Dalam sehari, terjadi dua acara pemakaman di dua lokasi yang berbeda.
Setelah disemayamkan di rumah duka yang ada di Bandung, jenazah Vian akhirnya dimakamkan sekitar pukul sembilan pagi. Berdampingan dengan makam Khalid.
Sementara jenazah Dito, dimakamkan selepas dhuhur tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya di Bekasi.
Pemakaman sepasang kekasih berbeda tempat itu, sama-sama diiringi isak tangis dari para sahabat dan kerabat dekat. Serta ucapan belasungkawa yang terus mengalir dari para kolega dan handai taulan.
Saat jenazah Vian baru tiba di Bandung menjelah subuh, jenazah langsung disambut dengan isak tangis dari Aida --Tante Vian-- hingga wanita itu jatuh pingsan beberapa kali.
Meski jarang mengunjungi keluarganya yang ada di Bandung, Aida tahu bahwa sejak kecil Vian adalah anak yang baik dan sangat sayang dengan keluarga. Mereka tidak mengira jika Vian akan meninggal dalam usia yang masih muda dan dengan cara yang mengejutkan seperti itu pula.
Aida juga sangat sedih karena saat Vian meninggal, Emily tidak ada di dekat putranya itu dan berada sangat jauh darinya.
Emily yang saat itu hanya bisa menyaksikan prosesi pemakaman putranya melalui sambungan video call, berkali-kali terlihat terguncang karena tangis.
Wanita yang melahirkan Vian itu hanya bisa meratap melalui layar ponsel yang disambungkan oleh Robin mulai dari saat jenazah dimandikan, hingga almarhum Vian dimakamkan.
Kesedihan di keluarga Vian semakin mengharu-biru dengan diwarnainya langit Kota Bandung dengan awan kelabu. Seluruh alam semesta ikut merasakan duka yang mendalam dari seorang ibu yang ditinggalkan oleh putra tercintanya untuk selama-lamanya tanpa bisa memeluk ataupun menatap wajah putranya lebih dulu sebelum dia berkalang tanah.
"Sayang, anak Mama. Kenapa kamu pergi secepat ini, Nak? Bukannya kemarin kamu bilang mau nunggu Mama datang ke Jakarta? Lalu kenapa sekarang kamu pergi lebih dulu, Sayang? Padahal Mama sudah siapkan selimut putih yang kamu minta kemarin," kata Emily diiringi isak tangis. Di sebelahnya, terlihat suami dan juga adik Vian yang terus memeluk Emily dan menenangkannya.
"Mama yang sabar, ya. Kita semua yang ada di sini juga kaget banget waktu tahu Vian kecelakaan dan meninggal. Kita juga nggak nyangka dia akan pergi secepat ini," ujar Robin menenangkan Emily.
"Baru kemarin Mama ngobrol sama dia, Rob. Dia bilang kangen sama kami semua. Terus Mama bilang, minggu depan kami akan ke Jakarta nengok dia. Vian setuju, terus dia minta dibawain selimut warna putih yang dijahit sendiri sama Mama. Nggak tahunya malah begini. Sebelumnya Mama nggak punya firasat apa pun. Tapi Daddy-mu sama Omar sering banget mimpiin dia seminggu ini. Mama nggak tahu kalau ternyata mimpi itu adalah pertanda bahwa Vian akan pergi," jawab Emily sesenggukan.
"Robin juga nggak punya firasat apa pun, Ma. Dia malah nggak pamit sama Robin kalau mau ke Jerman tadi malam. Tiba-tiba aja Kemal kasih tahu kalau Vian kecelakaan di jalan tol terus meninggal," balas Robin yang ikut sedih melihat duka Emily yang sudah dianggapnya seperti orangtuanya sendiri.
"Mungkin ini sudah takdirnya anak Mama, Rob. Mama akan belajar ikhlas. Makasih ya, kamu sudah ngurus Vian selama di sana. Secepatnya, Mama akan terbang ke Bandung kalau sudah dapat tiket pesawatnya," ujar Emily.

KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
General Fiction[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...