Rafelia Ganesha Putri terus berjalan, membiarkan kakinya melangkah, membawa raganya yang sudah lelah. Berkeliling mall sebesar ini tentu membuat gadis yang akrab dipanggil Lia itu kelelahan.
Salahkan perusahaan tempat Lia berkeja dulu, kenapa harus bangkrut? Kenapa Lia harus diberhentikan? Padahal bekerja di percetakan adalah passion-nya, Lia merutuk dalam hati.
Kakinya terus melangkah hingga kini ia berdiri di depan salah satu restoran yang berada di bagian area makanan di mall ini. Lia membiarkan dirinya masuk ke dalam restoran bernuansa Jepang itu, mendudukkan diri di salah satu meja kosong untuk melepas penat.
Seorang pelayan datang, tersenyum ramah seraya memberikan sebuah buku tipis berisi menu-menu makanan yang ada. Lia menatap liar setiap gambar makanan yang ada di menu, cacing-cacing di perutnya terasa seperti mengadakan perang dadakan untuk menuntut jatah mereka.
"Sial. Gue juga laper, Cing," keluh Lia. Ia meremas perutnya, semoga bisa menahan sedikit rasa laparnya hingga dia bisa meminta air minum saja sekarang.
Hela napas keluar dari mulut Lia.
Baru saja Lia hendak menyebutkan menu pesanannya pada pelayan yang masih setia berdiri di sampingnya, sebuah suara merebut bagian Lia. "Paket bento A dua ya," ucap suara tersebut yang kini sudah duduk di kursi yang bersebrangan dengan Lia.
Cepat-cepat si pelayan menuliskan pesanan yang disebut.
Lia menatap lelaki berkemeja hitam polos dengan lengan pendek di sebrang mejanya dengan sengit. "Eh? Lho, ini kan udah ada yang nempatin, Mas. Kok main seruduk aja sih?" protes Lia kesal. Ia berbalik menatap pelayan yang masih menunggu untuk pesanan selanjutnya. "Mbak, jangan ditulis pesanan tadi, dia tiba-tiba duduk di bangku saya!" lanjut Lia mencoba protes, namun si pelayan tetap diam sambil menatap bingung.
"Mau minum apa, Lia?"
"Eh?"
Lia beralih menatap penuh selidik pada lelaki yang kini tersenyum--sangat manis--padanya. "Maaf?"
"Mau minum apa? Kasian maid-nya nunggu tuh."
Lia masih terpaku menatap lelaki yang tersenyum misterius di depannya itu. Seolah dirinya dihipnotis, Lia mengucapkan minuman favoritnya, es teh lemon, pada pelayan yang segera menulis.
"Ocha satu," ucap lelaki itu, bersamaan dengan perginya si pelayan dan pesanan mereka.
Lia menunduk, seolah tengah mencari sesuatu di tubuhnya.
"Kenapa, Lia?" Lagi, lelaki itu memanggil namanya.
Lia mendesis, dahinya berkerut menatap lelaki yang rasanya tak pernah dia kenal. "Perasaan gue gak lagi pake name tag, kok tahu nama gue sih?" tanya Lia skeptis.
"Lo lupa sama gue, hm?"
Bukannya menjawab, lelaki itu malah memberikannya pertanyaan, membuat Lia menggembungkan pipinya sebal. "Please, gue lagi pusing. Jangan nambah pusing bisa? Lo siapa?" Lia pasrah, jemarinya memijat pangkal hidung untuk meredakan pening yang tiba-tiba menyerang.
Sebuah tangan terulur tepat ke hadapan Lia, membuat Lia mengernyitkan alisnya lalu menatap sosok yang masih setia dengan senyumnya itu.
"Ervan Pangalima."
Kerutan di dahi Lia semakin menebal. "Ha?"
"Ervan Pangalima. Udah inget?" tanya Ervan yang kini menarik kembali tangannya yang sempat terulur.
Lia menutup matanya, dahinya berkerut-kerut, jari telunjuknya menempel manis di kening memberi kesan pada Ervan bahwa Lia sedang berusaha keras untuk mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOSTELIA
Teen FictionRafelia Ganesha Putri baru saja kena PHK yang membuatnya bertemu dengan teman sekaligus kecengannya dulu saat di sekolah, Ervan Pangalima. Ervan membantu Elia untuk mendapatkan kerja sekaligus mencarikannya kost untuk tinggal dekat dengan tempat ker...