PROLOG

35 1 0
                                    


"Itu bukannya Ardit ya?"

Seorang cewe menghentikan langkahnya tiba-tiba sambil memukul-mukul bahu cewek berkaos putih di sebelahnya. Mata mereka kemudian memburu sambil menyembunyikan tubuh mereka di antara rak-rak baju sebuah department store ternama, di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota Surabaya. Berusaha bersembunyi sambil terus memata-matai. Bisik-bisik kemudian beredar di antara kedua cewek yang ternyata adik kelas Ardit di kampusnya dan juga pengagum rahasianya.

Ardit. Cowok berumur 20 tahun yang menjadi pujaan  cewek-cewek sejuta umat di kampusnya bahkan kampus dari Universitas tetangga. Meskipun dia bukan ketua senat mahasiswa, bukan pula salah satu duta kampus yang selalu saja mencuri perhatian setiap tahunnya, namun pesona Ardit sebagai cowok pendiam dan juga salah satu vokalis band yang sering kali mondar-mandir dari satu café ke café yang lain lah yang membuat cowo yang mempunyai hobby bermain game online itu menjadi pusat perhatian dan juga menjadi bahan pembicaraan kapanpun, dimanapun.

Tak heran, kemanapun ia pergi selalu saja ada yang mengenali. Bahkan terkadang tak jarang pula ia mendapatkan teraktiran gratis kalau sedang beruntung.

"Itu cowoknya Ardit, si Ed bukan sih? Tapi kok kaya bukan. Lebih ganteng"

"Itu Ed, dodol. Punya kacamata dipake makanya. Biar pas lagi dijalan nemu kaya begini, nggak ngabur mata lo. Siapa lagi coba kalo bukan Ed yang jalan sama Ardit" Protes cewek bertopi kepada cewek berkaos putih sambil terus berusaha memandangi Ardit dan juga Ed yang sedang memilih-milih kemeja di bagian pria.

"Itu bukannya baju couple ya?" Lanjutnya sambil memijit-mijit layar ponselnya bersiap mengambil gambar dengan fitur kamera di ponselnya. Benda ajaib yang pernah diciptakan manusia saat ini.

"Bukan bego. Itu baju buy 1 get 1 free. Cuma kalo beli satu dapet satu lagi. Eh, berarti sama juga baju couple dong. wong motinya samaan gitu cuma beda warna aja"

"Ya tadi gue bilang gitu juga dongo"
Sementara dua cewek itu masih sibuk dengan pengintaiannya, Ed masih bingung dengan pilihan warna kemeja yang ada di hadapannya. Dia bingung antara warna navy blue atau ice blue. Kalau menurut Ardit, sebagai sahabatnya yang telah mengenal Ed sejak duduk di bangku sekolah dasar, ia lebih menyarankan Ed untuk memilih warna navy blue dan kemeja warna putih. Dengan pertimbangan kemeja warna putih  bisa dipakai juga untuk sehari-hari. Dipadupadankan dengan blue jeans  ataupun celana pendek dan sneakers putih yang juga baru ia belikan untuk Ed bulan kemarin ketika hari ulang tahunnya.

Ed mengukur kemeja yang ada di hadapannya ke tubuh Ardit. Ukuran tubuh mereka hampir sama. Kemeja atau kaos pun terkadang mereka saling pinjam. Berhubung Ed malas untuk menuju kamar ganti yang letak agak sedikit jauh dari tempat ia memilih kemeja sekarang, ia mencobanya ke tubuh Ardit.

Ardit diam saja seperti biasa. Tak banyak kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hari itu dia sedikit lelah untuk berdebat apalagi hanya perihal masalah kemeja. Buang tenaga.

"Bagus"

Ed mengangguk pasrah. Kali ini tak ada perdebatan seperti biasanya. Apa yang dikatakan Ardit ada benarnya. Dan tak seperti biasanya, tak ada kata-kata 'terserah' yang selalu muncul ketika Ardit dimintai saran.

"Tumbenan lagi waras. Nggak ngajak adu argumen"

"Ntar kalo gue bilang terserah, yang ada lo ngambek. Lo mah gitu. Dikasih saran bilangnya tumbenan"

Ed tersenyum lebar. Memperlihatkan deretan gigi-giginya yang putih dan juga rapi dengan rahang yang kokoh. Yang membuatnya semakin terlihat tampan ketika senyum terkembang perlahan. Ed langsung merangkul sahabatnya sambil menuju meja kasir setelah kedua kemeja itu di masukan ke sebuah kantong belanja oleh seorang pramuniaga yang senyumnya tak pernah lepas ketika melihat Ed dan Ardit yang sedari tadi berada tak jauh darinya.

Kedua cewek yang berada di antara rak-rak baju itu saling berpegangan tangan. Mata mereka terbelalak lebar, mulut mereka memberikan bentuk O bulat dan berakhir dengan dengan desisan panjang.

"Jaman sekarang, cowok ganteng sukanya sama cowok ganteng. Apa kabar dengan cewek-cewek biasa kaya kita?"

Dengusan nafas panjang keluar dari mulut mereka bersamaan.
Mereka berdua terdiam sesaat dan kemudian saling pandang sedikit agak lama. Otak mereka saling terhubung, semacam ada telepati yang menghubungkan pikiran mereka dan sama-sama tahu apa yang dipikirkannya.

"NAJISSS" Ucap mereka berdua bersamaan sambil saling melepas pegangan tangan mereka yang sedari tadi tergenggam erat. Dan berjalan berbeda arah.


Boy Next DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang