di gelang itu. Ini adalah surat ketujuh yang aku terima, dan gelang ini adalah barang keempat yang aku temukan di dalam surat-surat tanpa nama itu.

Surat pertama beramplop agak besar berisi handuk kecil biru muda. Surat kedua Cuma berisikan secarik kertas bertuliskan 'Rachel, kamu cantik.' Surat ketiga berisi kertas dengan tulisan 'Rachel,' kemudian emoticon mata mengedip'. Surat keempat amplop itu berisi sepasang jepit rambut berwarna hijau mint. Surat kelima secarik kertas lagi bertuliskan 'Rachel, tetap semangat!' Surat keenam berisi gantungan kunci yang dibuat dari potongan huruf-huruf yang digunting dari majalah, kemudian di laminating dan dijadikan gantungan kunci. Kemudian hari ini, aku mendapatkan gelang ini.

'Siapa kamu wahai pengirim surat? Kenapa tidak berani menampakkan wajahmu di hadapanku. Beraninya cuma lewat surat, kenapa tidak memberikannya secara langsung.' Meski begitu ada perasaan bahagia di hatiku, berarti seseorang tengah memperhatikan aku dari jauh.

Tujuh bulan ini, aku telah dibuat penasaran oleh surat-surat ini dan aku masih belum bisa menyusun kepingan puzzle ini.

***

Hari ini adalah geladi resik untuk performance tim cheerleader sekolahku, dimana aku adalah salah satu anggotanya. Aku dan teman-temanku dijadwalkan untuk tampil besok, sebagai pembuka pertandingan bola basket antar SMU sekota Bandung.

Dari bangku penonton, aku dan teman-temanku menyaksikan latihan terakhir tim basket sekolah kami. Kak Excel adalah bintang basket sekolahku, tidak heran teman-temanku sibuk berteriak "Kak Excel, kak Excel" setiap kali kak Excel berhasil memasukkan bola ke dalam keranjang. Cecyl duduk dengan tenang, dengan wajah bangganya.

Terdengar Pak Wendi, guru olah raga sekaligus pelatih basket sekolahku meniup pluit tanda sesi latihan berakhir. Dan kami semua di kumpulkan di aula untuk pengarahan terakhir, sebelum besok tampil.

"Nah, anak-anak sekarang kalian boleh pulang, dan beristirahat di rumah. Ingat ya, jangan kemana-mana, kalian harus langsung pulang. Dan besok kita berkumpul di sini jam 7.30 teng." Ucap Pak Wendi. Kemudian kami membubarkan diri.

Aku, Poppy dan Cecyl berjalan beriringan melewati kantin sekolah menuju tempat parkir. Di sana tim basket sedang berkumpul dan tampak botol-botol minuman dingin berjejer di meja, mereka mengobrol dan bercanda. Aku berdiri tepat lima langkah dari pintu kantin yang terbuka lebar.

Mataku tidak sengaja menangkap sebuah benda yang familiar denganku. Handuk biru muda, kak Excel tampak sedang menyeka wajahnya dengan handuk biru muda yang sama persis dengan punyaku. Kemudian seperti mendapatkan clue, aku mengalihkan pandanganku ke pergelangan tangan kiri kak Excel. 'Gelang' pekikku dalam hati. Gelang itu sekilas tampak sama persis dengan gelang yang aku pakai, sambil aku bergantian memperhatikan gelang di tangan kiriku.

Jangan-jangan gelang ini adalah gelang couple. Jika ukiran di gelang yang aku pakai adalah kunci, apa mungkin gelang yang dipakai kak Excel berukiran gembok?

Secret AdmirerWhere stories live. Discover now