Author : RivalSuhanda
Tittle : Unspeakable Love
In story : Alvi, Mr. Necktie, Reta, Handi
Genre : romance, sad
Catatan :
Hai hai ! jumpa lagi di karangan saya :D oh iya, nama peran utamanya disini emang Alvi yaitu nama mantan saya . Tapi dengan sangat mohon, tolong di rubah presepsinya kalo ini adalah kisah nyata. Karena ini adalah karangan :D oke? Sekali lagi. Ini KARANGAN. Ini adalah fiksi penulis, oke? Em, kayaknya saya kebanyakan ngemeng, jadi langsung aja ya ^^ ENJOY IT ^^
Wait.. wait.. let’s make a deal to don’t be flamers, plagiator, and cheaters. Deal?
Alvi melangkahkan kakinya melewati gerbang sekolahnya dengan langkah ringan. Menjamah setiap udara yang terlewat.
“everything will be allright.” Gumamnya lirih tanpa mengurangi kecepatan langkahnya. Alvi meneruskan langkahnya menyusuri paping-paping sekolah yang masih lembab. Pukul enam kurang sepuluh menit. Pagi yang masih sangat sepi. Menandakan pelajar yang rajin, bukan?
Alvi menyandarkan punggungnya pada tembok di belakangnya dan duduk di kursi-kursi depan kelas. Meluruskan kakinya dan mengela nafas panjangnya seketika. Entah pa yang memberatkan fikirannya, sepertinya dia memang tidak pernah berniat untuk segala yang dilakuknnya.
lima belas menit berlalu, sepertinya Alvi menyadari ada yang duduk di sampingnya. Alvi terbangun dari tidur pendeknya sehingga dengan bert harus membuka matanya.
“kimia mu udah?” Arga menyapa dengan senyum kecil dengan melontarkan satu pertanyaan yang cukup tidak enak di dengar.
“oh, kimia. Belum. Paling nanti cuma di bahas bareng, jadi ada alasan lebih buat gk ngerjain PR itu selain alasan males.” Jawab Alvi dengan wajah datar dan menambahkan aksen lesunya.
Hening. Mungkin Arga uga sudah kehilangan moodnya untuk berbicara dengan orang seperti Alvi. Istilah anak mudanya “Hidup enggan, mati tak mau.” Lalu kursi berderet yang di duduki oleh dua pelajar kelas X-B ini seperti terangkat sedikit, menandakan salah satu dari dua pelajar itu telah beranjak dari tempat duduk. Arga ternyata memutuskan untuk meninggalkan Alvi menikmati dunianya sendiri.
Satu demi satu penghuni sekolah telah berdatangan sehingga suasana menjadi lebih ramai. Begitupun alunan lagu-lagu dari speaker sekolahan sudah berbunyi menambah suara yang terdengar di telinga. Begitu pula penghuni kelas yang semakin gaduh dengan kegiatan turun-temurun dari nenek moyang. Tentu saja tradisi contek-contekan PR.
Setelah menegakkan posisi berdirinya, Alvi menuju pintu dan memasuki kelas yang dari luarpun sudah terdengar sangat-sangat ramai. Dan inilah yang hampir setiap hari terjadi jika jam sudah menyentuh angka setengah tujuh.
“eh aku belum loh, bukuku mana? Masih kurang satu nomer lagi ini!”
“loh heh, nyontek dong! Pelit banget sih!”
“Mana PRnya yang udah selesai tadi, nulisku belum selesai loh!”
Mungkin kelas ini lebih mirip dengan pasar loak. Dan hal ini terjadi hingga tiga puluh menit mendatang. Hingga guru mendatangi kelas, memberi salam, dan membahas materi-materi yang entah kenpa sangat sulit dicerna dan sama sekali tidak menarik bagi Alvi. Semua itu seperti, racun tikus. Mungkin karena dia tidak pernah menyukai dan berniat menyukai semua ini.
*Skip*
Tidk usah dijelaskan, waktu-waktu pelajaran adalah hal-hal yang sangat membosankan jika di tulis. Jadi tidak usah dibahas. Sepakat?