Cerita Sebelumnya:
Anggota sanggar teater Martio dibuat terkejut dengan rencana Jonathan. Pria paruh baya itu berniat menggandeng seorang pianis muda dalam pementasan teaternya. Ini pertama kalinya sanggar tersebut berkolaborasi langsung dengan seorang pianis. Peran pianis tersebut bukanlah sebagai pengiring, melainkan ikut berperan langsung di dalam pertunjukan.
"Oh iya, aku belum mengetahui nama pianis itu. Siapa namanya?"
"Ardila Thalia."
Chapter 2
Ardan berjalan memasuki koridor sanggar teater. Ia hendak memasuki ruang latihan, namun langkahnya tertahan. Ardan terhenti di pintu masuk setelah mendengar alunan nada yang tak asing baginya.
Jemari Dila tampak mahir memainkan notasi yang terdapat pada setiap tuts piano di hadapannya. Gadis itu ingin mencoba piano yang berada di sanggar, karena itu ia datang lebih awal dari jadwal latihan. Hari ini hari pertama Dila berlatih untuk kolaborasinya dalam pertunjukan teater. Pertunjukan tersebut akan diselenggarakan bulan depan.
Für Elise, lagu tersebut tak asing di telinga Ardan. Ia memang bukan seorang pianis, namun Ardan sedikit mengetahui melodi klasik yang sering di mainkan oleh seorang pianis. Melodi milik Bethoven membangkitkan kenangan masa lalunya. Karena itulah, Ardan membenci setiap notasi dari melodi tersebut.
Pandangan Ardan terfokus pada gadis yang terhanyut dalam permainan melodi yang ia mainkan. Jemari tangannya terlihat mahir menekan setiap tuts piano. Gadis itu terlihat asing bagi Ardan. Mungkin dia adalah gadis yang Jonathan ceritakan, pianis yang akan berkolaborasi dengan sanggar teaternya. Tak lama kemudian Ardan menghampiri gadis itu.
"Kau, Ardila?" tanya Ardan menghentikan permainan piano Dila. Ardan memang sengaja menghampirinya. Ia tak ingin mendengar lagi melodi milik Bethoven yang Dila mainkan.
Dila mengadah, menatap lelaki yang tengah berdiri di sampingnya.
"Dila, panggil saja Dila." ujar Dila kemudian mengalihkan pandangannya dan kembali terfokus pada piano yang berada di hadapannya.
Suara derap langkah kaki menghentikan obrolan Ardan dan Dila. Sepertinya jam latihan akan segera dimulai. Beberapa anggota sanggar terlihat memasuki ruangan. Dila beranjak dari kursi yang berada di hadapan piano tersebut.
"Ada angin apa kau datang lebih awal?" celoteh Riko pada Ardan. Detik berikutnya Riko menyadari jika sahabatnya itu tak sendiri. Di sampingnya terlihat seorang gadis yang tak pernah Riko lihat sebelumnya. Riko menepuk pundak Ardan.
"Sejak kapan kau memiliki pacar? Kau bahkan tak menceritakannya padaku." goda Riko sahabatnya.
Ardan mendelik, dengan segera ia langsung mengklarifikasinya. Ardan tak mau anggota lain menjadi ikut salah paham karena perkataan Riko barusan.
"Dia bukan pacarku. Dia pianis yang Pak Jon ceritakan kemarin." Jelas Ardan pada Riko. Lelaki beralis tebal itu membulatkan mulutnya tanda mengerti. Namun, Riko masih ingin menggoda sahabatnya. Riko menatap Ardan usil.
"Ku hajar kau!" Ardan mengepalkan telapak tangannya, mengancam Riko agar tak mengusilinya lagi.
"Oh hai, kita belum berkenalan. Namaku Riko, dan kau pasti Ardila?" Riko memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangannya. Dila tersenyum kikuk kemudian menerima jabatan tangan Riko.

KAMU SEDANG MEMBACA
HARMONILa
RomanceBerawal dari bergabungnya Ardila Thalia-seorang pianis muda, di sanggar teater Martio. Ardan melihat gadis itu bermain piano saat latihan pertamanya. "Kau tahu melodi klasik?" "Berani sekali pemula sepertinya membolos untuk berlatih." "Siapa kau seb...