Sampai umur delapan belas tahun, aku menjali kehidupan yang dianggap biasa oleh orang-orang. Kegiatanku tiap harinya dapat dilebur menjadi bubur tanpa rasa: Aku berangkat sekolah, pulang, makan, mandi, dan tidur. Meski yakin saat menjalaninya, namun aku tahu aku merasa bosan luar biasa.
Lalu, pada suatu Minggu siang, kebetulan aku berada di dalam perpustakaan pribadi milik kakek. Mencari buka bacaan menarik yang mungkin dapat mengisi waktu liburanku. Kadang aku akan mengabaikan jenis buku berjenis fiksi, namun tak ada salahnya untuk mulai membacanya, bukan?
Rahasia Musim Dingin.
Begitulah judulnya. Memang tidak ada yang menarik dari buku itu, kecuali serpihan salju yang menjadi gambar sampul. Namun, ada aura khusus yang muncul dari sana, hingga membuatku tertarik. Aku memutuskan mendudukan diri didekat jendela agar dapat leluasa melihat keluar. Udara lumayan dingin di luar, beruntung aku berada di dalam rumah bertemankan coklat hangat.
Halaman demi halaman mulai masuk dalam otakku, seakan organ itu mulai menciptakan visualisasi. Mataku menjadi lebih fokus, terlebih ketika buku ini makin menjelaskan dengan sosok bernama Si Tua Frost. Dari sini aku tahu bahwa dialah yang mengendalikan musim dingin, mulai dari es hingga salju.
Tanpa sadar matahari sudah hampir tenggelam meninggalkan sinar oranye yang berpadu dengan warna lainnya. Terhitung tujuh jam saat pertama kali aku mulai membaca, akhirnya aku berhasil menyelesaikan. Aku bukanlah tipikal orang yang sangat penasaran akan satu hal yang belum tentu kejelasannya, tetapi entah mengapa sosok roh itu membuatku benar-benar penasaran.
Aku mulai mencondongkan badan ke luar jendela. Malam ini bulan bersinar terang dengan bentuk bulat sempurna. Padanganku beralih pada pohon maple tetangga yang sudah tak berdaun. Cukup lama aku berada di posisi ini hingga mataku samar-samar menangkap satu mahluk yang tengah berdiri di atas pucuk pohon, berkali-kali aku mengusap mata berusaha menyakini bahwa aku tidak sedang berhalusinasi.
Dari kejauhan mahluk itu tidak tampak seperti manusia. Aku tak terlalu dapat melihat wajahnya dengan jelas, namun yang aku dapat pastikan dia memakai setelan berupa hoodie dan celana. Rambutnya berterbangan saat diterpa angin. Di tangannya juga terdapat tongkat yang aku rasa pernah kulihat, namun entah di mana.
Sesaat mahluk itu menatap ke arahku, seolah-olah sejak awal ia tahu aku mengawasinya dari jendela. Bahkan sekarang, tujuh tahun kemudian, aku masih bisa melihat matanya yang berwarna hijau bak batu Zamrud memancarkan kehangatan. Mahluk itu melambaikan tangan padaku lalu menghilang dengan kabut yang entah muncul dari mana, aku berani bersumpah aku melihat dia tersenyum.
❄❄❄
Di dalam kedai kopi, aku menunduk dengan tangan yang bertumpu pada meja. Pikiranku berputar mengingat kejadian semalam. Jika boleh jujur aku sampai tidak dapat tidur tadi malam. Bahkan jika itu semua mimpi ataupun halusinasi, itu benar-benar terlihat nyata.
"Yo! Wow?! Tunggu sebentar, kenapa wajahmu lusuh sekali?" tanya Eunseo dengan kehebohan.
"Apa begitu terlihat?"
"Lihatlah sendiri!" Eunseo menyodorkan ponselnya yang sudah menampilakan aplikasi kamera.
Benar katanya, wajahku sangat lusuh bagai gelandangan yang tak terurus. Aku menyerahkan kembali ponselnya dan menenggelamkan wajahku di meja.
"Ada masalah apa kau? Jangan bilang kau terlalu keras belajar?"
Aku menggeleng sebagai jawab.
"Lalu ada apa?" tanyanya lagi.
"Menurutmu, jika ada mahluk yang tengah berdiri di atas pohon malam-malam dan tampilan yang misterius itu apa?"
Eunseo bergidik ngeri sebelum mulutnya mengucap, "Kau bertemu hantu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowflakes [JJK-JYI]
Fanfiction[Jeon Jungkook - Jung Yein ; Alternative Universe Fanfiction] ;;; Fantasy AU ㅡㅡㅡ Kepada yang berkepentingan. Dengan meluangkan waktu membuka cerita ini, kau telah menjadi salah satu bagian dari sejarah. Paragraf berikutnya memuat kejadian nyata dari...