Ayunan

108 1 0
                                    

"Bangun, nak, ini sudah waktunya berangkat sekolah," Ayah mencoba membangunkanku seperti biasa.
Tapi hasilnya tentu gagal lagi. Aku adalah, anak yang paling susah untuk dibangunkan, apalagi hari ini adalah hari senin. Sekolah akan memulai kegiatan dengan melaksanakan upacara bendera, itu adalah hal yang membosankan. Yang mana aku akan di marahi ibu dulu sebelum berangkat sekolah, karena, aku akan sibuk mencari atribut sekolahku, untuk pelaksanaan upacara bendera. Khususnya, topi. Ah, aku memang anak yang payah.

"Icha, ayo cepat, kakak dan adikmu telah menunggu, kau akan telat lagi ke sekolah, ibukan sudah bilang berkali-kali, kalo pulang sekolah jangan ditaruh sembarangan perlengkapan sekolahnya."
"Aduuh, ibu malah marah-marah, bukannya bantuin icha nyari malah ngomeeeel,mulu."
"Hmmm, icha...icha..."
"Sudah, sudah,kamu pake punya kak Ita aja, upacara sudah akan dimulai kita akan telat, dik."
Si kakak, emang selalu mengalah karena tak mau lama-lama menunggu, meskipun ia akan dimarahi Sang guru nantinya.
"Makasih kak, kakak Ita emang kakak yang paling baik."
"Kami bertiga berangkat ke sekolah"
"Ayah, jangan lupa membuatkan ayunan untukku ya," bisikku ditelinga ayah, sebelum berangkat.

Kegiatan sekolah berjalan lancar, meskipun ada beberapa hal yang membuat aku sedikit leger dihadapan guru.
Gimana tidak, karena mencari topi tadi pagi, buku matematika ku ketinggalan, aku lupa memasukkannya ke tas usai mengerjakan PR. Dan karna seriusnya mengerjakan PR yang begitu sulit, sampai lupa mengerjakan PR bahasa indonesia. "Pasti dapat hukuman lagi, matilah aku," Ucapku sambil memukul jidadku.
"Kenapa? Lupa ngerjain PR lagi? Atau emang gk ngerjain, kamu itu payah, emang payah," sambut lilik, teman sebangku ku.
Tapi, kedua hal itu terbebaskan, karena hari ini ada rapat guru mengenai ujian akhir sekolah.
Jadinya para murid dipulangkan lebih awal.

"Tak,tok,tak,tok"
Ayah lagi sibuk memaku papan yang disusun di atas pohon nangka depan rumah kami. Ayah akan membuat rumah bermain kami, tapi permainan yang ayah buat adalah tempat bersekolah juga. Rumah kayu itu diisi dengan buku-buku cerita kesukaan kami. Meskipun hidup kami sederhana. Ibu seorang pedagang kue keliling dan ayah adalah seorang pedagang koran. Tapi mereka memiliki minat baca yang cukup tinggi. Ayah juga akan membuatkan ayunan untukku, seperti yang sudah ku pinta tadi pagi.
Di ayunan itu aku akan mengayunkan badanku, sambil mendengarkan kakak membacakan beberapa dongeng kesukaan kami berdua, dari si kancil yang nakal, pinokio, raja hutan dan masih banyak cerita lagi. Pasti seru bukan.
Sebenarnya kami sudah punya ayunan sebelumnya dan rumah pohon seperti yang ayah bangun ini, tapi karena lahan kecil di samping rumah mau dipake untuk ibu berdagang sayur mayur, jadinya ditebang dan dibuat baru. Tapi, hal-hal dan kenagan bersama ayunan, dan rumah pohon itu akan kami lanjutkan setelah, yang baru ini.

"Ukh...ukh...ukh..."
"Ayah minum dulu, ayah sepertinya capek," ucapku pada ayah, sambil menyodorkan segelas air putih.
"Terimakasih nak," ucap ayah dengan nada lemas.
"Ayah sakit lagi," tanyaku cemas.
"Tidak nak, ayah hanya sedikit capek.
" Ayah istirahat saja, ayunannya bisa dibuat besok, rumahnya juga sudah selesaikan," pintaku pada ayah.
"Sudah, biarkan ayah selesaikan saja," suara ayah semakin lemah.
"Tidak ayah, tidak, ayah harus istirahat, kalo ayah sakit lagi, tak ada yang membacakan cerita di malam hari untuk icha, kakak dan adik. Jadi sebaiknya istirhat dulu."
"Ya sudah, ayah istirahat dulu, besok sepulang dari sekolah, insyaAllah ayunannya sudah jadi," Janji ayah padaku.

Pukul 06.30
Hari ini keceriaan datang dalam hatiku, aku bangun lebih awal, tanpa ada omelan dari ibu, dan tentunya kakak dan adik tidak perlu menungguku lama. Hari selasa adalah hari pendekku. Ya, karena aku hanya punya satu mata pelajaran hari ini, sebenarnya 4, tapi karena ibu guru lagi keluar kota kami akan bermain sepuas hati. Hehehehe.

"Icha, bukannya itu pamanmu.?"
"Hmmm,ia,ngapain paman kesekolah? Itu juga ada kakak dan adik, pada mau kemana?" aku bertanya-tanya, tidak biasanya ada keluargaku datang ke sekolah kecuali waktu penerimaan rapot.
"Dek, ayo pulang, kakak sudah izin, sama kepala sekolah."
"Pulang? Kenapa kak?"
"Sudah,ikut saja, jangan banyak tanya" karena aku dasarnya cerewet aku terus bertanya kepada kakak. Dan kakak tetap menjawab dengan jawaban yang sama.
"Loh, kok malah kerumah sakit kak, kenapa? Tolong jawab aku kak.

" Pak, bangun pak, anak-anak akan datang, tolong bangun pak." ibu berbicara sambil menangis.
"Ibu, ayah kenapa, kenapa ayah tidak sadarkan diri? Aku takut, gemetar, tak sanggup melihat kondisi ayah.
" Ayahmu pingsan lagi, usai berdagang koran keliling."
"Ayab, ini icha, ada kakak dan adik juga di sini, kami di panggil paman untuk pulang, ayah, icha sudah bilang sama ayah untuk istirahat, ayah bangunlah."
Ayah, memiliki penyakit serius, yang belum dapat diobati hingga hari ini, ayah menderita paru-paru basah yang sudah lama menyerang tubuhnya. Karena tidak punya biaya cukup, ayah belum bisa berobat.
"Ukh...ukh...ukh...."
"Ayah, ayah,
Buk, ayah sudah sadar," teriak aku memanggil ibu, yang sedang duduk di luar ruangan.
"Icha, mana ibu, kakak dan adikmu," ayah langsung mencari ibu dan saudaraku.
"Ayah hanya ingin minta maaf, tidak bisa memberi banyak untuk kalian, ayah hanya menitipkan pesan, agar kalian tetap sekolah, jangan pernah putus asa. Kekurangan dalam perekonimian kita bukan alasan untuk tidak sekolah. Siapa mau dia bisa. Itu intinya. Kau mau maka kau bisa. Kalian mau sekolah ?
" ia ayah, icha akan sekolah, ayah juga pasti akan sembuh, ayah sudah berjanji akan membuatkan icha ayunan, ayah akan mengayunkan ayunan sambil membacakan dongeng untuk kami, bukan?
"Belajarlah nak, ayunanmu sudah ayah selesaikan, tetaplah membaca, ada beberap buku bacaan yang ayah beli untuk kalian kemarin, bacalah, semuanya, kalian akan tau semua isi dunia ini, hanya dengan membaca,'
Ayah terus menesehati kami untuk terus belajar dan membaca, sedangkan nafas ayah mulai terdengar pendek, dan semakin pendek.

Hingga ia menutup mata, di atas pundak sang istri tercinta, dan dalam pelukan anak-anak yang selalu mencintainya.

Air mata mulai menghujani, tangis isak ibu terdengar begitu keras, kami berusaha menenagkan ibu, aku tak sanggup melihat semua peristiwa ini. Dengan erat kakak memeluk ibu sambil menenangkan ibu yang masih terus terisak.

Hari ini begitu menyedihkan, padahal di awal pagi aku disambut kegembiraan karena tidak bangun telat dan tidak diomeli ibu. Dan dipertengahan hariku, ayah pulang menemui yang maha kuasa, ayah kembali kepada yang memberi nyawa.

Ayunanku, kini hanya kenangan terindah buat kami, kami akan tetap berusaha belajar dan membaca, di atas ayunan ini, ada cerita bersama ayah, bersama nyanyian dan dongeng-dongeng yang pernah dibacakan ayah untuk kami. Kata ayah, kami adalah anak-anak yang harus membuat generasi penerus tanpa kebodohan, menciptakan lapangan belajar lebih luas lagi. Membaca di atas  rumah pohon adalah hal yang paling di sukai ayah, usai dari berdagang keliling, ayah akan melepaskan lelahnya dengan menghirup kopi panas dan menikmati pemandangan dari atas pohon.

"Ayah, apa ayah sudah bertemu Tuhan?
Apa yang ditanyakan Tuhan pada ayah?
Ayah, aku disini, bersama kak ita dan adik, bermain di atas ayunan tanpa ayah, kami bercerita.
Ayah, terimakasih atas semua jasamu, Tuhan akan selalu menyayangimu, kau tak pernah mengeluh sedikitpun tuk menyekolahkan kami, tak ada uang bukan alasan untuk tidak sekolah, melainkan ujian agar kita terus sekolah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita BerceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang