II : Badai.

9 3 2
                                    

Ketegangan di rumah sakit itu semakin terasa, saat Presdir datang. Departemen bedah umum, Toraks, Ortopedi, Pernapasan, Profesor dari hampir semua Departemen di panggil di Ruangan khusus VIP atau ruangan khusus untuk keluarga Gerhana.

Tidak ada luka, infeksi atau penyakit lainnya, hanya saja Fadil ingin mencegah kejadian yang tidak di inginkan atau dia hanya panik. Tidak pernah ia merasa sepanik itu. Pernah sekali, saat Ayahnya meninggal. Apalagi ia tidak pernah ikut mengurus keponakannya itu karena beban menjadi Presdir perusahaan terbesar di Negeri ini.

Ketegangan masih berlanjut saat salah seorang Dokter masuk memeriksa keadaan Alita. Yang lain sangat berharap bisa menunjukkan keahlian mereka di depan Fadil. Menunjukkan kekhawatiran yang tidak berarti di mata Fadil. Dunia ini tidak akan lengkap tanpa para penjilat itu. Fadil sangat paham akan hal itu dan telah memecat hampir setengah pegawainya yang ketahuan melakukan penggelapan dana. Tapi, belum pada rumah sakit ini. Lagi pula untuk membersihkan segudang tikus hanya di butuhkan 'Satu' orang.

"Anda tidak perlu khawatir. Nona Alita hanya pingsan saja dan butuh istirahat. Jika ada masalah panggil saya saja." jelas Pak Septo, Direktur sekaligus sahabat mendiang Arya--Ayah Fadil. Dokter yang lain hanya bisa ikut tersenyum, tanpa ambil bagian dalam merawat Alita. Harapan mencari muka di depan sang Ketua pun musnah.

Wajah lega sarat merekah dari wajah tampan Fadil mendengar penjelasan Dokter dan langsung masuk melihat keadaan Alita yang masih lelap. Gaun cantik itu masih membalut tubuhnya. Fadil menatap wajah jelita itu dan tidak hentinya tersenyum. Meski ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Tapi, ia bisa mengesampingkan masalah itu, yang terpenting Alita baik saja. Ya, itu lebih penting dari apapun.

Lain dengan Fadil, Ardian masih dengan wajah penyesalannya. Kenapa dia membiarkan Alita masuk kembali dalam masa lalu? Kenapa dia bisa melupakan hal sepenting itu?. Berjalan perlahan menghampiri Fadil, "kak. Aku ingin membicarakan sesuatu."

Mengalihkan pandang dari Alita, ia menjawab, "Hm.. Kelihatannya serius?. Nanti saja saat di rumah. Kita hanya akan mengganggunya jika ngobrol di sini. Dan lagi, kita masih punya urusan di rumah, bukan?." jawab Fadil dengan senyum santainya. Ardian balas tersenyum kecil

Fadil mengambil Iphone dari saku jasnya. Jarinya lihai menekan layar persegi itu.

"Kalian sudah sampai?."

"iya, Pak."

"bagus, langsung datang ke ruang VIP."

Tut.. Tut.. Tut..

Setelah panggilan terputus, mereka berdua berjalan keluar. Di sana sudah datang dua pria dengan jas hitam yang merupakan ketua bodyguard dan timnya. Juga seorang wanita yang merupakan kepala pelayan di kediaman keluarga Charman.

"kalian sudah tahu tugas kalian, kan? Jaga tempat ini, jangan biarkan siapa pun masuk tanpa izin dariku. Dan kamu, rawat Alita dengan baik."

"iya, Pak." jawab mereka serempak.

***

Entah sudah berapa kali Alita menghela napas dalam waktu hanya lima menit, melihat dua rupawan itu masih sibuk dengan berkas di tangan mereka mengabaikan makanan yang sudah tersaji. Hanya jelita itu yang menikmati makanannya. Padahal rencana makan siang ini ide dari Fadil. Tapi, malah dia yang paling sibuk dan hampir tidak pernah bicara padanya sejak mulai duduk di kantin Rumah sakit Charman. Sedang Ardian datang karena tidak bisa menolak perintah Kakaknya. Dan dia pun tidak kalah sibuknya.

"Kalian mau makan atau nggak, sih?." Alita mulai menyuarakan kekesalannya, "lain kali jangan ngajak Alita makan siang kayak gini lagi. Toh ujungnya cuma Alita aja kan yang makan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 17, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alita [Wherever, I Can See]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang