APOLOGIZE

5 1 0
                                    


Setelah menyelesaikan demontrasi tadi, aku dan ketiga sahabat ku yang lain memutuskan untuk beristirahat di kantin sembari meminum es jeruk segar yang disediakan oleh ibu kantin sekolah ku.

Kami berempat duduk di gazebo yang memang hanya satu tersedia di samping kantin ini. aku lebih suka duduk disini karena suasananya terkesan lebih tenang ketibang harus duduk di tengah area kantin yang rusuh akan hingar bingar siswa yang kelaparan.

"lebih baik kau menemui gadis itu." Saran adrian memulai obrolan.

"aku?" tunjuk ari pada dirinya sendiri.

"kau pikir siapa lagi? Memangnya siapa yang menendang bola itu?" seka tino.

"huft, dia gadis menggemaskan sekaligus menyeramkan." Hela ku di tengah-tengah pembicaraan ketiga sahabat ku.

"kau menyukainya ren?" tembak adrian langsung.

Sontak aku tersedak es jeruk yang sedang berusaha aku teguk.

"ahah, seperti dia memang menyukai gadis itu. Lihatlah mukanya memerah." Tambah tino.

"pikiran konyol macam apa itu? aku tidak menyukai gadis itu. mana mungkin aku menyukainya? Bahkan aku tidak mengenalnya. Dan muka ku merah bukan karena aku menyukainya. Itu karena aku tersedak minuman ku bodoh!" bela ku.

"ah, sudahlah sudah. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku merasa bersalah sudah melukai seorang junior. Ah, payah sekali aku!" usai ari.

"kau harus menemuinya." Ulang adrian.

"dimana?" tanya ari.

"di ruangan kepala sekolah." Jawab adrian asal.

"apa? Apa setelah ini aku akan mendapatkan surat peringatan atas tidak kekerasan? Oh tidak, ibuku akan sangat marah, jika mengetahui hal ini." risau ari dengan raut wajah yang sangat terlihat stress.

"jangan membuat teman mu ini gila adrian." Ucapku karena merasa kasian melihat ari yang terlihat hampir gila.

"habis, hari ini dia sungguh bertingkah bodoh." Ujar adrian membela diri.

"yap!!" seru tino menyetujui apa yang dikatakan adrian.

"dia ada di UKS sekarang." Ucapku langsung.

"apa tidak ada yang ingin menemani ku untuk menemuinya? ah, aku yakin aku akan dimaki kembali oleh gadis itu." keluhnya sembari menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"tidak." Ucap adrian dan tino berbarengan.

Aku hanya tersenyum sinis mendengar jawaban dari kedua sahabat ku itu.

"bergegaslah sekarang sebelum aku berubah pikiran." Ucapku sembali berdiri dari tempat duduk ku dan pergi meninggalkan mereka bertiga tanpa mengatakan apapun lagi.

"tunggu ren!!!!' teriak ari dari belakang ku.

"aku minta maaf." Ucap ari langsung setelah ia berada di hadapan eni yang tengah duduk di atas tempat tidur pasiennya itu.

"ya." Jawabnya singkat tanpa melihat ke arah kami berdua dan malah sibuk dengan handphone dalam genggamannya.

"hanya itu?" tanya ari atas jawaban singkat eni.

"lalu? Kamu ingin aku menjawab apa lagi? Apa kau mau aku mengatakan, ya dengan syarat? Aku yakin kau tidak menginginkan itu bukan?" jelasnya sungguh sakartis.

"ya." Dan sekaran malah ari yang menjawab singkat. Aku yakin penjelasan eni cukup jelas sehingga ari pun tidak tahu lagi harus mengatakan apa.

"lalu mengapa kau masih berdiri disini? Keluarlah." Usir eni dengan malas.

"hah? Kau mengusir ku dari sini?" tanya ari.

"tidak." Jawab eni singkat lagi.

"lalu?" tanya ari lagi.

"aku hanya mengusir mu dari hadapan ku." Jawabnya sungguh membuat ku menahan senyum.

"hah? Itu sama saja junior." Kata ari.

"tentu saja tidak. Aku mengusir mu dari hadapan ku bukan dari sini seperti pernyataan mu tadi, senior. Pergilah, pergi." Bela eni. Bisa sekali gadis ini.

"tapi biarkan aku disini. Lagi pula kau sendiri disini." Pinta ari untuk bisa tetap tinggal.

"ketahuilah, aku sangat suka sendirian." Nyatanya.

"baiklah kalau begitu. Aku akan mengunjungi mu lagi nanti."

"tidak perlu."

"mengapa?" tanya ari.

"aku sangat amat teramat tidak menginginkan itu." jawabnya yang lagi-lagi mampu membuat ku menahan senyum. Sungguh kali ini ada gadis yang menolak seorang ari renaldi.

"apa aku baru saja ditolak?" tanya ari pada dirinya sendiri.

"tak jauh dari itu sobat." Kata ku samar yang sepertinya hanya bisa didengar oleh ari.

"pergi!!" jerit eni membuat aku dan ari tersentak dari tempat kita berdiri saat ini.

"tapi," tanpa membiarkan ari melanjutkan ucapannya, aku langsung menarik tangan ari untuk keluar dari ruangan ini.

not them, but you.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang