Kesan pertama

10.4K 1.2K 285
                                    

Setelah puas memakan daging hasil buruan, Inuyasha memandang jijik pada darah yang mengotori tubuh dan selimut yang ia pakai. Ucapan Sesshomaru memerintah agar ia mandi pun terpaksa harus dilakukan.

Dengan hati-hati Inuyasha menuruni ranjang. Kaki menyentuh lantai dingin. Telinga anjing sang hanyou bergerak mencoba mencari bunyi air. Hidung mengendus udara. Dahi langsung berkerut tatkala bau pergumulan masih kental.

Manik cokelat madu mengitari ruangan. Ia berjalan sesaat dalam kondisi telanjang. Tangan kiri memegang perut yang besar. Keseimbangan tubuh berpindah sehingga hanyou ini belum terbiasa berjalan tanpa terhuyung.

"Di sini kau," ucap Inuyasha senang mendapati jubah tikus api miliknya masih utuh dan tergeletak dekat kaki ranjang. Ia mencoba meraih, namun tak dapat membungkuk.

"Keh, sial. Kenapa kau bisa sebesar ini?" gumam Inuyasha kesal. Manik cokelat madu menilik tajam pada perut sendiri.

"Mungkin ini alasan Sesshomaru menginginkanmu sebagai pasangannya."

Inuyasha memutar tubuh terkejut. Tangan menarik selimut kotor untuk menutupi tubuh. Ia tak menyangka ada siluman yang dapat mengendap tanpa diketahui olehnya. Seharusnya aura yokai dan bau pun akan dirasakan, namun bagaimana wanita cantik ini mampu memasuki kamarnya?

"Keh, apa yang kau bicarakan. Sesshomaru hanya ingin mainan sampai dia merasa bosan. Siluman arogan berengsek," gumam Inuyasha.

Inuyasha memberi jarak tatkala wanita siluman mendekatinya. Ia meneliti. Entah kenapa melihat siluman ini ia teringat akan Sesshomaru.

"Bukankah seharusnya kau merasa tersanjung, seorang Daiyokai mau meniduri hanyou sepertimu?"

Inuyasha menggeram marah. Wanita ini menghinanya dengan ekspresi datar.

"Aku lebih baik tidur bersama Kouga ketimbang dengan si berengsek. Lagipula, siapa dirimu berani ikut campur urusanku?" tantang Inuyasha. Tangan bercakar mencengkeram kuat selimut kotor.

Wanita itu berhum pelan. Kipas lipat dikeluarkan untuk menutupi sebagian wajah cantiknya. "Aku adalah Nyonya Inukimi, istri pertama mendiang ayahmu, Inutaisho."

Inuyasha membeku. Ia memandang tak percaya. Kini ia melihat kemiripan Sesshomaru dan wanita ini. Dari wajah tanpa emosi, hingga gurat warna di pipi.

"Apa maumu?" tanya Inuyasha penuh kewaspadaan. Ia berharap Tessaiga ada di tangan untuk membantunya menghadapi siluman ini.

"Memastikan kondisimu. Sesshomaru baru saja menemuiku jika kalian akan pulang ke kastil barat."

Dahi Inuyasha berkerut. "Aku tidak mengerti."

"Aku yang membawamu kemari. Kau berada di kastil langit milikku. Sesshomaru akan membawa kau menuju istana yang ditelantarkannya selama beberapa ratus tahun. Tapi sebelum itu, aku ingin melihat perkembanganmu, hanyou."

"Aku baik-baik saja!" Inuyasha menjauhkan diri. Merasa tak aman dengan adanya sang Inukimi. Ia berharap Tessaiga ada di tangan untuk memberi keamanan yang dibutuhkan.

"Apa kau takut, hanyou?" suara ibu Sesshomaru terdengar datar, namun manik yang terlihat dari balik kipas begitu tajam meneliti.

"Keh! Aku tidak takut siapapun," balas Inuyasha berani. Ia menegakkan tubuh, tak ingin memberi indikasi jika ia sempat terintimidasi.

"Benarkah?"

Inuyasha menunjukkan taring pada ibu tirinya. Ia tak akan mundur atau memperlihatkan kelemahan.

"Hanya karena energi yokai milikku berkurang, bukan berarti aku tidak akan menyerangmu."

Inuyasha terkejut tatkala tawa pelan terdengar oleh telinga sensitifnya. Telinga anjing miliknya bergerak. Gestur tubuh menyerang sedikit mengendur.

Benih [Mpreg Sudah Dibukukan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang