Petrichor

182 22 24
                                    

Hujan. Kalian menyukai hujan? Ah, mungkin bukan hanya kalian yang menyukai hujan, mungkin sebagian besar orang yang hidup dimuka bumi ini menyukai air yang berasal dari atas langit sana. Sebagian besar memaknai Hujan itu indah. Hujan itu menyenangkan. Tapi, bagiku tidak seperti itu!

Aku pernah dilindungi setengah mati oleh seseorang dimasa lalu dan aku juga pernah kehilangan seseorang diwaktu yang sama. Saat itu, tepat saat hujan jatuh membasahi bumi.

Tapi, tidak sepenuhnya aku tidak menyukai hujan, ada satu, satu hal yang aku sukai dari hujan yaitu aroma yang ditinggalkannya. Namanya Petrichor. Dan aku menyukai bau setelah Hujan itu. Petrichor.

Hari ini aku melihatnya lagi, berjalan di depan rumahnya, berkepalkan sesuatu berbentuk seperti kalung dengan banyak sekali bulatan seperti mutiara berwarna putih ditangan kanannya. Dia begitu mempesona dengan baju putih berlengan panjang dan kain kotak-kotak panjang berwarna coklat yang membungkus hampir sebagian kaki panjangnya. Dan juga, dia begitu tampan dengan sesuatu berwarna putih yang menutupi sebagian kepalanya.
Aku sering melihatnya memakai semua pakaian itu setiap hari jum'at.

"Aku akan menuju Rumah Tuhanku."

Katanya, setiap kali ditanya kemana dia selalu pergi dihari jum'at dengan pakaian rapih seperti itu? Itu ibuku yang bilang padaku.

Aku selalu menyempatkan diri untuk melihatnya hampir pada setiap hari jum'at dibalik jendela kamarku. Lewat di depan rumanya dan tentunya di depan rumahku juga. Ya, rumah kami berseberangan, itu makannya kenapa aku begitu mudah untuk dapat melihatnya. Hehe.

Pernah pada suatu hari aku mendapatinya tersenyum kearahku, saat itu aku lupa tidak menutup tirai jendelaku dan membiarkannya terbuka lebar sampai dia dapat melihat ke arahku yang diam-diam memperhatikannya. Dengan sangat canggung, aku balas tersenyum padanya.

Aku senang setengah mati saat itu, aku ingin berdiri dan berlarian kesana-kemari, melompat diatas tempat tidur, atau aku ingin menari dengan lincahnya. Tapi, yang aku lakukan saat itu hanya bisa duduk dan menggenggam Salibku sambil berucap berbagai kata Terima Kasih kepada Tuhan. Dan saat itu saat setelah hujan reda, aku sedang menikmati Petrichor dengan bonus mendapatkan senyuman darinya. Begitu bahagianya aku saat itu.

Itu salah satu alasan aku semakin menyukai Petrichor.

Ah, aku lupa menceritakan saat pertama kali aku mengagumi laki-laki berkepal sesuatu seperti kalung dengan bulatan putih yang belakangan ini aku tahu nama benda itu adalah Tasbih, salah satu benda yang ia gunakan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Saat itu saat pertama kali aku pindah dari Jakarta ke Malang karena ada suatu hal yang mengharuskan aku untuk pindah dari Ibu Kota itu dan kembali ke kota kelahiranku.

Saat setelah Hujan turun membasahi bumi dan aku duduk di balkon kamarku sambil menikmati Petrichor, saat itu saat pertama kalinya aku melihat dia datang ke rumahku untuk sekedar memberikan makanan
"Sebagai tanda penyambutan karena mendapatkan tetangga baru." katanya dengan ramah.
Setelah berbincang dengan ibuku, dia pamit pulang, tapi sebelum dia benar-benar pergi dia sempat menengok sebentar karah balkon kamarku dan berkata

"Semoga kamu suka ya. Kue nya dicoba, itu ibuku yang buat."

Setelahnya dia pergi dan masuk ke dalam gerbang yang membungkus rumahnya.
Aku hanya diam, tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat itu. Tapi yang pasti jantungku berdetak tidak normal saat pertama kali aku melihatnya.
Klise memang, tapi aku benar-benar menyukainya pada pandangan pertama.

Setelah pertemuan pertama itu aku menjadi pengagumnya, tentu saja dia tidak tahu karena aku mengaguminya diam-diam.
Kenapa aku memilih mengaguminya diam-diam? Karena kami berbeda seperti langit dan bumi. Dia berperan sebagai langit yang menurunkan Hujan dan meredakannya sehingga aku yang berperan sebagai bumi mampu menikmati aroma hujan.

Ya, kami berbeda. Keyakinan kami, dan banyak perbedaan lain diantara kami, seperti dia yang bisa berjalan normal sedangkan aku hanya bisa duduk diatas kursi rodaku.

Aku pernah bilang jika aku tidak menyukai Hujan kan? Saat Hujan aku kehilangan sosok yang aku cintai. Kekasihku. Dia menyelmatkanku dari kecelakaan mobil yang kami alami. Aku tidak ingin menceritakan bagaimana kejadiannya karena itu menyakitiku. Yang pasti kekasihku tidak dapat tertolong dan aku harus rela kehilangan syaraf kakiku sehingga aku tidak bisa berjalan seperti seharusnya.

Aku masih duduk menantinya pulang dari Rumah Tuhan yang aku tahu namanya Masjid dan Ibadah yang dia jalankan setiap hari Jum'at itu adalah Shalat Jum'at. Aku masih setia menantinya dengan menggenggam salib ditangan kananku.

Tak lama dia datang dan membuka pintu gerbang, setelah di depan pintu rumahnya, aku melihat seorang perempuan yang memakai pakaian panjang berwarna biru dan penutup kepala yang menutupi sampai bagian dadanya dengan warna yang senada dengan baju yang dikenakannya.
Perempuan itu menyambut dengan mencium punggung tangan lelaki itu.
Perempuan yang sangat cantik dengan menggunakan hijab, begitu serasi dengan laki-laki tampan yang berkepalkan Tasbih ditangannya.

Aku mempererat kepalan Salibku, menciumnya dan berdoa. Semoga Tuhan mengirimkan sosok baik dan penyayang sepertinya untukku.

Aku pernah bilang kami berbeda kan? Ya, kami berbeda. Dia telah memiliki pendampingnya, perempuan cantik itu istrinya.
Dan aku adalah gadis yang mengagumi lelaki muslim sepertinya.

"Jangan menyerah ya, kamu pasti bisa jalan lagi. Berdoa saja, dan ikuti terus terapi kakinya ya. Biar bisa cepet jalan lagi"

"Satu lagi, jangan bersedih terus ya, suatu hari kamu bakalan dapetin pengganti kekasihmu yang telah tiada itu. Yakin aja ya. Insya Allah"

Aku tersenyum. Mengingat perkataannya.
Saat itu dia mengatakannya sesaat setelah hujan reda dan menciptakan Petrichor.
Petrichor menjadi saksi perjalananku mengenalnya. Petrichor juga menjadi saksi berakhirnya kekagumanku pada lekaki muslim yang diam-diam menarikku dari keputus asaan dengan caranya.

Aku tersenyum, mendorong kursi rodaku masuk kedalam. Disana, di depan pintu kamarku, aku mendapati ibuku tersenyum. Dia menghampiriku, mencium keningku dan berkata

"Selesai? Tuhan pasti akan mengganti semuanya. Yang harus kamu lakukan sekarang teruslah tersenyum seperti ini. Karena di depan jalan sana ada yang menantimu. Tuhan memberkatimu, ibu sayang padamu"

"Dan sekarang, sudah waktunya kamu berhenti memperhatikannya. Kamu bisa tersenyum karena melihat caranya tersenyum. Jantungmu kembali berdetak karena hadirnya. Dan sekarang, kamu sudah melihatnya bahagia jadi ikutilah. Berbahagialah. Berterima kasihlah padanya. Berterima kasih juga pada perbedaan yang menjadikan kamu kuat."

Benar kata ibuku. Ini yang ingin aku sampaikan kepada seseorang yang aku kagumi. Terima Kasih. Terima Kasih karena telah memberikan warna lain dengan cara yang berbeda. Terima kasih.

Aku tidak mengharapkan apapun. Karena bagaimanapun kami tetap berbeda.
Dia dengan Tasbihnya. Dan aku dengan Salibku.

End.

-----

Cerita pertama selelsai😊
Cerita ini terinspirasi dari salah satu tulisan yang pernah aku baca, aku mengemasnya menjadi lebih panjang dan mendrama. Hihi.
Semoga suka yaa. Jangan lupa Vomentnya❤

Petrichor (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang