"Bung, pulang sama aku, yuk?"
Suara yang mulai memberat itu sedikit mengejutkanku yang masih melamunkan perkataannya di pelajaran Matematika tadi. Tanpa menoleh dan masih sibuk memasukkan barang-barang ke tas, aku menjawab, "Males ah."
Dia memukul pelan bahuku, merajuk.
"Dih, jahat."
Aku terpana melihat tingkahnya yang begitu imut di mataku.
"Katanya kamu idaman wanita, tapi kok tingkahnya kayak anak-anak?"
"Udah nggak ada orang di kelas, jadi nggak masalah."
Dengan gemas aku menjawab, "Aku ini juga orang, Minooo!!!"
"Kan, udah dibilang, kamu pengecualian."
Aku sudah tak tahan untuk tidak bertanya.
"Kok gitu?"
"Coba tebak. Kalo kamu pengecualian berarti kamu ....?"
Aku berpikir.
Kalo aku pengecualian berarti aku ...
... spesial?
Bisakah aku menjawab begitu?
Hanya kata itu yang terlintas di benakku.
"Spesial?"
"Wah!!!! Tepat!!!! Duh, pintarnya," katanya sambil mencubit pipiku.
Dengan cepat, kutangkis tangannya.
"Dih."
Dia menyengir.
"Ya? Pulang bareng, yuk? Aku udah nungguin loh ini. Masa' teg—"
"Iya, iya."
"Sip! Leggo home, baby!" ujarnya sambil menarik paksa tanganku.
Apa benar aku ini spesial baginya?
Sekali lagi aku bertanya,
Aku ... boleh tersanjung?
KAMU SEDANG MEMBACA
MINO: The One and Only
Short Story"Bukan, bukan. Aku bukan Mino anggota boyband Korea itu, kok." Ya, Mino. Aku tau. Namamu memang Mino. Sama seperti salah satu anggota boyband Korea itu. Tapi ... kamu adalah Mino-ku. Kamu satu-satunya Mino bagiku. You are the one and only for me. MI...