* * *

182 3 1
                                    

Hampir setiap hari pria itu datang ke tempat Anandya bekerja, di jam yang sama, duduk di tempat yang sama, dan menghadap ke jendela yang sama. Tentu melihat hal ini Anandya senang setengah mati karena bisa melihat seseorang yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat itu setiap hari, namun ada perasaan kecewa juga ketika pria tersebut hanya duduk menghadap jendela tanpa sedikitpun mau menyentuh kopinya.

Apa yang pria itu lakukan setiap hari hanyalah hal yang sama, ketika kopinya mulai dingin, ia berdiri, memberikan uang seratus ribuan, lalu pergi begitu saja. Awalnya Anandya tidak merasakan apa-apa, hingga pada akhrinya rasa penasaran sudah begitu besar dan menjalar ke seluruh syaraf di tubuhnya.

Malam harinya, Anandya mulai mencari tahu siapakah pria yang telah membuat jantungnya berdebar begitu kencang? Kopi yang sudah dingin di mejanya tadi, Anandya ambil dan diam-diam dicicipinya.

“Apa kopi buatanku ini tidak enak ya?” Tanya Anandya di dalam hati penuh dengan perasaan was-was.

“Apa aku tidak terlihat ramah baginya?” 

Kini Anandya mulai dipenuhi oleh ribuan tanya terhadap dirinya sendiri. Anandya bertanya kepada orang-orang mengenai siapa pria tersebut, namun tak ada satupun yang mengenalnya. Diam-diam, tanpa disadari, Anandya sudah menjadi pengagum dalam diam kepada pria pemesan kopi tersebut.

Suatu hari, pria itu datang lagi dan berjalan menuju kasir. Namun belum sempat ia memesan, Anandya langsung memotong.

“Kopi Americano seperti biasa satu kan? Aku antarkan ke meja yang dekat jendela seperti biasanya nanti kan?” Kata Anandya.

Pria tersebut terdiam, ia menantap Anandya sebentar, lalu pergi meninggalkan meja kasir. Anandya terkejut, seluruh tubuhnya kaku, mulutnya kelu, apakah kata-kata yang baru ia ucapkan tadi itu tidak sopan? 

“Astaga kenapa aku jadi sok tahu gini sih?!” Ucap Anandya kesal kepada dirinya sendiri.

Tak mau melihat orang yang ia suka pergi begitu saja, Anandya langsung berlari meninggalkan mesin kasir dan mengejarnya, berusaha membujuknya dan meminta maaf. Namun sayang, sosoknya telah menghilang.

Semenjak kejadian itu, pria tersebut tidak pernah kembali lagi ke Cafe tempat Anandya bekerja. Mengetahui hal ini, senyum di bibirnya hilang, tak ada lagi keramah-tamahan yang biasa ia keluarkan kepada pelanggan yang lain. Anandya lebih sering murung dan tidak bersemangat. Kekasih yang ia puja, hilang tanpa sempat mengucapkan selamat tinggal.

========

Satu bulan berlalu. 

Kuliah Anandya hampir selesai, dan ini adalah hari terakhir Anandya bekerja di sana.

Ketika sedang membersihkan meja kasir dari barang-barangnya, tiba-tiba mata Anandya terpaku pada sosok yang perlahan datang menghampiri Cafe itu. 

“DIA DATANG!! DIA DATANG LAGI, ANAN!!” Ucap Anandya kegirangan di dalam hati.

Pria itu masuk ke dalam Cafe, namun anehnya pria tersebut tidak memesan sesuatu di kasir, ia hanya langsung duduk di tempat biasanya ia duduk dan kembali diam menatap jendela. Dari jauh, Anandya memperhatikannya, benar-benar memperhatikannya. Menjelajahi seluruh lekuk tubuhnya, mukanya, rona wajahnya seakan ini seperti hari terakhir Anandya akan melihatnya. 

Begitulah wanita, sering mengagumi, namun enggan diketahui.

Anandya kadang tersenyum ketika dirinya sedang diam-diam melihat ke arah pria tersebut. Bahkan tak ayal Anandya sering kepergok melamun memandangi pria itu oleh pemilik Cafe.

Hari semakin gelap, Anandya sadar, sebentar lagi biasanya pria itu akan berdiri lalu pulang begitu saja. Anandya gugup, ia menggigit bibir dan berusaha mengatur napasnya yang menderu-deru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 19, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dinginnya kopi, hangatnya hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang