The Scar | 29

66.2K 5.7K 426
                                    

MASIH dengan hari yang sama di tempat yang berbeda. Banyu duduk di sofa sudut sambil memandangi aquarium berukuran sedang yang terletak di dekat jendela besar. Hari ini ia menemani ibunya ke klinik hipnoterpi, salah satu tempat pengobatan sang ibu. Ayahnya dan Bayu punya acara penting, entah acara seperti apa hingga tak melibatkan dirinya. Dan yang muncul dipikiran Banyu hanya acara bedah buku. Nggak keren sama sekali....

Karena ini menjadi yang pertama kali untuknya, ia tidak tahu harus melakukan apa. Ibunya sendiri sudah mulai berbaring di sofa bed yang sudah disediakan, berbincang dengan dokter yang menanganinya dan tentang apa Banyu juga tidak tahu.

"Nyu, kalo kamu bosan keluar aja dulu," ujar Deva. Kebosanan terlihat jelas di wajah putranya. Tipikal Banyu yang tidak bisa duduk diam terlalu lama.

Sebenarnya Banyu ingin, tapi ayahnya sudah meminta untuk tetap menemani ibunya apapun yang terjadi. Apalagi ini bukan pemeriksaan biasa, tapi ibunya sedang berjuang dengan pikirannya sendiri. Meskipun tidak pernah mengalami keadaan seperti itu, tapi melihat apa yang Bayu lakukan pada dirinya sendiri, sedikitnya tahu bagaimana menderitanya berada dikondisi tersebut. Dan ia tak ingin ibunya menderita sendirian."Nggak apa-apa, Bun. Nggak lama juga."

"Jangan berisik tapi. Ponsel kamu harus disenyapkan."

Banyu mengangguk. Akhirnya tidak ada pilihan lain selain menatap aquarium di hadapannya sampai terapi ibunya selesai.

"Seperti biasa Deva... rileks." Dokter Arin memulai terapinya.

Deva menutup kedua matanya, menghirup udara lalu mengembusnya perlahan, dan mengulangnya beberapa kali. Seraya mendengarkan sugesti Dokter Arin seperti biasanya, hingga lambat laun ia tersedot dalam ruang gelap, sayup-sayup ia mendengar kalimat sugesti yang lain. Yang membuatnya seperti tertarik ke dalam dimensi pikirannya sendiri.

"Kali ini kamu harus berani masuk lebih dalam lagi ke kehidupan kamu yang dulu, Dev. Kamu harus lawan. Lihat semua kenangan yang berharga di hidup kamu. Dan jadikan itu sebagai penyesalan karena kamu udah kehilangan semuanya di hari ini. Itu semua karena ketakutan kamu dan rasa bersalah kamu. Lawan Deva. Dengan begitu kamu lebih bisa menerima hidup."

Layaknya mengganti chanel TV, semua ingatan itu terlihat berganti-ganti, tupang tindih. Semuanya meminta untuk diingat dan ditanyangkan kembali. Membuat Deva ingin berlari saja ke sudut terang yang memiliki cahaya. Terlalu takut untuk melawan, ia tidak perlu mengingat semuanya dan menyakiti dirinya sendiri.

"Lawan Deva, Lawan. Masuk lebih dalam. Di sana kebahagian itu sedang menunggu kamu." Dokter Arin kembali memberi sugesti, saat tahu Deva mulai mengernyit dan yakin wanita itu akan segera menghentikan terapi mereka tanpa hasil seperti yang sudah-sudah.

Tayangan ingatan Deva berhenti pada satu titik. Ketika ia berdiri di atas podium besar dengan senyum lebar, sebagai balasan dari tepuk tangan riuh dari orang-orang yang menatapnya kagum hari itu.

Selamat Ibu Deva anda berhasil memenangkan The Superwoman Awards tahun ini.

Di tempat yang lain, salah satu petinggi perusahaan makanan cepat saji terbesar sedang menjabat tangannya erat, mereka baru saja menandatangani kontrak kerja sama baru. "Congratulation for your new company in Singapore."

"Mas, apa aku terlalu sibuk?" tanya Deva, di suatu hari ketika Adrian datang menjemputnya di kantor.

"Kenapa memangnya?"

"Aku ngerasa anak-anak ngejauh dari aku. Aku pulang mereka udah tidur, berangkat kerja mereka belum bangun." Wajah Deva direndung kesedihan. Bahkan ia sudah lama tidak membacakan dongeng untuk anak-anaknya, begitu juga dengan mengantar mereka ke sekolah."Aku nggak tahu perkembangan mereka gimana. Semua dikerjain sama Bibik."

THE SCAR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang