#1 Bakat Alami

56 13 18
                                    

Pagi itu, Revan sedang duduk termenung di ruang klub yang sepi. Seperti biasa, Klub Relawan memang sering sepi pengunjung. Mungkin karena letaknya di pojok lantai tiga, murid-murid jadi malas untuk jauh-jauh ke sana untuk mengkonsultasikan permasalahan mereka dengan anggota klub.

Jenuh menunggu habisnya shift jaga, Revan pun berjalan-jalan di sekitar ruang klub. Dari balkon ia dapat melihat lantai dasar yang ramai dengan murid-murid yang sedang sibuk melakukan kegiatan klubnya masing-masing. Ia menghembuskan napasnya agak keras. Seumur-umur, Revan belum pernah terlibat dalam kegiatan klub.  Menurutnya, itu hanya akan menguras waktunya yang berharga. Tapi sejak Cintya, sahabatnya, mengajaknya untuk bergabung dengan Klub Relawan, terpaksa ia menggunakan waktunya yang biasa digunakan untuk membaca novel di kelas saat jam kosong untuk melakukan kegiatan klub.

Alasan satu-satunya mengapa Revan menerima saja tawaran sahabatnya itu adalah karena Cintya adalah satu-satunya teman yang ia punya. Semenjak kecil, kemana pun Revan pergi, ia pasti menjadi sorotan banyak orang. Revan memiliki wajah yang tampan, tubuh tinggi, dan badan yang ideal untuk ukuran anak SMA kelas satu. Namun, karena sikapnya yang pendiam dan suka menyendiri, teman-temannya jadi enggan untuk menyapanya.

Kecuali Cintya. Sejak hari pertama masuk sekolah, perempuan yang juga sering diperhatikan banyak orang terutama oleh para laki-laki karena penampilannya yang menawan, tanpa ragu menghampiri Revan yang sedang duduk sendirian di kelas barunya dan mengajaknya mengobrol. Awalnya Revan tidak menyangka, seorang perempuan yang memiliki banyak teman itu mau berbicara dengan penyendiri seperti Revan. Namun seiring berjalannya waktu, hubungan mereka pun menjadi semakin dekat.

Seperti saat ini, Revan yang sedang mencuci mata di balkon di depan ruang klub mengalihkan pandangannya pada Cintya yang muncul dari tangga dan berlari ke arahnya.

"Revan!" panggil Cintya sambil melambai-lambaikan tangannya yang menggenggam selembar kertas.

"Ada apa?" tanya Revan pada Cintya yang sudah berada di hadapannya. Cintya menunduk dan menumpu kedua tangannya pada paha sambil badannya bergerak naik turun. Napasnya tidak karuan.

"Ini.. lihat!" seru Cintya dengan girangnya lalu menyerahkan kertas tersebut pada Revan.

Revan langsung membaca isi kertas yang terlihat seperti surat itu. Cintya hanya memandang ke arahnya sambil menunggu.

"Kepada yang terhormat, Klub Relawan. Sebelumnya saya sangat terkejut dengan keberadaan klub ini. Menurut saya, kalian pasti akan sangat membantu saya dan juga teman-teman yang lain. Tapi, daripada menyelesaikan masalah kami, lebih baik kalian memikirkan cara untuk mencari orang yang mau bergabung klub ilegal kalian itu. Sekian."

Revan mematung setelah membaca tulisan pada kertas tersebut. Cintya menutup mulutnya terkejut dan tidak dapat mengatakan apa-apa setelah mendengar isi surat palsu itu. Tak lama kemudian Revan merobek kertas tersebut hingga menyisakan potongan-potongan kertas kecil. Cintya yang masih terbungkam hanya memandang Revan yang sudah berjalan meninggalkannya menuju ruang klub.

"Revan, tunggu.. Revan!" panggilnya sambil membuntuti Revan yang acuh tak acuh. Ia melihat Revan mengambil tas dari bangku dan hendak pergi dari sana.

"Revan!" panggil Cintya lagi sambil menahan pergelangan tangan Revan.

"Aku—"

"Apa kau tidak memeriksanya sebelum membawanya kemari?!" potong Revan sambil menatap tajam sahabatnya yang kini terdiam memandangnya.

"Orang itu menyerahkan kertas ini dan mengatakan permintaannya sebelum akhirnya pergi begitu saja," jawab Cintya.

Namun Revan tidak menanggapinya dan terus menatapnya. Ia menunggu jawaban sesungguhnya yang sengaja di simpan di dalam mulut Cintya.

THINKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang