Si Kunyuk

56 1 0
                                    


Halo hola...Setelah pasif sekian lama...Nggak upload cerita. Akhirnya aku memutuskan memposting cerita pendek yang aku buat. Semoga suka...

Jangan lupa comment ya :) Selalu ditunggu saran dan kritiknya.

tancu :)

                                                                                            * * * * *

Pintu kelas terdobrak keras. Seseorang dengan peluh berlelehan dari dahi dan mendarat di atas seragam putih kekuningan, mendesak masuk lalu terduduk di atas meja paling belakang.

      "Oji udah balik!"

      Aku mendongak paksa dengan tatapan malas. "Siapa?" tanyaku memastikan. Entahlah, akhir-akhir ini pendengaranku sedang tidak stabil.

      "Oji, Ra! Oji Si Kunyuk!"

      Bola mataku membesar tanpa kontrol. Dalam hitungan detik, tanganku sudah terkepal. Lalu entah bagaimana bisa meja di depanku sudah menimbulkan bunyi keras yang mengundang perhatian.

      "Lo serius?"

      Gadis berkeringat itu manggut-manggut. Sorot matanya tanpa cela. Seakan menegaskan informasi yang disampaikannya tak akan salah.

      Dalam sekali gerak, aku melesat jauh. Menabrak beberapa teman yang tak punya salah. Menembus kerumanan yang terbentuk berkat kedatangan Si Kunyuk Oji.

      Dengan kekuatan bulan, tubuhku yang sedikit kekar berkat futsal tiap sore, berhasil mendesak puluhan murid yang mengitari kelas terkumuh itu. Kelas yang sering kali tak dianggap keberadaannya karena di dalam sana, isinya hanya pembuat onar tak bermoral. Yang masa depannya saja sudah tak bisa terdeteksi.

      "Oji nggak ada! Jangan ngumpul di sini!" jerit seorang gadis yang tengah berusaha menahan arus agar kelasnya tak kebanjiran manusia.

      Aku berjinjit dan melongok dari balik jendela. Betul saja, Si Kunyuk memang tak ada di kelas. Kemudian, aku ingat di mana berandalan itu suka bertengger layaknya burung emprit.

      Kuhampiri bagian belakang sekolah, di bawah nanguan tiang bendera yang panas, aku melihatnya tengah menyesap benda panjang berwarna putih dengan ujung yang menyala merah.

      "Eh, Oji!" panggilku lebih mirip makian.

      Si Kunyuk tak langsung menoleh. Dia menyeka debu yang menempel di pipi sehingga tak sengaja tersulut ujung rokok. Dia mendesis kesakitan. Tapi tak cukup untuk membuatnya merintih layaknya anak kecil yang terjatuh dari sepeda. Atau dia memang sengaja bersikap baik-baik saja di hadapanku karena takut harga dirinya jatuh. 

      "Gue nggak mau basa-basi." Aku mengucap dengan penuh penekanan. Beruntung bagiku, Oji akhirnya melirik sipit. "Balikin duit gue." Tanganku terulur untuk memastikan jika pesan yang kusampaikan telah berhasil masuk ke dalam otaknya.

      Kening Oji terlipat. "Maksud lo?"

      "Lo kan pernah utang sama gue. Buat bayar motor lo yang mogok. Jangan pura-pura lupa!"

      Sudut bibir Oji terangkat menyebalkan. "Sekian lama gue nggak nongol di sekolah, sekalinya ada yang mau ketemu, malah nagihin utang."

      Oji menginjak putung rokoknya yang masih panjang. Meski baranya sudah tak nampak, dia terus menginjaknya sampai benda itu tak bisa lagi dikenali.

      Ada gentar yang merasukiku. Tentang ketakutan nyata akan sosok Oji yang tak kenal ampun. Pada siapa pun, termasuk gadis lemah sepertiku.

      Jika bukan karena konser itu, aku sungkan menemuinya personal begini. Meminta sejumlah uang padanya dengan cara yang cukup halus menurutku.

RyujiWhere stories live. Discover now