Aku agak aneh dengan sebuah amplop coklat berukuran sedang yang tergeletak di meja riasku. Aku membiarkannya karena aku memang tidak ada niat untuk membukanya. Mungkin milik Kevin, aku lantas menyimpannya di dalam laci supaya tidak rusak. Siapa tahu ada dokumen penting di dalamnya. Seperti biasa, aku langsung membersihkan rumah, menyiapkan sarapan meskipun suamiku sedang berada di luar kota sampai lima hari ke depan.
Siang harinya aku semakin bingung dengan suamiku itu, dia sama sekali tidak membalas pesan-pesan yang aku kirimkan ke handphone nya, menelepon saja tidak. Aku memandangi pesan yang aku ketik dengan hati khawatir, tidak biasanya Kevin seperti ini?
Malam sudah berganti menjadi pagi, begitu seterusnya. Di hari ke tiga aku memutuskan untuk menanyakan langsung kepada ibu mertuaku yang rumahnya butuh perjalanan dua jam dari rumahku dan Kevin. Mertuaku sama-sama sulit dihubungi, aku tidak akan nekat ke sana kalau saja mertuaku itu mau mengangkat teleponnya.
Malam harinya aku pulang ke rumah dengan kehampaan, aku tidak habis pikir dengan Kevin juga mertuaku. Mereka menghilang dan tidak bisa dihubungi. Aku pernah mengenal beberapa kerabatnya tapi aku tidak memiliki kontak mereka, rumah mereka saja aku tidak tahu, lantas aku harus bagaimana?
Pernikahanku dengan Kevin memang tergolong masih baru. Belum ada satu tahun. Astaga! Sebenarnya apa yang tengah aku hadapi? Aku memejamkan mataku karena kepalaku sakit dan rasanya mau pecah. Dadaku tiba-tiba sesak dan aku ingin menangis tapi aku tahan-tahan, sebentar lagi Kevin akan pulang dari perjalanan dinasnya. Aku yakin, aku mencintainya dan Kevin sama seperti diriku.
Aku mulai lelah menunggu Kevin yang tidak muncul-muncul. Dia sudah pergi, dia tidak benar-benar mencintaiku, bahkan ia tidak berpamitan untuk meninggalkanku. Aku salah apa? Apa di luar sana ada seorang wanita yang membuatnya khilaf? Di sini aku sebenarnya butuh penjelasan, tapi bagaimana aku bisa mengerti kalau tidak ada seorangpun yang bisa aku mintai tolong dan aku mintai penjelasan.
Aku mematung di depan meja riasku, menatap bayangan wajahku yang tampak mengerikan. Berhari-hari aku tidak bisa tidur nyenyak. Entah sudah berapa lama mereka menghilang. Aku berkali-kali datang ke rumah mertuaku dan rumah itu masih tampak sama, kosong tidak berpenghuni. Kemarin adalah hari terakhirku ke rumah mertuaku, karena tetangganya memberi tahu kalau ibu Kevin sudah pindah entah kemana. Aku tidak lupa mengunjungi makam ayah Kevin, mungkin itu adalah hari terakhir untukku, mungkin aku tidak akan lagi mengunjungi tempat itu.
Aku sempat mendatangi kantor Kevin, dan mereka mengatakan kalau Kevin sudah tidak bekerja di sana lagi. Aku sudah dibodohi oleh suamiku sendiri. Aku mencarinya kemana-mana sampai hampir gila, sedangkan dirinya memang sudah merencanakan untuk meninggalkanku.
Aku menyisir rambutku sambil menangis, aku hanya meminta penjelasan, aku tidak apa-apa ditinggalkan, tapi jangan seperti ini caranya. Kevin melamarku dengan penuh cinta, kenapa saat berpisah dia tidak mengatakan apa-apa. Aku tidak menyangka kalau dinas ke luar kota bisa berubah menjadi perjalanan untuk meninggalkan diriku selamanya. Aku bodoh, aku sangat bodoh, Kevin menipuku.
Aku menangis sambil menjerit-jerit, hatiku sakit. Kevin tega kepadaku, Kevin tega meninggalkanku. Jadi untuk apa kita menikah kalau pada akhirnya aku dicampakkan seperti sampah?
Aku menghempaskan apa saja yang ada di depanku. Aku tertunduk di meja rias, mengotori permukaan kayunya dengan air mata. Aku benci Kevin, Kevin meninggalkanku. Aku tahu kalau aku bukan wanita sempurna, tapi apa salahnya kalau dia memperlakukan diriku lebih baik lagi. Aku hanya ingin dia datang kepadaku dan menjelaskan semuanya. Aku manusia bukan patung. Aku manusia bukan batu. Dimana letak hatinya? Kenapa Kevin berubah kepadaku? Aku tidak tahu apa masalahnya. Aku sungguh tidak tahu.
Kepalaku sakit sekali, aku butuh beberapa pereda nyeri agar aku tidak mati. Aku meraba-raba ke dalam laci dan aku menemukan botol obat yang memang sengaja aku simpan di sana. Aku meminum satu tanpa menggunakan air. Aku memandangi lagi tampang burukku di cermin. Kelopak mata menghitam dan pipiku tirus sekali. Depresi adalah obat paling ampuh untuk menurunkan berat badan. Aku tersenyum getir, air mata bodohku masih saja mengalir. Kevin tidak layak untuk ditangisi. Dia tidak lebih dari seorang lelaki tidak tahu diri sekaligus tidak bertanggung jawab.
Mataku menangkap amplop coklat di dalam laci. Itu milik Kevin dan aku membukanya karena aku ingin tahu apa isinya, apa benar benda yang aku pegang ini milik Kevin? Jantungku mencelos ini adalah jawaban dari kenihilan Kevin. Dia sudah memberiku surat cerai yang sudah ia tandatangani. Fixed, dia meninggalkanku.
Aku meringkuk di atas ranjangku, sambil meremas kertas itu di dadaku. Segampang itu Kevin meninggalkanku. Percuma aku berpacaran dengannya bertahun-tahun kalau pernikahan kami hanya berumur 8 bulan saja.
"Untuk apa kita menikah kalau hanya bertahan beberapa bulan saja!" aku berteriak lalu menangis.
"Kevin, kenapa kau melakukannya kepadaku?" aku meratapi nasibku.
"KEVIN FONDA!!!!" kesunyian yang menjawab jeritanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Baby
General FictionAku meringkuk di atas ranjang, sambil meremas kertas itu di dadaku. Segampang itu Kevin meninggalkanku. Percuma aku berpacaran dengannya bertahun-tahun, kalau pernikahan kami hanya berumur 8 bulan saja. "UNTUK APA KITA MENIKAH KALAU HANYA BERTAHAN...