Pergi dan kembali. Lalu pergi lagi. Itu yang selalu kau lakukan, dibuat kesal aku melihatnya. Selalu seperti ini jadinya. Kau datang dengan perlakuan manismu. Mengucap maaf seribu maaf bukan mengatakan alasan seperti yang ku mau.
Andai kau tahu aku ini kenyang dengan sabarku. Menunggu sendiri dengan tanganku yang dingin rindu akan genggam-mu.
Ayo kita bertemu, Luna. Kesempatan dua hari ini aku akan ke kota-mu.
Girang bukan main aku membaca pesan-mu. Kau kembali setelah menghilang seperti biasa selama beberapa minggu. Dan kau tiba-tiba mengirim pesan padaku dengan isi seperti itu. Andai kau tahu itulah yang selalu aku harapkan. Bertemu dengan-mu. Memastikan secara nyata bagaimana kau sebenarnya.
Jadi, 3 tahun sudah Aku dan Luca berpacaran. Tidak seperti orang-orang, kami berpacaran lewat sosial media. Saat itu kami bertemu disebuah group chat asing yang mencakup penggemar film dari berbagai kota. Dari banyaknya ratusan anggota di group tersebut tak kusangka dia menarik perhatianku. Celetukannya lewat ketikan kerap kali membuatku dan yang lain tertawa geli dihadapan layar ponsel seperti orang gila. Aku yang cocok dengan selera humornya kadang memberi umpan balik pada celetukannya dan kami menjadi dua orang yang akrab di group hingga anggota lain menyebar gosip kami berpacaran di dunia nyata. Aku hanya kikuk melihat gosip itu. Sedangkan Luca selalu tiba-tiba menghilang setiap penghuni group mulai membahas tentang kami. Dan saat itu Gery, teman akrab Luca yang ada di group itu juga mengatakan bahwa lelaki itu malu di gosipkan seperti itu dan merasa tidak enak denganku. Akhirnya saat mengetahui alasan itu, aku memberanikan diri mengirim pesan pribadi padanya.
"Abaikan saja mereka. Gosip itu tidak perlu menganggu-mu. Lagipula kita hanya teman bercanda bukan? Dan jangan merasa tidak enak denganku, Luc."
Itu pesan pertamaku pada Luca. Yang tak kusangka itu adalah pesan pembuka yang akan berlanjut ke seribu bahkan berjuta-juta pesan selanjutnya antara kami berdua.
Dua minggu pertama kami masih seperti teman. Luca masih mengatakan hal-hal lucu seperti biasa, bedanya sekarang kami lebih sering berinteraksi secara pribadi. Anggota group merasa kesepian katanya karna aku dan Luca jarang muncul disana dan tidak pernah lagi membuat jebol notification mereka. Menanggapinya aku hanya berkata bahwa aku sibuk didunia nyata begitupun dengan Luca. Padahal faktanya kami berdua hanya sibuk di chat room kami masing-masing.
Satu bulan pertama aku dan Luca memulai chat yang tidak biasa. Luca mulai memberikan kode-kode yang tentu aku mengerti. Awalnya aku masih menimpalinya dengan candaan saat ia mengatakan suka kepadaku lewat video call. Kami hanya tertawa canggung. Aku belum siap mencintai. Tepatnya tidak untuk Luca yang bahkan tidak kukenali asal usulnya. Kami hanya dua orang yang seperti memiliki ikatan hanya dengan sebatas ketikan.
Saat itu, sekitar satu bulan Luca menghilang dari jejaring sosial. Rindu kepayang aku dibuatnya. Aku uring-uringan mencari kabarnya. Bahkan aku kembali muncul kepermukaan group lama yang mempertemukan aku dengan Luca. Aku kembali bertemu Gery. Namun lelaki itu hanya mengatakan ketidak tahu-annya tentang Luca yang menghilang. Aku menangis didunia nyata, dalam hati aku menebak yang tidak-tidak. Apa di dunia nyata milik Luca ada gadis yang lebih special dariku? Yang bisa mencintainya secara nyata? Bukankah aku juga manusia nyata yang memiliki hati meski Luca hanya mengenaliku lewat ketikan dan layar ponselnya? Oh, aku merasa dipermainkan oleh Luca.
Namun tidak, ditanggal 3 februari ia kembali. Luca mengisi lagi chatroom kami dengan spamannya yang katanya rindu denganku. Alih-alih ingin memarahinya, namun rindu ini diam-diam meng-cover segalanya. Aku segera memutuskan untuk menelfonnya. Dalam 3 detik Luca menjawab panggilan suara-ku. Aku mulai mendengar suara serak basah miliknya yang selalu membuat hatiku menggelitik senang. Segera aku tanyakan alasannya menghilang sebulan ini. Luca hanya menjawab ada problem yang harus diselesaikan didunia nyata. Ia seperti tidak ingin membahasnya.