Tiga hari berlalu di kos-kosan Sekar Arum, dengan basa-basi dan SKSD mulai banyak terjadi. Apalagi buat mahasiswa yang satu jurusan siap-siap ngerumpi persiapan OSPEK yang bahan-bahannya bikin jengkel dan susah nyarinya.
Ternyata di rumah kos itu yang masuk jurusan ekonomi banyak juga ada enam orang gadis. Sontak saja gadis calon mahasiswa itu mulai sibuk nyari partnernya. Mulai bertanya persiapan bahan ospek yang dibutuhkan. Karena sebelumnya pernah diberitahukan peralatannya, waktu daftar ulang pertama di kampus.
"Hai, kalian sudah mempersiapkan untuk OSPEK besok?" tanya Indah yang juga mahasiswa Ekonomi.
"Aku sih sudah kemarin. Ribet banget di rumah nyari bendera dan tongkatnya. Mana harus ribet bikin topi bola merah putih lagi. Duh, gini amat sih!" kata Trisna mulai menyahut.
"Aduh, aku gimana donk, kemarin aku lupa nggak nyiapin bahan pas di Surabaya. Dara, bantuin donk." Dara yang sedang bikin kartu identitas untuk besok merasakan ada sesuatu yang nggak enak bakal.
"Tapi, kan aku lagi ngerjain ini. Mana harus dibentuk jadi kura-kura yang pakai topi. Bikinnya harus ada ukurannya lagi, kan nggak gampang, Mey." Dara terus melanjutkan membuat name card itu walaupun dia merasakan kalau di sudut kamar seperti ada kucing galak yang mata tajamnya siap menerkam tikus di pojokan lemari.
Iya, Meylan memang sedang memicingkan mata dan cemberut di pojokan kamar. Kepalanya rasanya panas memikirkan betapa banyak bahan yang belum dia siapkan.
"Mey, mending loe pergi nyari bahan deh. Daripada di pojokan kamar kayak sapu nyempil hahahaha," kata Lisa anak jurusan Biologi yang tiba-tiba lewat depan kamar.
Meylan hanya mendengus kesal mendengarkan perkataan Lisa, sedikit tapi nyelekit. Dia pikir lagi memang benar sih perkataan temen kosnya itu. Akhirnya dengan merayu Dara buat nemenin nyari bahan keluarlah mereka berdua dari kos. Padahal waktu itu hari sudah siang, pukul 11.00 di Semarang seperti sudah jam satu rasanya, mau berjalan malesnya bukan main. Padahal di Surabaya lebih panas dari ini lho. Tapi berhubung harus membayangkan terlebih dahulu betapa panasnya hari itu dan pusing mencari bahan di tempat yang baru dikenal rasanya jadi berat banget.
"Mey, emang kamu belum nyiapin semua?" kata Dara yang baru mulai melangkah dari kos sudah agak ragu-ragu.
"Belum, kan kamu tahu sendiri bawaanku kemarin banyak. Jadi, aku lupa deh nyiapin bawaan buat ospek." Meylan menekuk mukanya menjadi tujuh karena ternyata dia lebih teledor dari sahabatnya itu.
"Mey, yuk kita nyoba ke toko itu yuk! Tulisannya sih minimarket semoga aja yang kita cari ada di sana." Dara menarik tangan Meylan untuk segera bergegas menuju minimarket di pojokan jalan itu. Lumayanlah ada toko terdekat dari kos yang bisa dijangkau jadi nggak perlu harus jalan jauh dibawah matahari yang rasanya kayak mau nyekek orang.
"Okelah, daripada jalan jauh." Meylan nurut saja ketika tangannya ditarik oleh Dara.
Jalan yang mereka tempuh lumayan membuat kaki pegal karena bukan jalan aspal yang mesti mereka lalui tapi jalanan kasar dari batuan tak rata. Walaupun jaraknya dekat tapi lumayan membuat kaki sedikit lecet.
Sampailah mereka di minimarket itu. Meylan dan Dara mulai menyusuri bagian-bagian dari minimarket itu untuk mencari bahan-bahan yang berkaitan dengan ospek besok. Setelah ubrek-ubrek seluruh bagian minimarket itu ada beberapa bahan yang mereka nggak temukan dan mengharuskan untuk segera mencari di tempat lain.
"Mey, tali kasur putih, tongkat merah putih dan bendera kamu belum ada juga kan?" Dara mencoba mengingatkan Mey tentang perlengkapan ospek yang mesti dibawanya besok.
"EH, iya. Ayo kita cari di toko sebelah kalau gitu. Kalau nggak ada gimana ya, Ra? Aku udah capek banget. Jalan panas-panas gini bikin kulit jadi item dan kepala pusing," keluh Meylan.
Untuk mempersingkat waktu mereka mulai berjalan di sepanjang jalan dan mampir di setiap toko yang ada. Menanyakan barang kali ada barang yang mereka cari. Setiap jalan yang mereka lewati terlihat ramai karena memang acara ospek masing-masing kampus akan di mulai besok. Banyak mahasiswa baru berseliweran yang sepertinya sama-sama pusing mencari bahan untuk perlengkapan mereka besok.
"Mey, nggak ada nih, gimana coba? Ini udah mau sore lho. Kita cari bahan ospek sudah dua jam lebih.
Meylan melihat matahari sudah mulai condong ke barat yang berakibat tambah panik donk dia. Akhirnya kesepakatan bersama balik lagi ke kos. Muka udah kusam, jalan lemes, pikiran puyeng lengkap sudah yang dirasakan Meylan dan pastinya si sahabat setianya, Dara bakal merasakan hal yang sama. Mau nggak mau Dara nggak bakal membiarkan teman satu kos, satu kamar juga jadi sakit memikirkan persiapan ospek besok.
"Eh, gimana Mey, sudah dapet belum perbekalan ospeknya. Kok mukamu lusuh gitu sih?" Indah yang iba melihat dua teman barunya baru pulang ke kos saat matahari sudah mau sembunyi.
"Belum ...." Meylan sudah mau mewek mana name card nya belum sempat dia kerjakan juga. Rasanya dia pengen pulang saja ke Surabaya.
"Apa sih yang kurang, bilang aja siapa tahu nih kita-kita bisa bantu mumpung masih sore nih!" Rssanya Meylan merasakan air hujan turun dan berasa dingin pikirannya. Langsung saja dia bilang kalau dia butuh benang kasur putih, tongkat merah putih dan bendera. Kartu identitas yang bentuknya rumit pun belum dia kerjakan.
"Nih, nggak usah mewek. Aku punya tongkat ukurannya ntar kita potong, trus dicat deh. Mending sekarang loe tanya mas Hadi gih, punya nggak cat merah putih."
Tanpa babibu, Meylan langsung melaksanakan saran dari Najwa. Entah nanti akan kena semprot ibunya Mas Hadi yang judes bin galak bakal dilahap asal besok waktu ospek dia nggak malu-maluin.
15 menit kemudian Najwa datang sambil membawa cat merah putih. Ada senyum sumringah di wajahnya tapi ada nafas ngos-ngosan seperti baru menghadapai harimau lapar yang siap mekan orang.
"Syukur deh, aku akhirnya dapat catnya. Walaupun jantungku rasanya mau copot gara-gara itu tuh Ibunya Mas Hadi yang hobi ceramah. Mending yang kalau ceramahnya baik dan enak didengerin. Itu judesnya tu lho, hadewh!
Sambil terus menarik napas panjang Meylan menceritakan kegalauannya karena dirinya seperti baru kena terkam harimau lapar.
"Sudah, deh biarin aja tuh Bu Galak. Mending sekarang cepetan kamu selesai tugasmu sana," kata Dara mengingatkan.
"Ra, bantuin donk buat motong kayunya ma ngecatnya mumpung masih sore nih," Meylan merajuk meminta Dara untuk membantunya.
"Eh, itu kan ada si Indah. Daripada kamu nyuruh aku bantuin motong dan ngecat, sini aku bantuin membuat kartu identitasnya ntar kamu tinggal kasih tulisan aja. Kan, enak tuh!" tawar Dara.
"Betul, juga tuh. WAh emang cerdas nih sahabatku yang satu ini. Aku suka deh kalau kamu nggak lelet kayak gini, Ra." Meylan tiba-tiba datang dan memberikan pelukan terima kasih pada sahabatnya itu.
"Jangan bilang gitu donk. Gini-gini aku sahabat yang sportif lho. Hahahahaa...."
Walaupun Dara lelah setelah menemani Meylan seharian mencari bahan untuk ospek namun dia bahagia bisa membantu sahabatnya. Karena di kos-kosan Sekar Arum ini merekalah keluarga baru yang akan menemani selama kuliah di sini. Entah seperti apa persahabatna yang akan terjalin baginya sahabat akan tetap menjadi sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kos-kosan Sekar Arum
Teen FictionKumpulan cerita mahasiswi yang kos di Kos-kosan Sekar Arum. Dari yang cantik tapi jorok dari yang keibuan tapi bisa kumat manjanya. Sampai ketika pacarnya yang hobi kentut datang dan membuat polusi udara di Kos-kosan Sekar Arum. Sampai akhirnya sem...