3. Curiga

76 30 17
                                    

Heksa beralih menatapku.
Jangaan jangaan!!

***

"Ya sudah nak Vero kalau perkenalannya udah dicukupkan, silahkan cari tempat duduk yang kosong." kata Pak Hendra.

"Baik, Pak." Kata Vero seraya menuju ke bangku yang telah di huni oleh seorang gadis yang menatapnya dengan tajam.

Setelah Vero duduk bersebelahan dengan Rona, Tanpa basa basi lagi Rona langsung meluapkan semua kecurigaannya kepada Vero.

"Kamu Heksa temen aku kan?" Kata Rona seraya mengamati Vero dan mencoba membandingkan Heksa yang sekarang dengan Heksa yang dikenalnya dulu.

"Semua disini temenku." jawab Vero dengan datar seraya mengeluarkan buku dan alat tulisnya.

"Nggak gitu kamu kenal aku nggak?" Tanyaku masih dengan memperhatikan si Vero.

Apa mungkin bukan dia ya? Batinku. Seingatku Heksa dulu kan kulitnya sawo matang, gendut, cerewet, dan gak seganteng ini. Oke, aku akuin cowok yang sedingin "es puter" ini emang ganteng.

Tapi kalo dia ini? Beda banget sama Heksa yang aku kenal dulu. Irit ngomong juga.

"Ngapain juga aku kenal dengan cewek yang kerjaannya melototin orang." jawab Vero dengan sinisnya.
Aku terkejut dengan jawabannya.

Antara malu dan marah, aku memalingkan mukaku. Aku sudah yakin dia bukan orangnya. Dari fisik sampai karakternya aja udah beda jauh.

Aku langsung membalikkan badanku untuk mengambil buku catatan dan alat tulisku dari dalam tas.

Ketika aku melihat para penghuni di belakangku, ternyata aku menangkap basah kedua tukang rumpi tersebut telah menguping obrolanku dengan "es puter" ini.

Terlihat dari gerak gerik mereka yang terlihat kaku dan dibuat-buat ketika aku memergoki mereka.

Biarin aja lah males berurusan dengan mereka.

Selama pelajaran berlangsung, aku tidak bisa fokus. Aku hanya melihat semua yang ada di papan tapi nggak ada yang tercatat di dalam otakku apalagi dalam catatanku.

Setelah bertemu dengan murid baru ini, otakku hanya memroses kejadian masa laluku dengan Heksa, teman kecilku. Ntah kenapa, perasaanku menjadi campur tidak karuan.

"Sekolah bukan tempat buat melamun."celetuk Vero seraya menulis.

Aku tersentak. Aku langsung melihat catatanku. Ya ampun dari awal aku belum menulis apa-apa. Aku melihati di papan tulis ternyata setengah materi sudah dihapus oleh Pak Hendra dan akan dilanjutkan dengan menulis materi yang berikutnya.

"Saya keluar dulu ya anak-anak. Ada keperluan sedikit. Setelah kembali, saya akan mengecek catatan kalian satu-persatu." Kata Pak Hendra seraya berjalan meninggalkan kelas.

Rasa panik langsung menjalar pada tubuhku. Aku hafal dengan karakternya Pak Hendra, beliau paling tidak suka dengan catatan yang dicampur dengan mata pelajaran lain apalagi yang tidak mencatat seperti situasiku sekarang.

Tiba-tiba saja si "Es Puter" ini menggeser buku catatannya hingga menyentuh catatanku.
Aku melongo. Maksudnya apa? Batinku.

VERONATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang